Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pernah dengar buah Matoa? Jika tidak, wajar, sebab Matoa memang tidak sepopuler mangga, kelengkeng, rambutan, dan buah lainnya. Tanaman yang tingginya dapat mencapai belasan meter ini banyak ditemukan di Papua.
Ya, tanaman dengan nama latin Pometia pinnata, termasuk salah satu tanaman asli Indonesia. Namun Matoa juga tumbuh di negara-negara tropis lainnya seperti Thailand dan Sri Lanka.
Buah Matoa memiliki bentuk oval yang ukurannya sekitar 5 hingga 7 sentimeter. Buah ini dapat dipetik dalam keadaan masih berwarna hijau ataupun merah tergantung dengan ukuran idealnya. Tekstur buahnya kenyal dan warnanya bening seperti leci atau rambutan. Banyak orang menggemari buah ini karena memiliki rasa yang lezat dan tekstur yang familiar.
Di balik kelezatannya, ternyata buah ini menyimpan banyak nutrisi yang baik untuk kesehatan karena mengandung antioksidan tinggi. Antioksidan dikenal sebagai penangkal radikal bebas yang dapat menyebabkan tumbuhnya sel-sel kanker pada tubuh.
Sebenarnya sudah banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap buah yang biasa tumbuh di daerah pesisir dan daerah aliran sungai ini. Bahkan diantaranya, sudah ada yang menjadikan buah Matoa untuk bahan obat-obatan tradisional hingga lulur organik. Sayangnya, belum banyak yang menjadikan buah Matoa sebagai sediaan pangan.
Hal ini menginspirasi Yorry Chiristine Pamangin untuk memilih kulit buah Matoa sebagai subjek penelitian skripsinya.
“Saya memutuskan untuk menggunakan tanaman asli Papua, yaitu kulit buah Matoa yang memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi yang belum diketahui masyarakat luas dan masyarakat Papua sendiri. Baru beberapa orang saja yang melakukan pengujian tapi belum pernah dibuat dalam bentuk sediaan pangan sehingga saya terinspirasi untuk membuatnya dalam bentuk sediaan pangan,” kata Yorry.
Namun saat ingin melakukan penelitian tersebut, langkah Yorry sempat terhenti. Diakui Yorry, dalam meneliti kulit buah Matoa untuk skripsinya itu tidak semudah yang dibayangkan. Selain membutuhkan waktu dan tenaga, Yorry juga membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melakukan penelitian ini.
Beruntungnya, setelah mendapat semangat dan arahan dosen pembimbingnya agar mengikuti Program Indofood Riset Nugraha (IRN) untuk mendapatkan bantuan dana riset dan bimbingan, akhirnya Yorry berhasil menyelesaikan penelitiannya.
Saat itu, Yorry, berhasil meneliti limbah kulit buah Matoa yang ternyata bisa dibuat menjadi sediaan serbuk effervescent yang memiliki antioksidan tinggi. Dari hasil penelitiannya tersebut, Yorry berhasil menciptakan penemuan baru yakni minuman berantioksidan tinggi yang terbuat dari kulit buah Matoa.
“Awalnya saya tidak begitu yakin bisa lolos dan menjadi salah satu dari peserta Program IRN yang beruntung mendapatkan dana penelitian. Karena saya sadar banyak yang lebih baik dari saya yang juga mengajukan proposal IRN,” kata Yorry.
“Akhir cerita, Puji Tuhan, saya lolos menjadi salah satu peserta penerima Program Indofood Riset Nugraha periode 2018/2019. Saya juga beruntung mendapatkan dukungan dari dosen, orang tua, teman-teman dan adik-adik tingkat saya. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk yang telah mempercayakan saya untuk menerima dana penelitian sehingga saya dapat menyelesaikan tugas skripsi saya,” tutup Yorry.
Yorry adalah salah satu mahasiswa yang berhasil mendapatkan dana riset dan bimbingan dari IRN. Program IRN merupakan program bantuan dana penelitian yang diberikan kepada mahasiswa S1 dari berbagai jurusan yang akan melakukan penelitian sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir/skripsi. Tak hanya dana, mahasiswa juga akan dibimbing secara khusus oleh panelis IRN, dan bagi tiga peneliti terbaik akan mendapatkan kesempatan memperoleh special reward dari Indofood.
Sejak diluncurkan pertama kali pada 2006, Program IRN telah menerima lebih dari 5.000 proposal dan mendanai lebih dari 800 penelitian mahasiswa. Program IRN mendapat penghargaan Asia Responsible Entrepreneurship Awards 2011 untuk kategori Investment in People Award dari Enterprise Asia dan Penghargaan Peduli Pendidikan 2011 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tak ingin bibit anak muda berbakat seperti Yorry berhenti, PT. Indofood Sukses Makmur Tbk kembali membuka Program Indofood Riset Nugraha periode 2020/2021 guna menumbuhkan minat riset di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa strata satu (S1). Tahun ini, Program IRN mengusung tema yang disesuaikan dengan keadaan saat ini yakni "Milenial dan Penelitian Pangan Era Kenormalan Baru Menuju Indonesia Maju".
Edukasi Program IRN periode 2020/2021 ini akan disosialisasikan di web seminar (webinar) yang akan digelar pada Sabtu, 27 Juni 2020, mulai pukul 13.00 - 15.00 WIB.
Tiga tokoh akan menjadi pembicara dalam webinar ini, yakni Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan Co-Chair dari SUN Business Network Global Advisory Group, Axton Salim; Guru Besar Universitas Lampung sekaligus Panelis IRN, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MS; dan Guru Besar IPB sekaligus Ketua Panelis IRN, Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Webinar ini juga akan dipandu oleh Ketua Kelompok Keilmuan dan Genetika dan Bioteknologi Molekuler SITH ITB sekaligus Panelis IRN, Fenny M. Dwivanny, PhD sebagai moderator.
Tertarik untuk ikutan dan ingin penelitian skripsi kamu berhasil seperti Yorry? Yuk cari tahu caranya di Webinar IRN 2020, tonton live streamingnya di sini .
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Indofood