Misteri Suara Dentuman di Jabodetabek, Dari Mana Asalnya?

12 April 2020 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau terlihat dari pinggir pantai di Desa Pasauran, Serang, Banten, Sabtu (11/4). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
zoom-in-whitePerbesar
Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau terlihat dari pinggir pantai di Desa Pasauran, Serang, Banten, Sabtu (11/4). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
ADVERTISEMENT
Sumber bunyi dentuman keras yang terdengar di Jakarta, Bogor, Depok, hingga Bekasi belum terpecahkan. Beberapa kesaksian menyebut, dentuman terdengar berulang kali pada Sabtu (11/4) dini hari hingga pagi, bahkan sampai membuat kaca bergetar. Banyak spekulasi beredar ihwal sumber suara dentuman tersebut.
ADVERTISEMENT
Publik mengaitkan fenomena ini dengan erupsi Gunung Anak Krakatau yang terjadi sejak Jumat (10/4). Bantahan pun datang dari Kepala Bidang Gunung Api Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendra Gunawan. PVMBG menyatakan tidak terdengar dentuman dari Pos Pengamatan di Pasauran, Pantai Carita.
"Letusannya itu kecil. Jadi bayangkan, kalau letusan kecil, dari pos enggak kedengaran, bisa kedengaran sampai Depok-Bogor enggak? Ini cuma sekitar 500 meter letusannya," kata Hendra, kepada kumparan, Sabtu (11/4).
Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Prof. Dony Kushardono, peneliti utama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), lewat unggahan di akun Instagram resmi @lapan_ri. Berdasarkan pengamatan citra satelit pada 10-11 April, letusan Gunung Anak Krakatau mulai terlihat mengeluarkan abu vulkanik pukul 23.10 WIB. Abu vulkanik lalu menyebar ke arah barat hingga pukul 05.00 WIB.
ADVERTISEMENT
Pada sekitar pukul 00.00 WIB di antaranya, tampak muncul semburan debu vulkanik yang membesar, hasil dari letusan besar.
“Jadi suara dentuman yang terdengar di Jakarta-Depok yang diisukan terjadi sekitar pukul 02.00 WIB dini hari tadi kemungkinan bukan dari suara letusan Gunung Anak Krakatau,” tulis LAPAN.
Erupsi Gunung Anak Krakatau, Sabtu (11/8). Foto: Dok. PVMBG
Sementara lewat siaran pers resmi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyatakan hasil monitoring kegempaan sejak Jumat (10/4) malam hingga Sabtu (11/4) pukul 06.00 WIB, menunjukkan tidak ada aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, maupun Banten.
Meskipun ada aktivitas gempa kecil di Selat Sunda pada Jumat (10/4) pukul 22.59 WIB, kekuatannya hanya 2,4 Magnitudo sehingga tidak dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan data tersebut, BMKG memastikan bahwa suara dentuman tidak bersumber dari aktivitas gempa tektonik.
ADVERTISEMENT
Di lain pihak, Dr. I Gusti Bagus Eddy Sucipta, S.T., M.T, ahli vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung, menjelaskan dentuman tersebut memang terjadi bersamaan dengan letusan tipe strombolian Gunung Anak Krakatau. Namun, dirinya belum memiliki data yang mengaitkan keduanya.
“Letusan tipe strombolian biasanya tidak akan berdentum terlalu kuat jika dibanding letusan tipe plinian seperti dulu Gunung Krakatau meletus tahun 1883,” ujar Eddy Sucipta, Sabtu (11/4).
Dalam pegunungan apian, letusan tipe strombolian memiliki energi yang lemah sampai sedang. Skala kekuatannya hanya dua sampai tiga sehingga tidak menghasilkan dentuman yang besar.
Erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Desember 2018. Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Pendapat lain dilontarkan oleh ahli vulkanologi yang juga mantan Kepala Badan Geologi dan Kepala PVMBG, Surono alias Mbah Rono. Ia menyebut suara dentuman misterius itu justru berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
ADVERTISEMENT
“Malam hari yang sepi, semua mengisolasi diri, suara deru kendaraan lenyap terimbas corona. Maka tidak salah, dentuman GAK membahana, mengusir sepi. Itulah alam,” ujar Mbah Rono, kepada kumparan, Sabtu (11/4).
Mbah Rono menambahkan, hal itu merupakan fenomena alam biasa yang tidak perlu ditakuti. Anak Krakatau diibaratkan sebagai anak-anak yang ingin cepat tinggi dan besar, sehingga harus bergerak dinamis dengan cara meletus, melontarkan material pijar, kilatan petir, dan suara seperti pesawat terbang akan lepas landas.
Ia juga mengisahkan, dirinya pernah dipanggil mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, karena kekhawatiran masyarakat yang mendengar suara dentuman Gunung Anak Krakatau setiap malam.
“Saya jawab, siang juga ada dentuman, tidak terdengar karena bising kendaraan, dll. Idem saat ini, mobil-mobil tidur di garasi, suara dentuman GAK mengusir sepi. Tidak perlu takut, kita negara yang banyak memiliki gunung api,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT

Dentuman Tak Terdengar di Posko Pemantauan Gunung Anak Krakatau

Panorama Gunung Salak, Jawa Barat Foto: Flickr / cipera1
Dalam pernyataan berlanjut, PVMBG mengatakan bahwa suara dentuman justru terdengar dari dua posko pemantauan di Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango. Sementara pos pemantauan Gunung Anak Krakatau di Banten dan Lampung melaporkan tak ada suara dentuman sama sekali.
"Yang di pos Gunung Gede, Puncak, Bogor mendengar sekitar pukul 22.00, saat itu hujan petir. Dan yang di Gunung Salak, ini hanya mendengar dentuman saja pukul menjelang subuh. Mungkin suaranya dari sekitarnya," ujar Hendra.
Dentuman di Gunung Gede Pangrango disebutnya terjadi karena daerah Puncak, Bogor, diguyur hujan petir pada tengah malam. Menanggapi hal ini, Mbah Rono menyebut bunyi dentuman mungkin saja bersumber dari kedua gunung tersebut, jika memang sebelumnya didahului peristiwa meletus.
ADVERTISEMENT
“Apa Gunung Salak dan Gunung Gede meletus? Jika iya, bisa saja benar dentuman dari dua gunung tersebut. Jika tidak meletus, dentuman apa di kedua gunung tersebut?” ujar Mbah Rono. “Masa masyarakat kita tidak bisa membedakan suara halilintar dan dentuman aneh.”
Ketika suara dentuman dari Gunung Anak Krakatau seakan “melompati” posko pemantauan di sekitarnya, sehingga tak didengar warga setempat, Mbah Rono menyebut ada sejumlah faktor penyebabnya.
“Gelombang suara bergantung pada tekanan dan temperatur udara, yang di setiap daerah beda-beda, (ada yang) meredam dan ada yang loloskan seutuhnya,” tuturnya.
Hingga kini, belum ada bukti yang bisa memberikan jawaban pasti dari mana asal dentuman di Jabodetabek.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT