Menristek: GeNose Tidak Mendeteksi Virus, Tapi Deteksi Orang yang Terpapar Covid

19 Februari 2021 18:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alat skrining corona GeNose terpasang di Stasiun Tugu. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Alat skrining corona GeNose terpasang di Stasiun Tugu. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Alat screening COVID-19 ciptaan anak bangsa, GeNose, resmi diluncurkan dan mendapatkan izin edar pada Desember 2020 lalu. Kini, GeNose telah dipasang di sejumlah titik rawan penularan virus corona, seperti stasiun kereta, hotel, dan tempat umum lainnya.
ADVERTISEMENT
GeNose sendiri adalah alat yang mampu mendeteksi dan mendiagnosis seseorang yang terpapar COVID-19 melalui media embusan napas. Dikembangkan oleh ilmuwan dari Universitas Gadjah Mada yang dipimpin Prof Kuwat Triyana, Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM.
GeNose pertama kali dibuat pada tahun 2008 untuk mendeteksi seseorang terkena TBC alias tuberkulosis. Tuberkulosis diketahui sebagai penyakit yang menyerang paru-paru, di mana pendeteksian bisa direfleksikan melalui embusan napas. Pada 2020, ketika GeNose memasuki fase akhir penelitian, pandemi virus corona menghantam dunia, termasuk Indonesia.
Peneliti UGM melihat bahwa salah satu media infeksi virus corona hampir sama dengan TBC, yakni paru-paru. Dari sinilah GeNose dikembangkan. Program yang tadinya digunakan untuk screening penyakit TBC dialihkan menjadi pendeteksi orang yang terinfeksi COVID-19.
Serah terima GeNose dari Menristek Bambang Brodjonegoro ke Menparekraf Sandiaga Uno. Foto: Dok. Istimewa
Teknologi GeNose masuk kategori breathalyzer, yakni alat untuk mendeteksi paparan virus melalui sampel atau embusan napas. Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro, menegaskan bahwa GeNose tidak didesain untuk mendeteksi virus, melainkan untuk mendeteksi orang yang terpapar virus.
ADVERTISEMENT
“GeNose ini tidak didesain untuk mendeteksi virus, Jadi ini penting sekali untuk diluruskan. Bukan mendeteksi virus, tetapi alat ini bisa mendeteksi orang yang sudah terpapar virus,” katanya dalam konferensi pers bertajuk “GeNose C-19 untuk Kepariwisataan Indonesia” yang berlangsung secara virtual, Jumat (19/2).
GeNose bekerja dengan cara mendeteksi senyawa Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi COVID-19 yang keluar bersama embusan napas seseorang.
Napas orang diambil di indera melalui sensor-sensor dan kemudian diolah datanya dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) untuk pendeteksian dan pengambilan keputusan. Selain unsur kecepatan dan keakuratan, GeNose didesain sangat handy sehingga dapat dioperasikan oleh seseorang secara mandiri dan efisien.
“Jadi VOC inilah yang mendeteksi orang yang terpapar virus atau tidak. Pertanyaannya, bagaimana alat ini bisa menganalisa VOC ini terpapar virus atau tidak? Kebetulan menariknya alat ini sudah menggunakan teknologi revolusi industri ke-4, menggunakan kecerdasan artificial intelligence,” kata Bambang.
Petugas mengetes penggunaan GeNose di Stasiun Pasar Senen, Sabtu (23/1). Foto: Kemenhub RI
Kelebihan dari AI adalah machine learning, yakni mesin yang tidak pernah berhenti belajar, kata Bambang. Dalam artian, ketika GeNose dijalankan, ia akan terus meng-update keakuratannya. Salah satu caranya adalah dengan mengumpulkan data-data yang sudah disimpan. Semakin sering GeNose digunakan, maka dia akan semakin akurat.
ADVERTISEMENT
“Genoses juga memiliki keunggulan lain ketimbang alat screening lain. Pertama lebih mudah karena tinggal menghembuskan napas. Kedua nyaman dan hasil yang didapat lebih cepat. GeNose juga harganya terjangkau, satu perangkat harganya cuma Rp 60 juta untuk 100 ribu kali pemakaian. Sementara untuk satu kali tes, masyarakat umum di stasiun misalnya, cukup membayar Rp 20 ribu,” ujarnya,
Ke depan, tim UGM sudah punya sejumlah rencana untuk pengembangan GeNose. Pertama semua data yang ada di Indonesia nantinya akan langsung dikirim ke Central di UGM untuk dilakukan pengujian ulang apakah program perlu di-update atau tidak.
Kedua, tim UGM akan membuat alat khusus penyimpan data supaya penggunaan GeNose tidak lagi membutuhkan laptop sebagai pembantu analisa. “Rencananya tim GeNose ke depan akan membuat alat khusus sehingga tidak perlu tambah laptop, dan dengan alat ini nanti data-data lebih gampang terkumpul di Central datanya,” ujar Bambang.
ADVERTISEMENT