Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (National Institutes of Health/NIH) resmi menghentikan uji klinis obat malaria hidroksiklorokuin untuk perawatan pasien virus corona. Kebijakan ini menyusul serangkaian bukti yang menemukan obat tersebut tidak memberikan manfaat bagi pasien yang terjangkit corona.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS juga telah mencabut izin penggunaan hidroksiklorokuin sebagai pengobatan darurat pasien COVID-19 .
“Dewan pemantauan keselamatan dan data telah bertemu Jumat (19/6) malam dan menentukan bahwa meskipun tidak ada bahaya, studi terhadap obat (hidroksiklorokuin) tampak tidak bermanfaat bagi pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19,” kata NIH, dalam pernyataan resmi.
FDA juga telah menyatakan hidroksiklorokuin dipastikan tidak efektif dalam mengobati COVID-19 dan memperingatkan efek samping konsumsi obat, termasuk masalah irama jantung yang serius.
Adapun hidroksiklorokuin biasa digunakan untuk mengobati penyakit malaria dan rheumatoid seperti radang sendi. Obat itu sempat memicu euforia sejak awal tahun setelah beberapa studi berskala kecil menunjukkan hidroksiklorokuin dapat bermanfaat untuk mengobati virus corona.
ADVERTISEMENT
Namun, studi yang lebih besar menunjukkan obat klorokuin tidak cukup membantu dan malah menyebabkan masalah jantung pada beberapa pasien. Salah satu studi di New England Journal of Medicine mengungkap hidroksiklorokuin tidak bekerja lebih baik daripada obat plasebo dalam mencegah infeksi virus corona .
Di sisi lain, Presiden Donald Trump berulang kali menggembar-gemborkan potensi obat klorokuin untuk menyembuhkan pasien virus corona. Dokter Gedung Putih, Dr. Sean Conley, mengatakan bahwa setelah mendiskusikan serangkaian bukti penelitian terhadap hidroksiklorokuin dengan presiden, mereka menyimpulkan manfaat potensial dari obat tersebut melebihi risiko relatifnya.
Sejauh ini, FDA belum menyetujui satu pun obat untuk menyembuhkan pasien COVID-19 yang telah menginfeksi lebih dari 8,9 juta orang di seluruh dunia dan merenggut 466.684 korban jiwa, menurut data dari Worldometers hingga Minggu (21/6).
ADVERTISEMENT