Mengenal Turbulensi yang Bikin Pesawat Singapore Airlines Mendarat Darurat

22 Mei 2024 16:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah pesawat Singapore Airlines terlihat di landasan setelah pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Pongsakornr Rodphai/Handout via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah pesawat Singapore Airlines terlihat di landasan setelah pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Pongsakornr Rodphai/Handout via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pesawat Singapore Airlines SQ321 rute London - Singapura yang membawa 211 penumpang dan 18 kru dilaporkan mengalami turbulensi ekstrem pada Selasa (21/5). Seorang penumpang asal Inggris meninggal dunia akibat serangan jantung dalam peristiwa itu, sedangkan puluhan lainnya luka-luka.
ADVERTISEMENT
Turbulensi merupakan fenomena aliran udara yang bervariasi pada jarak yang pendek. Fenomena di atmosfer ini terjadi akibat perbedaan/ketidakteraturan kondisi suhu dan tekanan.
Kalau bisa kita bandingkan, turbulensi mirip seperti melintas di atas lubang saat sedang naik mobil. Bedanya, saat turbulensi, pesawat mengalami kontak dengan pusaran udara ketika sedang terbang.
Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan pusaran udara ini terbentuk. Di antaranya adalah pertemuan antara udara hangat dan dingin, badai, arus udara kuat jet stream, atau karena lokasi.
Ketika menabrak pusaran ini, pesawat bisa mengalami perubahan tinggi atau kemiringan secara tiba-tiba. Akibatnya, pesawat terasa seperti terayun-ayun. Ada beberapa kondisi yang bisa membuat pesawat lebih mungkin mengalami turbulensi. Misalnya, saat melewati pegunungan atau kehadiran awan cumulonimbus.
ADVERTISEMENT
Tim peneliti dari University of Reading pernah melakukan riset terkait turbulensi pada 2017. Mereka menemukan jumlah turbulensi berbahaya akan meningkat secara drastis setelah tahun 2050. Menurut riset, ini adalah akibat perubahan iklim.
Perubahan iklim itu menyebabkan temperatur global jadi meningkat. Hal itu memperbesar terjadinya ketidakstabilan angin di ketinggian yang membuat semakin kuat dan seringnya terbentuk pusaran udara penyebab turbulensi.
Turbulensi terkadang tidak bisa dihindari. Namun pilot biasanya bisa menduga di mana pusaran udara ini berada dengan mempelajari ramalan cuaca dan data angin. Sekarang, kebanyakan pesawat modern punya algoritma untuk mengetahui zona yang banyak pusaran udara penyebab turbulensi. Ini membantu para pilot untuk menghindari daerah-daerah tersebut.
Kalau ditanya apakah turbulensi bisa bikin pesawat jatuh? Jawabannya bisa. Ada beberapa kejadian pesawat jatuh akibat turbulensi ekstrem, salah satunya dialami oleh sebuah pesawat yang menabrak Gunung Fuji di Jepang pada 1966 silam.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kejadian semacam ini terbilang langka. Selain itu, biasanya ada faktor lain yang turut serta menyebabkan kecelakaan, seperti kesalahan desain pesawat atau kesalahan manusia. Jadi, jika kamu menaiki pesawat, tidak perlu khawatir berlebihan. Sebab, perjalanan udara masih merupakan salah satu moda transportasi paling aman.

Soal Turbulensi Ekstrem Pesawat Singapore SQ321

Pesawat Boeing 777-300ER dari maskapai terkemuka ini terbang dari Bandara Heathrow London, Inggris, pada Senin (20/5) malam waktu setempat. Setelah mengangkasa selama 10 jam, pada Selasa (21/5) siang, pesawat mengalami turbulensi hebat di dekat Thailand.
Kondisi di dalam pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 dari London ke Singapura, usai mengalami turbulensi parah, Selasa (21/5/2024). Foto: ViralPress via Reuters
Data pelacakan yang ditangkap oleh FlightRadar24 dan dianalisis oleh Associated Press menunjukkan pesawat tersebut meluncur di ketinggian 37.000 kaki sebelum menukik tajam ke ketinggian 31.000 kaki selama sekitar tiga menit.
ADVERTISEMENT
FlightRadar24 juga menyebut penerbangan itu mengalami perubahan kecepatan vertikal yang cepat, konsisten dengan peristiwa turbulensi yang tiba-tiba, sekitar pukul 07.49 GMT atau sekitar pukul 14.49 WIB (Selasa, 21 Mei). Pesawat pun akhirnya mengalihkan pendaratan di Bandara Bangkok pada pukul 15.45 WIB.
Sementara menurut pihak Singapore Airlines, turbulensi tiba-tiba ini terjadi di Cekungan Irrawaddy Myanmar —dekat Thailand— sekitar 10 jam setelah penerbangan.
“Tidak jarang badai petir besar terjadi di Teluk Benggala. Selalu ada kemungkinan terjadinya badai,” kata seorang pilot yang rutin terbang ke Singapura dan Asia Tenggara. “Kami berada sekitar 30 mil (48 km) di luar jalur saat terbang mengelilingi badai petir dua hari lalu dalam perjalanan ke Singapura,” tambah pilot tersebut, seperti dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT