Mitos Ratu Kidul Bantu Ungkap Sejarah Tsunami Besar di Selatan Jawa

25 Juli 2019 15:13 WIB
clock
Diperbarui 16 September 2019 20:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Pusat Penelitian Geoteknoligi LIPI, Eko Yulianto (rompi oranye) menjelaskan soal koral besar yang terbawa oleh tsunami kepada Kepala BNPB Letjen Doni Monardo. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Pusat Penelitian Geoteknoligi LIPI, Eko Yulianto (rompi oranye) menjelaskan soal koral besar yang terbawa oleh tsunami kepada Kepala BNPB Letjen Doni Monardo. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, masyarakat di daerah pesisir pantai Pangandaran, Cilacap, hingga Jawa Timur, dihebohkan dengan pemberitaan ihwal potensi terjadinya gempa berkekuatan 8,8 magnitudo yang diikuti tsunami setinggi 20 meter di sepanjang pesisir selatan Jawa.
ADVERTISEMENT
Menanggapi isu tersebut, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing. Tapi, BMKG mengatakan pergerakan lempeng besar atau megathrust di selatan Jawa tetap perlu diwaspadai dengan upaya mitigasi struktural dan non-struktural. Gerak sesar itulah yang berpotensi menimbulkan gempa berkekuatan 8,8 magnitudo.
Sementara itu, tim dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan pelacakan jejak tsunami masa lalu di pantai Selatan Jawa. Dipimpin oleh Eko Yulianto, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, tim ini melakukan penggalian deposit tsunami di beberapa daerah, seperti Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Yogyakarta, hingga Bali.
Ilustrasi Tsunami. Foto: Pixabay
Mereka juga melacak keberadaan tsunami pada masa lalu melalui kisah-kisah dongeng dan mitos, atau dikenal dengan metode geomitologi dengan keyakinan bahwa mitos sering kali menyimpan informasi tentang suatu peristiwa pada masa lalu.
ADVERTISEMENT
"Prinsip yang digunakan adalah Bumi mempunyai siklus untuk peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya apakah itu letusan gunung, tsunami, banjir, gempa, dan sebagainya," ujar Eko, dalam seminar ‘The Untold Story of Java Southern Sea’ di kantor LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (25/7).
Salah satu mitos yang diyakini menyimpan fakta terjadinya tsunami adalah cerita Ratu Kidul yang dikenal sebagai Ratu Pantai Selatan. Dalam mitos tersebut ada sebuah kejadian yang menceritakan tentang adanya gelombang besar di pantai Selatan Jawa, yang kemudian diyakini sebagai metafora.
Eko Yulianto, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, di acara ‘The Untold Story of Java Southren Sea’. Foto: Habib Allbi Ferdian/kumparan
Menurut Eko, cerita terjadinya gelombang besar dalam mitos Ratu Kidul bisa jadi merupakan kesaksian masyarakat zaman dulu tentang tsunami besar yang melanda wilayahnya pada masa lampau, yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk cerita yang berbeda, sesuai dengan pengetahuan orang-orang pada masa itu.
ADVERTISEMENT
"Dalam cerita Ratu Kidul, gelombang besar ini digunakan untuk kebutuhan politik dari Panembahan Senopati yang ingin menjadi raja baru sedangkan dia bukan keturunan langsung raja, maka perlu legitimasi politik yang dikemas dalam bentuk mitos turun-temurun," jelas Eko.
Terjadinya gelombang besar juga dipaparkan dalam lagu Jawa berjudul “Serat Srinata” yang dalam diksinya menyebut beberapa ungkapan terjadinya tsunami besar.
“Kurang lebih seperti ini lagu yang sudah diartikan, kilat dan halilintar bersamaan, gemuruh suaranya menakutkan, mengira bahwa itu adalah kiamat, air naik ke angkasa, bahkan seperti bercampur dengan ikan airnya, pada saat itu dikisahkan, Ratu Kidul saat mendengarnya,” ujar Eko.
Beranjak dari cerita ini, kemudian tim melakukan penelusuran yang dimulai dari tahun 2006 hingga 2017, mencari bukti jejak tsunami di sepanjang laut Selatan Jawa. Mereka kemudian mengunjungi beberapa lokasi di sepanjang pesisir pantai, di antaranya adalah Ciletuh, Pangandaran, Cilacap, Kulonprogo, Pacitan, hingga terakhir Bali.
Kepala Pusat Penelitian Geoteknoligi LIPI, Eko Yulianto (rompi oranye) menjelaskan soal koral besar yang terbawa oleh tsunami kepada Kepala BNPB Letjen Doni Monardo. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Hasilnya, tim menemukan bukti endapan tanah yang diyakini sebagai jejak tsunami di wilayah-wilayah yang dikunjungi, dengan waktu penanggalan yang hampir sama, sekitar 400 tahun yang lalu, atau sekitar tahun 1600 Masehi.
ADVERTISEMENT
Menurut Eko, selama ini keberadaan mitos sudah mengakar kuat di masyarakat. Hanya saja, banyak orang yang belum paham akan pesan-pesan yang ada di balik mitos tersebut.
“Dari sudut pandang geomitologi, mitos itu sebenarnya adalah metafora, yang menceritakan tentang sebuah kejadian real atau natural di masa lalu, yang kemudian dibungkus atau dimaknai kepercayaan masyarakat pada saat cerita itu dikembangkan dan bercampur selanjutnya dalam proses-proses transformasi cerita itu dari waktu ke waktu,” papar Eko.
“Membuka isi pesan di dalam mitos itu, maka bisa jadi medium penyadaran dan kesiapsiagaan bencana secara mudah untuk masyarakat.”
Nyai Roro Kidul karya Gunawan Kartapranata, 2003. (Foto: commons.wikimedia.org.)
Selain melakukan penelusuran dongeng lokal serta penggalian deposit, Eko bersama timnya kini juga sedang menyiapkan peta rendaman tsunami dalam skala detail 1:10.000. Peta tersebut nantinya bisa menjadi acuan kuat untuk perencanaan tata ruang wilayah pesisir.
ADVERTISEMENT
Dari peta tersebut akan bisa dipetakan data dasar ancaman tsunami seperti daerah yang tergenang sehingga bisa dihitung risiko dan direncanakan upaya pengurangan risikonya. Peta ini ditargetkan akan selesai pada 2020 mendatang dengan tahap awal di 12 daerah yang memiliki kerentanan tinggi seperti Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Yogyakarta, dan Pacitan.
"Perlu segera dipikirkan strategi pengurangan risiko oleh pemerintah daerah dengan efek pembangunan di jalur selatan Jawa," imbuhnya.