Misteri Masalembo, Segitiga Bermuda Indonesia yang Telan Ratusan Jiwa

13 November 2020 7:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Segitiga Masalembo.  Foto: commons.wikimedia.org
zoom-in-whitePerbesar
Segitiga Masalembo. Foto: commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
Sudah sejak lama wilayah lautan Segitiga Bermuda di negara bagian Amerika Serikat menyimpan sejarah kelam. Terletak antara Bermuda, Puerto Riko, dan ujung Florida, wilayah ini menjadi pusat cerita mistis nan aneh atas menghilangnya banyak kapal serta pesawat yang melewatinya.
ADVERTISEMENT
Ternyata, Indonesia juga punya daerah macam itu. Dia adalah Segitiga Masalembo yang terletak di sekitar Pulau Masalembo di Laut Jawa bagian timur. Perairan ini konon banyak menelan korban jiwa. Sederet kecelakaan pernah terjadi di sana, mulai dari pesawat hingga kapal.
Dijelaskan dalam sebuah Jurnal Sainteic Maritim berjudul "Misteri Segitiga 'Masalembo' Merupakan Segitiga Bermuda di Wilayah Indonesia" yang ditulis oleh Mochammad Chaeran Harcici, dari Sekolah Tinggi Maritim dan TransporAMNI,” perairan Masalembo dianggap sebagai wilayah yang mistis berawal dari Tragedi Tampomas-II.
Pada 27 Januari 1981, Kapal Motor Penumpang (KMP) Tampomas-II mengalami kecelakaan tragis. Kapal yang dinakhodai Kapten Abdul Rivai ini tengah menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Sulawesi. Namun nahas, ia terbakar dan karam di tengah perairan Masalembo hingga menewaskan ratusan orang di dalamnya.
Kapal KM. Santika Nusantara dengan rute Surabaya - Balikpapan terbakar di Perairan Laut Utara Pulau Masalembo, Jawa Timur, Kamis (22/8). Foto: Dok. Istimewa
Setelah peristiwa itu terjadi, sejumlah rentetan kecelakaan terus menyertainya. Pada 30 Desember 2006, kapal laut Senopati Nusantara dinyatakan hilang sekitar pukul 03.00 WIB. Pihak KNKT menduga, kapal tersebut tenggelam akibat cuaca buruk. Total ada 628 penumpang yan hilang, termasuk anak buah kapal dan kaptennya.
ADVERTISEMENT
Satu hari kemudian, pesawat Adam Air penerbangan 574 dengan nomor ekor PK-KKW mengalami kecelakaan di perairan Masalembo, tepatnya pada 1 Januari 2007. Pesawat tersebut terjadwal melakukan perjalanan dari Jakarta-Surabaya-Manado. Beberapa bulan kemudian, 28 Agustus 2007, kotak hitam atau black box pesawat berhasil ditemukan.
Pada 19 Juli 2007, segitiga Masalembo kembali memakan korban. Kini menenggelamkan KM Mutiara Indah. Tujuh hari kemudian, Jumat 27 Juli 2007, giliran KM Fajar Mas yang tenggelam di perairan yang sama, dan 16 Agustus 2007, KM Sumber Awal menyusul mengalami kecelakaan di Masalembo.
Kecelakaan juga terjadi di tahun-tahun berikutnya. Terakhir, 19 Mei 2017, KMP Mutiara Sentosa-I rute Surabaya-Balikpapan mengalami kebakaran di perairan tersebut.

