Menkes: Etilen Glikol adalah Cemaran karena Kualitas Produksi Buruk

22 Oktober 2022 9:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat jumpa pers Health Working Group Meeting G20" di Hotel Hilton, Kabupaten Badung, Bali, Senin (22/8). Foto: Denita br Matondang-Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat jumpa pers Health Working Group Meeting G20" di Hotel Hilton, Kabupaten Badung, Bali, Senin (22/8). Foto: Denita br Matondang-Kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi mengatakan jika etilen glikol merupakan cemaran pelarut obat sirop akibat kualitas produksi yang buruk.
ADVERTISEMENT
Dalam jumpa pers virtual, Jumat (21/10), Budi menjelaskan jika produksi obat-obat sirop menggunakan pelarut tambahan agar larutnya semakin bagus. Bahan yang dipakai dalam hal ini adalah polietilena glikol, yang sebenarnya tidak beracun.
Namun, jika dalam pembuatannya tidak sesuai prosedur yang seharusnya, Polietilena glikol akan tercemar dan membentuk senyawa kimia berbahaya, seperti etilen glikol, dietilen glikol, atau etilen glikol butil ether.

Tak tercatut di obat karena bukan bahan aktif

Ilustrasi Etilen Glikol. Foto: pakww/Shutterstock
Lebih lanjut, Budi mengatakan etilen glikol tak tercatut pada obat karena zat tersebut bukan bahan aktif. Etilen glikol adalah pelarut tambahan yang dikenal jarang ditulis dalam senyawa aktif obat.
“Jadi memang kalau dilihat daftar senyawa aktif pada obat, senyawa berbahaya itu pasti tidak ada, karena ini bukan bahan aktif. Ini adalah pelarut tambahan yang memang sangat jarang ditulis dalam senyawa aktif obat,” katanya.
ADVERTISEMENT
“Dan, pelarut tambahan ini sebenarnya juga tidak berbahaya, tetapi kalau kualitas produksi pelarut tambahannya buruk, dia bisa menghasilkan impurities atau cemaran. Dan, cemaran inilah yang berbahaya.”

Ada masalah pada pengawasan

Sementara itu, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan jika produksi obat sirop yang memunculkan senyawa kimia berbahaya ini terjadi karena lemahnya pengawasan terkait obat.
“Intinya kan dalam kasus ini mayoritas atau dominan terjadi di negara berkembang ya karena aspek masalah pengawasan,” jelas Dicky saat dihubungi kumparanSAINS, Jumat (21/10).
Ilustrasi obat sirup. Foto: Shutterstock
Dicky juga menyebut jika investigasi menyeluruh perlu dilakukan. Menurutnya, masalah ini tak hanya ada di pihak BPOM saja, namun ada di pihak Kemenkes.
ADVERTISEMENT
“Kalau bicara dalam konteks ini di mana tahapan kebobolannya yang sekali lagi perlu investigasi menyeluruh. Ini sebenarnya ada di dua pihak, bukan hanya BPOM tapi juga ada Kemenkes yang berperan.”