Obat Dexamethasone Bisa Selamatkan Pasien Corona Kritis, Ini Kata WHO

17 Juni 2020 11:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis membawa pasien virus corona dari ambulans menuju rumah sakit S Thomas di London, Inggris. Foto: REUTERS/Hannah McKay
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis membawa pasien virus corona dari ambulans menuju rumah sakit S Thomas di London, Inggris. Foto: REUTERS/Hannah McKay
ADVERTISEMENT
Pandemi virus corona memaksa para ahli berlomba-lomba menemukan obat untuk merawat pasien COVID-19, penyakit yang disebabkan virus tersebut. Tapi, siapa sangka obat yang terbukti ampuh merawat pasien corona merupakan obat lama yang dijual dengan harga terjangkau di pasaran.
ADVERTISEMENT
Menurut sebuah laporan National Institute for Health Research (NIHR) di Inggris, pemberian obat deksametason (dexamethasone) dalam dosis rendah terbukti meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien tertentu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyambut baik hasil uji klinis awal dexamethasone dalam terapi pengobatan pasien COVID-19. Manfaatnya mengurangi risiko kematian bagi pasien dengan gejala buruk disebut WHO sebagai berita bagus.
“Ini adalah pengobatan pertama yang ditunjukkan untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan COVID-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menanggapi laporan NIHR tersebut dalam pernyataan resmi, Selasa (16/6) waktu setempat.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto: REUTERS/Denis Balibouse
"Ini adalah berita bagus dan saya mengucapkan selamat kepada Pemerintah Inggris, Universitas Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien di Inggris yang telah berkontribusi pada terobosan ilmiah yang menyelamatkan jiwa ini," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, WHO hingga saat ini belum mengesahkan obat apa pun sebagai obat resmi untuk pasien virus corona.

Hasil uji klinis dexamethasone

NIHR menjelaskan, sebanyak 2.104 pasien COVID-19 di Inggris secara acak diberikan dexamethasone satu kali dalam sehari selama 10 hari. Perawatan mereka kemudian dibandingkan dengan 4.321 pasien lain yang secara acak dirawat dengan pengobatan biasa.
Di antara kelompok kontrol perawatan biasa dalam 28 hari, mortalitas paling tinggi ada pada pasien yang menggunakan ventilator (41 persen). Sedang pasien yang hanya menggunakan oksigen memiliki tingkat kematian 25 persen, sementara pasien yang tidak menerima intervensi pernapasan punya mortalitas 13 persen.
Di sisi lain, pasien dengan perawatan yang diberikan dexamethasone punya tingkat kematian yang lebih kecil. Menurut NIHR, pasien dengan ventilator dan oksigen yang diberikan dexamethasone memiliki tingkat kematian masing-masing sebesar 28 persen dan 20 persen.
Ilustrasi obat virus corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Adapun pemakaian dexamethasone bagi pasien tanpa intervensi tidak memberikan manfaat apa pun, kata NIHR. Namun, secara keseluruhan pasien yang diberikan obat itu hanya memiliki tingkat kematian 17 persen, dengan dampak positif yang paling terasa bagi pasien yang dirawat dengan ventilator.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, penelitian yang dilakukan di Universitas Oxford dan dipimpin oleh Profesor Peter Horby dan Profesor Martin Landray ini menemukan, dexamethasone mengurangi risiko kematian hingga sepertiga pada pasien berventilasi dan seperlima pada pasien lain yang hanya menerima oksigen. Tidak ada manfaat di antara mereka yang tidak membutuhkan intervensi pernapasan.
"Ada manfaat yang jelas," kata Profesor Martin Landray, dikutip dari BBC. "Pengobatan dexamethasone berlangsung selama 10 hari dan biayanya sekitar 5 poundsterling per pasien. Jadi pada dasarnya harganya 35 poundsterling untuk menyelamatkan hidup. Ini adalah obat yang tersedia secara global."
Profesor Landray pun menganjurkan agar rumah sakit segera memberikan dexamethasone bagi pasien tanpa menunda-nunda. Namun, kata dia, orang-orang tidak boleh membelinya untuk dipakai tanpa pengawasan dokter di rumah.
ADVERTISEMENT
Dexamethasone sendiri adalah steroid yang telah digunakan sejak 1960-an untuk mengurangi peradangan dalam berbagai kondisi, termasuk gangguan peradangan dan kanker tertentu. Obat itu telah terdaftar dalam Daftar Model Obat Esensial WHO sejak 1977 dalam berbagai formulasi, dan saat ini tidak memiliki paten dan tersedia dengan harga terjangkau di sebagian besar negara.
Polemik obat corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan

Dexamethasone masih diperdebatkan

Penelitian mengenai manfaat dexamethasone pun masih perlu dilanjutkan untuk mengumpulkan bukti yang lebih kuat dan meyakinkan. Sebab, penggunaan steroid sebagai terapi pasien virus corona telah menjadi sumber perdebatan medis, di mana beberapa ahli khawatir bahwa jenis obat-obatan itu dapat menjadi faktor risiko untuk infeksi.
Menurut laporan The Washington Post, steroid, termasuk di dalamnya adalah dexamethasone, telah dicoba dengan hasil yang beragam terhadap tekanan pernapasan akut. Jenis obat-obatan itu diketahui juga dapat menyebabkan kegagalan paru-paru yang memiliki beberapa kemiripan dengan gejala infeksi COVID-19 berat.
ADVERTISEMENT
"Kami selalu memiliki kekhawatiran ketika kami memberikan steroid kepada pasien secara umum, karena steroid menekan sistem kekebalan tubuh," kata Nahid Bhadelia, direktur medis unit patogen khusus di Boston Medical Center. "Obat itu membawa risiko memperburuk infeksi saat ini dan meningkatkan kemungkinan infeksi lain berpijak."
Ilustrasi obat COVID-19. Foto: Shutter Stock
Bhadelia sendiri mengkritisi cara NIHR mengumumkan riset mereka. Mestinya, NIHR memberikan pula data lengkap riset mereka dan bukan hanya sekadar siaran pers.
Kritik yang sama juga dilontarkan oleh Isaac Bogoch, seorang spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Umum Toronto, yang juga diwawancarai oleh The Washington Post. Menurut Bogoch, tanpa publikasi komplit dari uji coba yang disampaikan NIHR, ahli kesehatan seperti dirinya sulit untuk menilai apakah dexamethasone memang ampuh dalam mengurangi kematian bagi pasien yang mengonsumsinya.
ADVERTISEMENT
kumparan telah mencoba mencari riset dexamethasone yang dibuat NIHR. Namun, NIHR tidak menyematkan link apa pun yang merujuk kepada riset penuh uji klinis obat tersebut.
WHO sendiri mengatakan, riset NIHR diharapkan bisa dipublikasi dalam waktu dekat. Hingga saat ini, kata WHO, NIHR baru memberikan wawasan awal terkait uji klinis dexamethasone.
“Para peneliti berbagi wawasan awal tentang hasil uji coba dengan WHO, dan kami menantikan analisis data lengkap dalam beberapa hari mendatang,” kata WHO, dalam keterangan resmi di situs web mereka. “WHO akan mengkoordinasikan meta-analisis untuk meningkatkan pemahaman kita secara keseluruhan tentang intervensi ini. Panduan klinis WHO akan diperbarui untuk mencerminkan bagaimana dan kapan obat harus digunakan dalam COVID-19.”
***
Simak video menarik di bawah ini.
ADVERTISEMENT