Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Anak ular kobra meneror sejumlah warga Jakarta Timur, Bogor, Banten, Yogyakarta, hingga Jember. Di Cakung, Jakarta Timur, ditemukan 9 anak ular kobra di pekarangan rumah warga bernama Ocit. Sedangkan di Jember, Jawa Timur, dalam kurun waktu satu bulan, 40 anak kobra dilaporkan telah dibunuh dan lima lainnya berhasil diamankan pemadam kebakaran.
ADVERTISEMENT
Menurut Amir Hamidy, peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kemunculan anak ular kobra di rumah warga tak lain karena datangnya awal musim hujan yang menandai musim menetasnya telur ular.
“Awal musim penghujan adalah waktu menetasnya telur ular, termasuk ular kobra. Fenomena ini wajar dan merupakan siklus alami. Begitu menetas, anak ular akan menyebar ke mana-mana,” ujar Amir, saat dihubungi kumparanSAINS, Jumat (13/12).
Lantas, bagaimana sebenarnya karakteristik ular kobra? Di mana habitatnya? Dan berbahayakah ular kobra ini? Semuanya akan dikupas dalam penjelasan berikut ini.
Ular Kobra
Dipaparkan Amir, ular kobra dikenal juga dengan sebutan ular sendok. Disebut ular sendok karena bisa menegakkan dan memipihkan lehernya seperti sendok ketika merasa terancam dan terganggu.
Nama kobra berasal dari bahasa Portugis, yakni cobra de capello, yang berarti “ular berkerudung”. Setidaknya ada 28 hingga 270 spesies kobra yang tersebar di seluruh dunia, tergantung bagaimana kobra didefinisikan.
ADVERTISEMENT
Menurut Sara Viernum, seorang herpetologis di Madison, Wisconsin, Amerika Serikat, secara genetik ular kobra masuk dalam anggota genus Naja. Nama kobra juga sering dikaitkan dengan beberapa spesies ular lain, seperti ular berbisa Elapidaer, termasuk ular koral, kratis, dan mambas.
“Banyak dari ular ini yang memiliki kerudung dan kemampuan untuk menaikkan bagian atas tubuhnya,” papar Viernum, sebagaimana dikutip Live Science.
Di Indonesia sendiri, terdapat dua jenis ular kobra, yakni Naja sumatrana dan Naja sputarix. Naja sumatrana dapat dijumpai di seluruh wilayah Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan Naja sputarix bisa ditemukan di Jawa, Bali, Lombok, Rinca, Sumbawa, hingga Flores.
Habitat
Sebagian besar ular kobra hidup di daerah tropis. Mereka tersebar di beberapa negara di dunia, di antaranya Afrika, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Indonesia. Mereka menghuni beberapa tempat seperti perbatasan hutan yang terbuka, savana, persawahan, hingga pekarangan. Ular ini kerap menghabiskan waktu di bawah tanah, batu, atau pohon.
“Kobra Jawa itu lebih survive di persawahan, tapi kobra Sumatra lebih banyak di hutan dan di sawit-sawit. Secara fisik mereka berbeda, bisa dilihat dari variasi warna dan sisik kalau diteliti secara detail,” ujar Amir.
ADVERTISEMENT
Khusus kobra Jawa dan Sumatra, mereka bisa tumbuh dengan panjang antara 1,3 meter hingga 1,8 meter. Kobra Jawa memiliki ukuran lebih besar ketimbang Kobra Sumatera. Kendati ada juga kobra yang memiliki panjang lebih dari 2 meter, tergantung jenisnya. Seperti king kobra yang menjadi ular berbisa terpanjang di dunia dengan panjang mencapai 5,5 meter.
Ular kobra memiliki indera penciuman dan penglihatan yang tajam. Warnanya bisa bervariasi, mulai dari merah, kuning, berbintik-bintik, bergaris, dan lain-lain.
Karakteristik
Karakteristik atau perilaku yang khas dari ular kobra adalah tampilan pertahannya, yang memungkinkan dia memipihkan kepala seperti sendok, mendesis, mengangkat bagian atas tubuhnya dan berdiri tegak. Seekor kobra dapat mendesis keras pada predator dan ancaman lainnya. Mereka juga dapat menyemprotkan bisa dari jarak jauh yang dikeluarkan melalui taringnya.
ADVERTISEMENT
Kobra bereproduksi dengan cara bertelur. Seekor ular kobra dapat menghasilkan 10-40 butir telur, dan menetas dalam waktu 60 hingga 80 hari. “Telur kobra diletakkan di lubang-lubang tanah atau di bawah serasah daun kering yang lembab. Dan awal musim penghujan adalah waktu menetasnya telur ular,” papar Amir.
Kobra adalah pemburu oportunistik. Mereka memakan mangsa apapun yang menghampirinya. Makanan utamanya adalah burung, mamalia kecil, kadal, telur, bangkai, dan jenis ular lain.
Saat memangsa, ular ini akan meluncur melewati belantara hutan tanpa mengeluarkan suara, mengikuti dan melumpuhkan mangsanya dengan cara menggigit dan menyuntikkan bisa. Racun akan menyebar melalui aliran darah, hingga melumpuhkan saraf dan otot dalam hitungan menit.
Ular ini memiliki metabolisme yang sangat lambat sehingga memungkinkannya untuk tidak makan berhari-hari, atau bahkan berbulan-bulan.
ADVERTISEMENT
Bisa ular kobra
“Semua ular berbisa ketika mereka menetas, kelenjar bisa sudah ada di dalam tubuhnya. Karena fungsi bisa adalah melumpuhkan mangsanya. Bagaimana mungkin mereka bisa melumpuhkan korban kalau enggak punya bisa. Jadi anak kobra juga sama berbahaya dan memiliki bisa mematikan,” begitu ujar Amir.
Gigitan kobra memang bisa berakibat fatal, terutama jika tidak diobati. Menurut Viernum, seekor ular kobra dapat memiliki racun neurotoksik. Racun neurotoksik kobra sangatlah kuat, bekerja pada sistem saraf.
Jika racun ini masuk ke dalam tubuh, gejala yang ditimbulkan mencakup masalah penglihatan, kesulitan menelan dan berbicara, otot melemah, kesulitan bernapas, gagal pernapasan, muntah, sakit perut, nekrosis (kematian sel dan jaringan), antikoagulasi, hingga kematian.
Menurut ilmuwan University of Michigan, racun kobra bisa menghentikan napas manusia hanya dalam waktu 30 menit. Beberapa kobra juga memiliki racun sitotoksik yang jika masuk ke dalam tubuh bisa menyebabkan rasa sakit sangat parah, pembengkakan, hingga kemungkinan nekrosis.
ADVERTISEMENT
Bisa yang disemprotkan kobra dari jarak jauh juga dapat berakibat fatal saat terkena mata. Racunnya akan menyebabkan kebutaan, jika mata yang terkena bisanya tidak segera dicuci. Dan hati-hati, kobra memiliki kemampuan menyemprotkan bisa dengan akurasi yang sangat tinggi.