Kisah 'Hobbit' di Indonesia: Suku Mante Sampai Suku Oni

26 Maret 2017 17:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Peta Indonesia (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Indonesia (Foto: Thinkstock)
Di Tanah Air seluas 1.904.569 kilometer persegi yang terbentang dari Aceh hingga Papua ini banyak informasi yang masih tersembunyi, mitos-mitos yang belum pasti, dan perihal lain., termasuk Orang Pendek, Suku Kerdil, atau sebangsanya.
ADVERTISEMENT
Orang Pendek merupakan sebutan bagi makhluk misterius di area Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Catatan mengenai Orang Pendek sebenarnya ditemukan sejak tahun 1918.
Ilustrasi Orang Pendek Sumatera (Foto: Ant Wallis/Centre for Fortean Zoology)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Orang Pendek Sumatera (Foto: Ant Wallis/Centre for Fortean Zoology)
Tahun 1918, pejabat kolonial Belanda di Sumatera, LC Westenenk, mencatat sebuah peristiwa yang terjadi pada 1910. Dalam catatannya itu dia menceritakan seorang pemuda Padang yang dia pekerjakan sebagai pengawas melihat manusia bertubuh besar namun berkaki pendek dalam jarak sekitar 15 meter.
Peristiwa itu terjadi di Bukit Barisan. Makhluk yang dilihat si pemuda diceritakannya sangat berbulu, bukan Orang Utan, tapi wajahnya tidak seperti orang kebanyakan, namun ia berlari seperti manusia biasa.
Kini, setelah hampir satu abad berlalu, banyak catatan pengakuan tentang keberadaan Orang Pendek.
ADVERTISEMENT
Richard Freeman, Direktur Ilmu Hewan di Centre for Fortean Zoology, menuliskannya di The Guardian pada 2011.
Berdasar catatannya, Orang Pendek bertubuh kekar dengan tangan panjang dan berotot, memiliki tinggi 80-150 sentimeter, berjalan tegak, dipenuhi rambut berwarna hitam kusam dengan rambut belakang yang penjang.
Mereka memakan sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Beberapa selentingan dan pengakuan menyebut mereka juga makan ikan, kerang, dan serangga bahkan daging badak. Orang Pendek cenderung tidak agresif, hanya jika mereka merasa terancam maka mereka menggunakan batu dan tongkat sebagai senjata.
Freeman percaya Orang Pendek memiliki kedekatan dengan spesies Orang Utan namun lebih berkembang karena mampu berjalan dengan dua kaki (bipedal). Beberapa asumsi menyebutkan evolusi bipedal yang terjadi pada Orang Pendek merupakan hasil adaptasi ketika letusan Gunung Toba 75 ribu tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Orang Pendek memiliki nama lain di berbagai bagian wilayah di Sumatera. Bagian tenggara Sumatera menyebutnya Sedapa atau Sedapak. Sementara bagian selatan menyebutnya Gugu, daerah Rawas menyebutnya Rimbu Atu. Di Bengkulu mereka disebut Sebaba, sementara Aceh mengenal Suku Manti.
Suku Manti atau Mante dan Kumen merupakan sebutan untuk kelompok orang pendek di Aceh. Beragam cerita bisa tidak bisa untuk dipercaya bermunculan. Warga bernama Aman Darma, dalam lintasgayo.co menyebut pernah bertemu makhluk itu. Saat diikuti, makhluk itu seakan berlari mundur ke belakang.
Sementara Siswandi, warga Pegasing, bercerita pernah melihat Manti di hutan belantara di Gayo pada 1983. Saat itu ia bertugas di Dinas Kehutanan setempat. Diceritakan bahwa Manti berperawakan kecil, dengan tinggi tubuh sekitar 60 sentimeter, bentuk kaki terbalik dengan tumit di depan sedangkan jari-jarinya menghadap ke belakang.
