Menggenggam Tangan Seseorang Bisa Turunkan Rasa Sakit

2 Maret 2018 13:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Genggam tangan (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Genggam tangan (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Seperti kata Raisa dalam lagu Kali Kedua, “Pegang tanganku, bersama jatuh cinta.” Sebagaimana kata Sheila on 7 dalam lagu Saat Aku Lanjut Usia, “Genggam tanganku saat tubuhku terasa linu.”
ADVERTISEMENT
Riset terbaru mengungkapkan, pegangan tangan dengan seseorang yang kamu sayangi tidak hanya membuatmu semakin sayang kepadanya, tetapi juga membawa manfaat positif yang besar.
Studi yang dilakukan oleh University of Colorado Boulder dan University of Haifa menemukan bahwa semakin besar empati seseorang dalam merasakan kesakitan pasangannya, semakin otak mereka menjadi selaras. Keselarasan ini kemudian dapat menurunkan rasa sakit.
Manusia sudah mengembangkan berbagai cara untuk berkomunikasi di dunia modern, tapi sedikit yang berupa interaksi fisik,” kata Pavel Goldstein, penulis studi ini yang juga merupakan peneliti rasa sakit di Cognitive and Affective Neuroscience Laboratory di CU Boulder, dilansir Science Daily. "Makalah ini menggambarkan pentingnya sentuhan manusia."
Genggaman tangan  (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Genggaman tangan (Foto: Pixabay)
Penelitian ini merupakan riset terbaru dari rangkaian studi mengenai "sinkronisasi interpersonal", fenomena saat orang secara fisiologis meniru orang-orang yang mereka hadapi.
ADVERTISEMENT
Studi ini juga merupakan studi pertama yang melihat sinkronisasi gelombang otak dalam konteks rasa sakit, serta menemukan peran brain-to-brain coupling (keselarasan otak antara dua orang) dalam penurunan rasa sakit melalui sentuhan.
Goldstein mendapat ide eksperimen ini ketika istrinya melahirkan, dan rasa sakitnya bisa menurun ketika ia memegang tangan istrinya.
"Saya ingin menguji hal ini di laboratorium. Benarkah pegangan tangan bisa menurunkan rasa sakit? Dan jika ya, bagaimana?"
Genggaman tangan  (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Genggaman tangan (Foto: Pixabay)
Dia dan rekan-rekannya di University of Haifa merekrut 22 pasangan heteroseksual, usia 23 sampai 32 yang telah menjalin hubungan setidaknya selama satu tahun. Riset ini dilakukan dengan menjalankan beberapa skenario dan gelombang otak para pasangan itu kemudian diukur dengan electroencephalography (EEG).
Skenarionya adalah mereka harus duduk bersama dan tidak saling menyentuh, lalu duduk bersama berpegangan tangan, dan kemudian duduk di ruangan terpisah masing-masing selama dua menit.
ADVERTISEMENT
Kemudian mereka mengulangi skenario saat wanita itu mengalami rasa sakit berupa panas ringan di tangannya.
Hasilnya, hanya karena kehadiran pasangannya meski mereka tidak bersentuhan, sinkronitas pada gelombang otak alpha mu band antara pasangan ini terjadi. Alpha mu band adalah gelombang yang terkait dengan perhatian. Jika mereka berpegangan tangan saat salah satu pasangan kesakitan, maka sinkronasinya lebih besar lagi.
Peneliti juga menemukan bahwa dalam keadaan sakit dan tanpa sentuhan, sinkronasi gelombang otak mereka berkurang.
Genggaman tangan (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Genggaman tangan (Foto: Pexels)
Hal ini tepat membuktikan penelitian yang diterbitkan sebelumnya, yaitu eksperimen mengenai bagaimana detak jantung dan sinkronisasi pernapasan hilang saat peserta studi yang pria tidak menggenggam tangan pasangan wanitanya yang sedang merasa sakit.
"Tampaknya rasa sakit ini benar-benar mengganggu sinkronisasi interpersonal antara pasangan dan sentuhan membawanya (sinkronitas itu) kembali," kata Goldstein.
ADVERTISEMENT
Tes selanjutnya ini, menurutnya, telah mengungkapkan bahwa semakin empati pasangan pria terhadap rasa sakit pasangan wanitanya, semakin selaras otak mereka, dan semakin reda rasa sakitnya.
Masih dibutuhkan lebih banyak studi untuk mengetahui mengapa empati bisa menurunkan rasa sakit. Namun dugaan sementara, empati membuat seseorang merasa lebih dimengerti sehingga otak mengaktifkan mekanisme yang mengurangi rasa sakit.
"Sentuhan interpersonal mungkin mengaburkan batas antara diri dan orang lain," tulis para peneliti.
Studi ini belum mengeksplorasi efeknya pada pasangan sesama jenis. Namun Goldstein memperingatkan agar jangan meremehkan kekuatan dari sentuhan pada pasangan Anda karena empati tidak akan bekerja penuh bila tidak dilengkapi dengan sentuhan.