Mengenal Monsun Asia, Penyebab Terjadinya Cuaca Ekstrem di Pulau Jawa

1 Januari 2020 16:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mendorong motornya melintasi genangan banjir di Jalan DI Panjaitan, Cawang, Rabu (1/1/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Warga mendorong motornya melintasi genangan banjir di Jalan DI Panjaitan, Cawang, Rabu (1/1/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Pada awal tahun 2020, sejumlah wilayah di DKI Jakarta tergenang banjir. Hujan deras yang terjadi sejak Selasa (31/12) hingga Rabu (1/1) pagi menjadi penyebabnya. Beberapa titik di Jakarta tergenang banjir dengan ketinggian air mencapai 30 centimeter hingga 100 centimeter.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, beberapa ruas jalan tak bisa dilalui kendaraan, ratusan rumah warga terendam, beberapa fasilitas rusak, hingga menewaskan seorang remaja berusia 16 tahun di Kemayoran, Jakarta Pusat, akibat tersengat listrik.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), cuaca ekstrem ini dipicu oleh aktifnya monsun Asia, yang menyebabkan terjadinya peningkatan pasokan massa udara basah di wilayah Indonesia, terbentuknya pola konvergensi dan terjadinya perlambatan kecepatan angin di beberapa wilayah.
Hal ini didukung oleh suhu permukaan laut di perairan yang cukup hangat sehingga menambah pasokan uap air yang cukup tinggi untuk mendukung pembentukan awan hujan, serta diperkuat dengan adanya fenomena gelombang atmosfer.
Tim evakuasi menggunakan perahu karet di Jl Perindustrian, Jakarta Timur, Rabu (1/1/2020). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
“Secara alamiah bahwa Monsun Asia merupakan salah satu faktor pemicu musim hujan di Indonesia. Sehingga ketika keberadaanya aktif, salah satunya dengan adanya seruakan dingin dari Asia, biasanya akan memberikan dampak aliran massa udara dari utara ke Indonesia,” ujar Agie Wandala Putra, Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca BMKG, saat dihubungi kumparanSAINS, Rabu (1/1).
ADVERTISEMENT
Istilah monsun sendiri digunakan untuk merujuk pada iklim yang terlihat secara nyata, berubah secara musiman dikarenakan pergantian angin kuat di antara musim dingin dan musim panas, khususnya di wilayah tropis seperti Asia, Australia, Afrika, dan Samudra Hindia.
Pada dasarnya, terdapat dua monsun global yang memengaruhi monsun di wilayah Benua Maritim Indonesia. Keduanya yakni monsun Asia dan monsun Australia.
Akibat dari dua perbedaan tekanan ini, maka terbentuklah angin dari Asia menuju Australia. Meski angin dari benua Asia bersifat kering dan dingin, namun ia telah menempuh perjalanan panjang melalui Samudera Pasifik yang sangat luas sehingga angin tersebut menjadi lembab dan mengandung banyak uap air. Akibatnya, Indonesia mengalami musim hujan.
Gambar pergerakan angin munson Asia. Foto: dok. BMKG
“Wilayah Jawa sering kali menjadi daerah pertemuan udara dari utara dan selatan, salah satunya dengan pertemuan angin yang memanjang di sepanjang pulau Jawa. Akibatnya bisa terjadi penumpukan awan hujan yang kemudian berasosiasi dengan curah hujan tinggi yang jatuh di permukaan,” papar Agie.
ADVERTISEMENT
Menurut Agie, periodisitas monsun Asia memang cukup lama, terjadi dari Desember hingga Maret. Kendati, waktu keberlangsungannya bisa lebih singkat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya tekanan rendah di utara atau rendahnya tarikan dari selatan.
Menyikapi hal ini, masyarakat diimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin.