Pasien Covid Isoman Jangan Minum Obat Sembarangan, Ini Bahayanya

14 Juli 2021 15:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi obat terapi COVID-19. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat terapi COVID-19. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Para ahli kesehatan meminta para pasien corona yang melakukan isolasi mandiri (isoman) untuk tidak minum obat sembarangan. Penggunaan obat tanpa konsultasi ke dokter justru dapat memperburuk kondisi mereka saat isoman.
ADVERTISEMENT
Sejak kasus corona di Indonesia melonjak pada pertengahan Juni lalu, daftar obat-obatan terapi COVID-19 untuk isoman berseliweran di media sosial. Namun, masyarakat perlu kritis menanggapi daftar obat tersebut.
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, dekan Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia, baru-baru ini menemukan keberadaan obat dexamethasone di dalam daftar obat isoman yang berseliweran di media sosial tersebut. Padahal, dexamethasone tak bermanfaat bagi pasien COVID-19 yang sedang isoman.
“Ilmu kedokteran berbasis bukti menyebut dexamethasone tidak berguna untuk pasien tanpa gejala, begitupun untuk gejala ringan dan sedang,” kata Prof. Ari kepada kumparanSAINS, Senin (12/7). “Observasi saya atas kasus yang memburuk salah satunya adalah mengonsumsi dexamethasone baik generik maupun merk dagang.”
Senada dengan Prof. Ari, dosen di Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Prof. Dr. Keri Lestari, menjelaskan bahwa daftar obat terapi COVID-19 yang berseliweran di media sosial itu memuat informasi keliru perihal dosis obat dan kriteria pasien.
ADVERTISEMENT
“Pertama, dari penggunaan antivirus dosisnya enggak pas,” ucap Prof. Keri kepada kumparanSAINS, Rabu (14/7). “Dan juga yang paling harus diperhatikan, pasien isoman tuh masuk kriteria apa? Kalau OTG (orang tanpa gejala) enggak perlu antibiotik dan antivirus.”

Bahaya konsumsi obat sembarangan, dapat menekan sistem imun

Keberadaan dexamethasone dalam hoaks daftar obat yang tersebar di media sosial menjadi perhatian Prof. Ari dan Prof. Keri. Sebab, obat tersebut justru lebih banyak memberikan dampak negatif ketimbang manfaat bagi pasien corona yang isoman.
Ari menyebut, dexamethasone membuat daya tahan tubuh menjadi lemah bagi pasien corona yang sedang isoman.
“Saya sebut obat ini sebagai pisau bermata dua,” tegasnya. “Untuk yang tanpa gejala, gejala ringan dan sedang khususnya diawal penyakit yang dibutuhkan adalah peningkatan daya tahan tubuh. Dexamethasone membuat daya tahan tubuh kita menjadi lemah, sehingga membuat virus menjadi mudah merajalela.”
ADVERTISEMENT
Untuk pasien dengan hipertensi dan kencing manis, misalnya, dexamethasone bisa membuat gula darah dan tekanan darah menjadi tidak terkontrol. Pada gilirannya, obat ini akan memperburuk pasien dengan hipertensi dan kencing manis yang memang menjadi komorbid untuk pasien COVID-19.
Efek samping dexamethasone juga menyebabkan pasien menjadi mudah cemas, insomnia dan gangguan makan, kata Prof. Ari. Masalah tersebut justru harus dihindari saat kita menderita COVID-19.
Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam. Foto: Dok. Istimewa
Prof. Keri pun sepakat dengan Prof. Ari. Dia menyebut, dexamethasone merupakan anti-inflamasi untuk pasien COVID-19 dengan gejala berat yang dirawat di rumah sakit.
Fungsi obat ini adalah untuk menghindarkan terjadinya badai sitokin. Dexamethasone hanya boleh digunakan untuk mencegah perburukan dan kematian pasien yang dalam kondisi berat.
“Kalau mereka yang isoman, tidak disarankan untuk diberikan dexamethasone. Karena justru akan mensupresi atau menekan sistem imunnya,” ungkap Prof. Keri. “Padahal, dalam kondisi isoman, justru yang disuruh melawan kan sistem imunnya. Jadi, memang tidak disarankan untuk kondisi isoman mengonsumsi dexamethasone.”
ADVERTISEMENT
Prof. Keri bercerita bahwa ia pernah menangani beberapa pasien corona isoman yang mengkonsumsi dexamethasone. Ketika mengetahui hal tersebut, Prof. Keri meminta mereka untuk berhenti mengkonsumsi dexamethasone. Sebab, dexamethasone menekan sistem imun tubuh, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kecepatan sembuh pasien.
“Kecepatan kesembuhannya dapat terintervensi dengan diberikan dexamethasone. Saya ada beberapa pasien yang (bertanya) “kenapa ya saya enggak negatif-negatif?” Terus saya tanya, “minum apa?” Ternyata di dalamnya ada dexamethasone-nya. Saya bilang “sudah, berhenti saja dexamethasone-nya,” pungkasnya.
“Beberapa hari kemudian, sudah negatif. Karena dexamethasone akan menekan sistem imunnya.”
Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran, Keri Lestari. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan

Penggunaan obat terapi COVID-19 perlu konsultasi dokter

Baik Prof. Ari maupun Prof. Keri mengatakan bahwa pasien corona tanpa gejala tak perlu mengkonsumsi obat apa pun, kecuali vitamin. Adapun untuk pasien isoman gejala ringan, mereka bisa mengkonsumsi obat, namun harus konsultasi dulu ke dokter.
ADVERTISEMENT
“Nah, untuk mereka yang ringan, selain pemberian dari vitamin, juga perlu diberikan antibiotik dan antivirus. Dosisnya ada loading dose untuk antivirus itu. Ini memerlukan asesmen dari dokter. Kenapa? Karena antivirus dan antibiotik itu pembeliannya harus dengan resep dokter karena obat keras,” jelas Prof. Keri.
Pasien corona isoman kini dapat konsultasi secara gratis di 11 aplikasi telemedicine yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Mereka juga dapat menghubungi puskesmas terdekat untuk konsultasi dengan dokter.
Pada pasien dengan gejala ringan dan sedang yang sedang isoman, mereka bisa diberikan antivirus seperti favipirafir dan azitromisin, menurut Prof. Ari.
“Favipiravir sebagai obat antivirus untuk mengurangi jumlah virus. Sedangkan azitromisin sebagai anti-radang dan imunomodulator untuk melawan virus tersebut,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Mencatut rekomendasi WHO, Prof. Ari mengatakan bahwa pasien corona tanpa gejala dapat isolasi mandiri selama 10 hari. Adapun untuk pasien gejala ringan, harus melalui isolasi mandiri selama 10 hari ditambah tiga hari tanpa gejala.
Setelah melalui isolasi, pasien dianggap sudah berhasil mengatasi infeksi COVID-19 dan tidak lagi menularkan ke orang lain.
Ilustrasi mengonsumsi obat. Foto: shutterstock