Mengenal Tarsius, Primata Kecil Paling Langka di Dunia Hanya Ada di Indonesia

24 April 2022 10:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tarsius, primata khas Kepulauan Bangka Belitung. Foto: Kemenparekraf
zoom-in-whitePerbesar
Tarsius, primata khas Kepulauan Bangka Belitung. Foto: Kemenparekraf
ADVERTISEMENT
Di antara deretan primata asli Indonesia, terselip hewan kecil bermata besar yang menghuni hutan hujan Sulawesi. Dia adalah Tarsius, satwa paling langka di dunia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di Sulawesi, tarsius juga bisa dijumpai di Kalimantan dan Sumatera. Besar dugaan, primata ini juga hidup di Pulau Jawa karena jika kita melihat kilas balik, pada zaman Es Akhir, ketiga pulau ini adalah satu daratan luas yang disebut Paparan Sunda atau “Greater Sunda Land”.
Dikutip di situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tarsius merupakan salah satu dari 25 spesies primata di dunia yang paling terancam punah. Dia termasuk ke dalam primata terkecil di dunia.
Ukurannya tak lebih dari genggaman tangan orang dewasa. Dengan ukuran tubuh sangat kecil, tarsius jantan punya lingkaran kepala sekitar 85 mm, panjang tubuh 160 mm dengan panjang ekor antara 135-275 mm atau hampir dua kali lipat panjang badannya.
ADVERTISEMENT
Sementara dijelaskan di situs Indonesia.co.id, pulau Sulawesi merupakan surga bagi tarsius. Di sana terdapat 11 jenis tarsius, yakni Tarsius tarsier, T. fuscus, T. sangirensis, T. pumilus, T. dentatus, T. pelengensis, T. lariang, T. tumpara, dan T. wallacei. Selain itu, ada dua spesies tarsius baru yang ditemukan pada 2017, yaitu Tarsius spectrumgurskyae dan Tarsius supriatnai.
Tarsius di Bukit Peramun, Pulau Belitung. Foto: Andari Novianti/kumparan
Pada dasarnya, semua tarsius menyukai habitat rumpun bambu, pepohonan besar di tengah hutan rimba, akar pohon beringin, lubang kayu yang digunakan untuk bersembunyi dan beristirahat.
Salah satu wilayah yang banyak dihuni Tarsius adalah kawasan biosfer Cagar Alam Tangkoko Batuangus, Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Di cagar alam seluas 8.745 hektare hidup salah satu spesies Tarsius tarsier atau dikenal dengan nama Tarsius spectrum.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, Tarsius merupakan binatang nocturnal (aktif pada malam hari) dan Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah spesies Tarsius terbanyak di dunia. Mereka biasanya mulai beraktivitas dan keluar dari sarangnya pada sore hari untuk mulai berburu mangsa atau menjelajah.
Tarsius memiliki gigi gigi tajam dan merupakan primata karnivora. Makanan utamanya adalah serangga, kendati dia juga bisa memangsa kelelawar, ular, maupun burung kecil. Penampakan Tarsius seperti perpaduan antara monyet dan burung hantu karena struktur tengkorak kepala dan wajah mirip burung hantu tapi badan monyet.
Di siang hari, Tarsius lebih banyak menghabiskan waktu bersembunyi dan tidur. Tak seperti mamalia pada umumnya, Tarsius tidur dengan cara menempel di dahan pohon. Saat tidur, mereka akan memejamkan sebelah matanya, sementara mata yang lain tetap terbuka.
Mengamati tarsius di Bukit Peramun, Belitung. Foto: Andrian Gilang Khrisnanda/kumparan
Tarsius punya mata besar berdiameter bila mata sekitar 16 mm. Dia mampu melihat dalam kondisi gelap. Faktanya, mata Tarsius adalah organ terbesar jika dibandingkan dengan organ kepala lainnya.
ADVERTISEMENT
Meski mungil, tarsius merupakan satwa pelompat ulung. Dengan kaki belakang yang panjangnya dua kali lipat panjang badan dan kepala, ia mempunyai kekuatan untuk melompat hingga jarak tiga meter dengan pola lompatan secara vertikal. Maka tak heran jika dia dijuluki sebagai pelompat ulung.
Selain itu, tarsius juga dapat memutar kepalanya hingga 180 derajat ke arah manapun untuk melihat mangsanya, mirip seperti burung hantu. Mereka juga menggunakan vokalisasi (suara) yang efektif untuk berkomunikasi di antara anggota kelompok maupun dengan individu dari kelompok lainnya.
Tarsius berkembang biak dengan cara beranak, setelah melewati masa kehamilan selama enam bulan. Ular, burung hantu, biawak, dan tikus merupakan predator alami tarsius. Satwa ini juga kerap diburu manusia untuk dijual atau dijadikan hewan peliharaan
ADVERTISEMENT
Selain di Sulawesi, Hutan hujan tropis Sumatera adalah habitat asli dari salah satu jenis Tarsius. Pulau Sumatera sendiri memiliki dua subspesies yang berbeda yaitu Tarsius bancanus bancanus yang hidup di pulau utama dan Tarsius bancanus saltator subspesies endemik yang hidup terpisah di Pulau Bangka.
Karena populasi Tarsius semakin menurun akibat perburuan dan hilangnya habitat, seluruh spesies primata ini masuk dalam daftar fauna langka dan dilindungi, diatur dalam UU 5/1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem serta Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Hukuman kurungan penjara dapat diberikan kepada siapa saja yang menangkap dan memperdagangkan hewan langka dan dilindungi seperti tarsius. Selain itu, organisasi konservasi internasional seperti International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menempatkan satwa ini dalam kategori rentan (Vulnarable/VU).
ADVERTISEMENT