news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Patah Hati Bisa Menyebabkan Kematian

29 Desember 2017 19:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cinta tak berbalas. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cinta tak berbalas. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Menurut Shakespeare dalam “Deadly grief”, kehilangan orang yang dicintai, tidak hanya berdampak pada perasaan tetapi juga berdampak kepada tubuh orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah rasa kehilangan akibat patah hati bisa membunuh seseorang?
Riset menunjukkan, orang yang patah hati karena ditinggal oleh orang yang ia cintai memiliki risiko kematian yang lebih besar dari orang normal. Pada tahun 2011, para peneliti dari Universitas Harvard dan Universitas Yamanashi, Tokyo, melakukan penelitian dengan melibatkan 2,2 juta individu. Dari hasil penelitian itu, mereka berhasil membuktikan, 41 persen risiko kematian ada di enam bulan pertama setelah orang tersebut patah hati.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh seorang profesor di Universitas of Wisconsin-Madison, Tracy Schroepfer, menyatakan hal serupa. Ia menganalogikan ketika seorang istri meninggal, suami yang ditinggalkannya seakan merasa terisolasi.
Menurutnya, laki-laki tersebut akan merasa kesepian dan hal itu akan berdampak kepada dirinya, karena secara sederhana ia mengatakan, jika laki-laki yang ditinggalkan itu tidak bisa berbelanja dan memasak hal itu akan berpengaruh kepada kesehatannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, menurutnya perempuan akan lebih kuat ketika mereka ditinggalkan orang yang mereka cintai. Meskipun begitu bukan berarti menghilangkan risiko kematian yang ia hadapi.
Hal itu dibuktikan, oleh sebuah riset pada 2013 yang meilbatkan 69.000 perempuan di Amerika. Penelitian itu menunjukkan bahwa risiko kematian seorang ibu meningkat 133 persen dalam dua tahun setelah kematian anaknya.
Sedangkan, sebuah penelitian di Inggris yang diterbitkan oleh JAMA Internal Medicine, menyebutkan risiko serangan jantung dan stroke dua kali lipat selama 30 hari pertama setelah kematian pasangannya.
Menurut Ziegelstein, patah hati menyebabkan seorang menjadi stres dan orang yang menderita stres dalam jangka waktu yang lama dapat menyebakan berbagai masalah dengan hati orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia beralasan, jantung membutuhkan banyak pasokan oksigen, pada waktu yang sama pembuluh darah tidak membesar. Malahan menurutnya, stres tersebut akan menyebabkan pembuluh darah menyempit dan hasilnya aliran darah akan menurun.
Selain jantung, organ yang terpengaruh oleh rasa stres akibat patah hati adalah sistem kekebalan tubuh.
Menurut seorang Psikolog di Universitas of Virginia, James Coan mengatakan stres akibat patah hati akan memberikan sugesti kepada tubuh. Sugesti yang diterima memberikan efek kepada tubuh seolah-olah tubuh tidak dapat melawan berbagai macam penyakit, hal itulah yang menyebabkan daya tahan tubuh seseorang turun.
Antropolog dari Universitas Rutgers, Helen Fisher menjelaskan sebagai makhluk sosial, Fisher mengatakan ketika seseorang sedang jatuh cinta, dopamin secara otomatis diaktifkan. Hal itu memberi anda energi, fokus, motivasi, optimisme, kreativitas dan hal-hal yang menyehatkan manusia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, menurutnya, patah hati dapat merusak otak manusia dan menyebabkan kematian