ADVERTISEMENT
Jika di Sumatera, Orang Pendek atau Manti masih tidak bisa dipastikan apakah dia lebih mendekati Orang Utan atau manusia. Di Bone, Sulawesi Selatan, ada juga suku orang kerdil yang disebut Suku Oni. Keberadaan Suku Oni ini diberitakan oleh nationalgeographic.
Suku Oni, diceritakan memiliki tinggi tubuh sekitar 70 sentimeter dan tinggal di gua-gua di tengah hutan. Ahmad Lukman, mantan Kepala Desa Mappesangka, pertama kali mengemukakan keberadaan Suku Oni pada 2012. Dia mengaku pernah diundang ke gua tempat tinggal Suku Oni di kawasan hutan Tanjung Palette.
Namun cerita Suku Oni pun seringkali masih simpang siur karena --seperti halnya Orang Pendek dan Manti di Sumatera-- tidak ada bukti ilmiah yang memastikan keberadaan mereka.
ADVERTISEMENT
Pada 2013, warga Lampung juga pernah dihebohkan dengan cerita ditemukannya "manusia kerdil" atau "makhluk liliput" di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).
Diceritakan dalam antaralampung.com, seorang polisi hutan yang tengah bertugas melihat belasan manusia lain bertubuh pendek di dalam hutan. Mereka segera berlari menyelinap ke dalam hutan. Namun penglihatan itu tidak begitu jelas karena cahaya sore menuju malam yang cukup gelap dan jarak pandang yang jauh.
Cerita-cerita tersebut segera dibantah oleh Sri Andayani, Kepala Balai TNWK Lampung Timur saat itu. Sri mengatakan pemberitaan itu (manusia pendek) tidak benar dan tidak ada konfirmasi langsung kepadanya.
Setelah pemantauan ulang dengan memasang kamera pengawas, Sri mengatakan bahwa yang dilihat petugas adalah manusia berambut gimbal seperti Suku Anak Dalam, bukan makhluk liliput atau manusia kerdil.
ADVERTISEMENT
Setelah di Sumatera dan Sulawesi, cerita keberadaan orang-orang kerdil juga ada di Flores, NTT. Mereka disebut Ebu Gogo. Ebu berarti nenek, dan gogo berarti pemakan segala.
Ilustrasi manusia dan ape (Foto: thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi manusia dan ape (Foto: thinkstock)
Berdasarkan cerita-cerita warga, Ebu Gogo memiliki tinggi sekitar satu meter. Dikutip dari The Telegraph, Ebu Gogo disebut memakan segala macam mentah-mentah, mulai dari sayuran, buah-buahan, daging bahkan --berdasarkan cerita-- daging manusia.
Makanan biasanya mereka sajikan dalam piring yang terbuat dari labu, sehingga piringnya pun bisa dimakan. Para warga juga menceritakan bahwa Ebu Gogo terkadang merampas hasil panen mereka. Hal itu masih mereka toleransi.
Sementara itu pada 2003 ditemukan fosil "hobbit" di Liang Bua, Flores, yang kemudian disebut Homo floresiensis. Identitas manusia kerdil asal Flores itu ditemukan oleh ilmuwan asal Perancis yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh EW Saptomo dari Pusat Arkeolog Nasional.
ADVERTISEMENT
Homo floresiensis diperkirakan hanya memiliki tinggi 1,1 meter. Beberapa ilmuwan menilai Homo floresiensis merupakan jenis Homo erectus yang mengalami isolasi dan evolusi sehingga mengecil. Beberapa ilmuwan lain beranggapan Homos floresiensis merupakan spesies tersendiri yang berbeda.
Antoine Balzeau, ilmuwan dari Natural History Museum Perancis, memastikan bahwa Homo floresiensis bukan termasuk jenis manusia (Homo sapiens) seperti kita.
Usaha pencarian orang-orang kerdil di Indonesia mungkin masih dilakukan hingga kini. Sementara sebagian yang lain mencari kepastian keberadaan orang-orang kerdil yang barangkali akan menghebohkan.
Gambar model Homo Floresiensis  (Foto: Museumof Natural History)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar model Homo Floresiensis (Foto: Museumof Natural History)