Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Bangsa Indonesia baru saja melepas kepergian Presiden ke-3 RI, Bacharuddin Jusuf Habibie atau B.J Habibie, yang tutup usia pada Rabu (11/9) lalu. Di tengah duka yang masih menyelimuti seluruh keluarga serta masyarakat negeri ini, muncul sosok putra bungsu Habibie yang mendadak jadi perbincangan publik.
ADVERTISEMENT
Ia adalah Thareq Kemal Habibie. Pria 52 tahun ini menjadi sorotan karena saat tampil di depan publik, ia selalu terlihat mengenakan penutup mata berwarna hitam yang menutupi mata sebelah kanannya.
Sontak, publik pun dibuat bertanya-tanya soal alasan Thareq berpenampilan mirip salah satu karakter tokoh di Avengers, Nick Fury. Rasa penasaran publik pun memunculkan beragam spekulasi.
Salah satu yang santer terdengar, ada yang bermasalah dengan mata sebelah kanan Thareq yang mengganggu penglihatannya. Salah satu spekulasi yang paling santer terdengar namun ternyata terbukti salah, Thareq dikabarkan akan melakukan operasi kornea mata setelah mendapatkan donor dari sang ayah.
Kepada media, Thareq membantah kabar yang terlanjur beredar di masyarakat itu. Ia sekaligus menjelaskan alasannya menggunakan penutup mata di sebelah kanan. Menurutnya, hal itu karena dirinya menderita penyakit glaukoma.
ADVERTISEMENT
"Saya itu kan sebetulnya diabetes. Diabetes itu mengakibatkan saya jadi glaukoma," ungkap Thareq di kediamannya di Jalan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (14/9).
Akibat penyakitnya ini, Thareq mengaku terjadi perubahan tekanan pada mata sebelah kanannya yang menyebabkan sel retinanya hancur 100 persen. Kondisi mata kanannya itu membuat penglihatan Thareq kabur sehingga ia memutuskan untuk mengenakan penutup mata agar penglihatannya bisa kembali fokus.
Alia Arianti, dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center (JEC) sekaligus Humas Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Jaya, menjelaskan bahwa glaukoma merupakan suatu kondisi kerusakan progresif saraf mata utama. “Faktor risikonya adalah tingginya tekanan bola mata,” papar Alia saat dihubungi kumparanSAINS, Minggu (15/9).
Seperti dituturkan Alia, di bagian belakang bola mata kita terdapat dua bagian yang penting untuk menerima dan menginterpretasikan stimulus cahaya sehingga kita bisa melihat. Dua bagian itu yang pertama adalah retina, yakni lapisan tipis di dinding belakang bola mata. Fungsinya, tak lain untuk mengubah cahaya yang masuk ke bola mata menjadi impuls listrik.
ADVERTISEMENT
“Kedua adalah saraf mata atau saraf optik yang berfungsi menyalurkan impuls dari retina ke otak untuk diproses di pusat penglihatan di otak,” sambungnya.
Glaukoma primer dan glaukoma sekunder
Menurut Alia, penyakit glaukoma terbagi menjadi dua bergantung pada faktor pemicunya, yakni glaukoma primer dan glaukoma sekunder.
Glaukoma primer bisa terjadi akibat adanya faktor anatomis yang biasanya bersifat bawaan. “Faktor keturunan cukup berperan di sini,” ujar Alia. Dengan demikian, seseorang dengan riwayat keluarga yang mengalami glaukoma berisiko tinggi mengidap glaukoma primer.
Nah, glaukoma primer juga terbagi lagi ke dalam dua jenis. Ada yang disebut Alia sebagai glaukoma primer sudut terbuka, di mana aliran cairan bola mata atau humor akuos yang di produksi di dalam bola mata sukar untuk keluar dari bola mata. Penyebabnya, kata Alia, karena adanya hambatan di area trabekulum, yakni tempat keluarnya cairan bola mata.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya ada yang disebut dengan glaukoma primer sudut tertutup. Alia menjelaskan, pada kondisi tersebut sudut bilik depan mata sempit sehingga aliran cairan akuos yang keluar dari bola mata menjadi terhambat.
“Kedua kondisi tersebut (glaukoma primer dan glaukoma sekunder) menyebabkan tingginya tekanan bola mata yang dapat merusak saraf optik mata. Ibaratnya seperti balon yang diisi terlalu banyak sehingga menekan dindingnya hingga tipis,” terang dia.
Beralih ke glaukoma sekunder, kondisi ini terjadi akibat adanya kelainan, misalnya peradangan. Alia menuturkan, penyebabnya bisa pula karena pemakaian obat-obat tertentu, misalnya obat yang mengandung stereoid tanpa pengawasan dokter. Menurut Alia, penyakit glaukoma sekunder bisa menyerang siapa pun.
Apa saja gejala dari penyakit glaukoma?
ADVERTISEMENT
Jika bicara soal gejala, Alia menyebutkan bahwa gejala glaukoma bisa sangat bervariasi. Bahkan ada pasien yang tidak merasakan gejala apa pun sebelumnya sehingga berujung sangat fatal. “Ada yang berjalan kronik tanpa gejala yang jelas dirasakan, sampai akhirnya sudah terlambat dan sudah menyebabkan kebutaan permanen,” ujar dia.
Ada pula pasien yang mengalami serangan akut dengan gejala-gejala seperti tekanan bola mata menjadi tinggi secara tiba-tiba, mata nyeri, merah, sakit kepala hingga muntah, serta penglihatan menjadi buram buram serta melihat halo atau pelangi.
Penanganan medis pada pasien yang mengidap glaukoma
Pada prinsipnya, penanganan penyakit ini dilakukan dengan cara menurunkan tekanan bola mata. Tujuannya, menurut Alia, untuk mencegah progresivitas kerusakan saraf optik yang menjadi penyebab utama glaukoma.
ADVERTISEMENT
“Pada glaukoma sekunder, penyebabnya juga harus diatasi,” terang Alia. Pendekatannya bisa dengan melakukan dua terapi. Pertama, dengan pemakaian obat-obatan penurun tekanan bola mata. Umumnya, obat tetes atau obat oral yang dikonsumsi si pasien, bergantung pada masing-masing kasus.
Pendekatan kedua yang dijelaskan Alia adalah dengan melakukan operasi. “Operasi glaukoma merupakan salah satu operasi yang sering dilakukan di dunia kedokteran mata,” ungkapnya.
Alia pun menekankan bahwa operasi dilakukan apabila tekanan bola mata sudah tidak bisa terkendali dengan baik meskipun pengobatan yang diberikan telah maksimal.
Glaukoma akibat diabetes
Saat menyinggung soal pengakuan Thareq yang menyebut dirinya mengalami glaukoma setelah mengidap diabetes, lantas apakah benar penyakit ini rentan dialami oleh pasien diabetes?
ADVERTISEMENT
Menurut Alia, glaukoma yang terjadi pada seseorang yang mengidap diabetes umumnya adalah glaukoma sekunder. “Ini akibat tumbuhnya pembuluh darah baru abnormal yang terjadi pada kerusakan retina luas akibat diabetes,” terangnya.
“Jenis glaukoma neovaskular ini merupakan salah satu komplikasi paling akhir atau berat yang bisa dialami pasien dengan diabetes,” imbuh Alia. Sedangkan untuk kasus glaukoma primer, Alia menegaskan kondisi tersebut tidak berhubungan langsung dengan diabetes.
Mengenai glaukoma, Alia juga membeberkan fakta yang mengungkapkan bahwa penyakit ini tak boleh diremehkan. Data medis mencatat bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbesar kedua di dunia dan Indonesia.