Faktor Segitiga Masalembo banyak memakan korban

Arus air yang melewati Segitiga Masalembo. Foto: Oscillation (ENSO)/Gordon A
Menurut peneliti, ada sejumlah faktor yang menyebabkan kenapa daerah Segitiga Masalembo berbahaya. Faktor pertama dipengaruhi adanya pertemuan arus yang disebut Arlindo. Dapat dilihat dari gambar di atas. Pada bagian atas (garis hijau) menunjukkan air laut mengalir dari barat memanjang di Laut Jawa, berupa monsoonal stream atau arus musiman.
ADVERTISEMENT
Arus Arlindo ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Sementara dari arah selat Makassar ada arus lain yang merupakan thermoklin, atau aliran air laut akibat perbedaan suhu lautan.
Kedua arus ini bertemu di sekitar Segitiga Masalembo. Kendati gerakannya tidak kencang, namun ini akan sangat memengaruhi pelayaran di wilayah tersebut. Hal yang sama disampaikan oleh ahli geologi terkemuka, Rovicky Dwi Putrohari, atau yang sering disebut Pakde dalam blognya geologi.co.id dengan judul "Segitiga Masalembo-The Indonesian 'Bermuda Triangle'.
“Arus musiman ini sangat dipengaruhi juga oleh suhu air laut akibat pemanasan matahari tentu saja. Kalau anda masih ingat bahwa lintasan matahari itu bergerak bergeser ke-utara-selatan dengan siklus tahunan. Itulah sebabnya pada bulan-bulan Januari yang merupakan saat perubahan arus musiman (monsoon),” tulis Rovicky dalam blognya.
Ilustrasi ombak di Segitiga Bermuda Foto: Shutter Stock
Menurut Rovicky, arus ini dapat membawa air laut dingin dari Samudra Pasifik ke Samudra Indonesia dengan debit hingga 15 juta meter kubik per detik, dan hampir keseluruhannya melalui Selat Makassar. Air sebesar ini dapat berdampak pada sejumlah proses kelautan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada perbedaan batuan antara Kalimantan dan Sulawesi. Kalimantan merupakan bagian dari Paparan Sunda (Indonesia barat), sedangkan Sulawesi merupakan bagian dari Indonesia Timur. Garis yang membaginya dulu ditemukan oleh Wallace yang kemudian disebut sebagai Garis Wallace.
“Dari Batuannya kita tahu bahwa di bawah Selat Makassar ini terdapat tempat yang sangat kompleks geologinya, di atasnya terdapat Selat Makassar yang juga memiliki karakter khusus di dunia ini di mana mengalirkan air yang sangat besar,” tulis Rovicky.
Faktor kedua adalah meteorologis yaitu adanya pengaruh angin monson. Monson adalah angin yang berembus setiap enam bulan sekali. Angin ini terjadi karena adanya perbedaan pemanasan Bumi utara dan belahan Bumi selatan. Angin Muson berembus setiap setengah tahun sekali dan selalu bergantian arah.
Ilustrasi pesawat jatuh Foto: Shutter Stock
Setiap enam bulan sekali terjadi perubahan musim seiring dengan berembusnya angin muson. Secara geografis, Indonesia diapit oleh dua benua, yaitu Asia dan Australia.
ADVERTISEMENT
Perbedaan tekanan udara di kedua benua tersebut mengakibatkan terjadinya angin muson. Angin muson yang berasal dari Asia disebut angin muson barat, dan angin muson yang berasal dari Australia disebut angin muson timur.
Di Segitiga Masalembo, terkadang terjadi arus laut dan angin yang mengalir akibat adanya perbedaan tekanan dalam siklus harian maupun tahunan, lalu keduanya bertemu dan menjadi satu, membentuk seperti tornado, badai, hurricane ataupun typhoon dalam putaran yang lambat tapi bisa tiba-tiba berubah arah.
Dengan begitu, kata Rovicky, kecelakaan yang banyak terjadi di Segitiga Masalembo lebih ditekankan oleh faktor gangguan alamiah, bukan mistis sebagaimana beredar di masyarakat.
“Yang mungkin paling dominan adalah faktor meteorologi termasuk di dalamnya faktor cuaca, angin, hujan, awan, kelembaban air dan suhu udara yang mungkin memang merupakan manifestasi dari konfigurasi batuan serta kondisi geologi, oseanografi serta geografi yang sangat unik,” paparnya.
ADVERTISEMENT