Mengenal Suku Dayak, Penghuni Kalimantan yang Protes Edy Mulyadi

27 Januari 2022 15:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Dayak Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
zoom-in-whitePerbesar
Suku Dayak Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
ADVERTISEMENT
Belakangan, nama YouTuber Edy Mulyadi jadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Kalimantan. Musababnya, Edy Mulyadi dinilai telah menghina masyarakat Kalimantan dengan menyebut ‘Kalimantan hanya tempat jin buang anak’ dalam sebuah video yang viral di media sosial.
ADVERTISEMENT
Akibat pernyataan tersebut, Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Sintang meminta aparat penegak hukum memproses Edy Mulyadi, karena dianggap telah mengucapkan ujaran kebencian.
“Kami meminta aparat untuk memeriksa dan memproses Edy sesuai hhukum yang berlaku,” tegas Jeffray dari DAD seperti dikutip Hi Pontianak, mitra 1001 media kumparan, Senin (24/1). “Kami juga meminta kepada Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dapat memproses secara adat atas ucapan dan pernyataan Edy sesuai hukum adat yang berlaku."
Bagaimanapun, Kalimantan memang erat kaitannya dengan Suku Dayak, maka sudah seyogyanya masyarakat Dayak bergeming ketika tempat tinggalnya diusik atau dihina.
Dayak sendiri merupakan sebutan bagi penduduk asli Kalimantan. Dijelaskan dalam situs resmi Kemendikbud, jika ditinjau dari asal-usul tempat tinggal, suku Dayak adalah keturunan imigran dari Provinsi Yunnan di China Selatan tepatnya di Sungai Yang Tse Kiang, Sungai Mekong, dan Sungai Menan.
ADVERTISEMENT
Sebagian dari kelompok ini menyeberang ke semenanjung Malaysia sebagai batu loncatan pertama dan kemudian menyeberang ke bagian Utara Pulau Kalimantan pada abad ke-11.
Suku Dayak Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
Dalam sebuah jurnal pendidikan sosial berjudul “Dayak Asal-Usul dan Penyebarannya di Bumi Borneo” yang ditulis oleh Hamid Darmadi dari IKIP PGRI Pontianak, etnis Dayak Kalimantan terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub-etnis kecil. Mereka menyebar di seluruh pedalaman Kalimantan.
Suku Dayak biasanya menamakan dirinya berdasarkan nama sungai, pahlawan, atau nama alam. Suku Dayak Iban, misalnya, asal kata dari ivan–dalam bahasa kayan, ivan = pengembara–, atau suku Dayak Batang Lupar yang diambil dari nama sungai Batang Lupar daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia.
Menurut catatan sejarah, suku Dayak membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak sering disebut “Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1386.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini membuat suku Dayak terpencar-pencar di seluruh wilayah pedalaman Kalimantan baik yang hidup di wilayah Indonesia maupun yang tinggal di Sabah Sarak, Malaysia. Mereka hidup menyebar menelusuri sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan sampai saat ini.
Di Kalimantan Selatan misalnya, Suku Dayak banyak bermukim di sekitar daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Meski Dayak terbagi menjadi beberapa sub-etnis, mereka memiliki satu senjata khas yang sama, yakni mandau.
Warga Dayak Deah menampilkan tari Mesiwah Pare Gumboh di Desa Liyu, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Foto: BAYU PRATAMA S/kumparan
Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun mereka pergi mandau akan selalu dibawa karena berfungsi sebagai simbol kehormatan seseorang. Sebagai catatan, dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu, seperti: perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.
ADVERTISEMENT
Setiap mandau dipercaya memiliki tingkat keampuhan atau kesaktian yang berbeda. Kesaktiannya tidak hanya didapat dari ritual-ritual tertentu, tapi juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Semakin banyak orang yang dipenggal, maka semakin sakit mandau seseorang.
Suku Dayak percaya, ketika seseorang tewas karena di-kayau, maka rohnya akan mendiami mandau. Inilah yang membuat mandau akan semakin sakti. Tapi Itu dulu, sekarang fungsi mandau sudah berubah, di mana ia telah menjadi benda seni dan budaya, cinderamata, barang koleksi serta senjata berburu. Suku Dayak juga punya budaya tari yang khas.
Selain senjata, suku Dayak juga punya ritual-ritual atau upacara lain, salah satunya adalah upacara Tiwah. Upacara Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk mengantar tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung. Sandung adalah sebuah tempat berbentuk seperti rumah kecil yang dibuat khusus untuk orang yang sudah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Sebelum tulang-tulang itu diantar dan diletakkan di Sandung, masyarakat Dayak akan melakukan berbagai macam ritual, termasuk tari, membunyikan gong, dan hiburan lainnya. Hingga tulang diletakkan di Sandung. Selain Tiwah, ada juga upacara adat Mamat, tarian Kancet Hudoq, dan masih banyak lagi adat istiadat yang dimiliki Suku Dayak.