Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pada Minggu (4/8) siang, masyarakat di DKI Jakarta, Banten, dan sebagian wilayah Jawa Barat mengalami mati listrik massal. Kondisi padamnya listrik berangsur pulih menjelang Minggu malam, meski masih ada beberapa daerah yang listriknya belum nyala.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, polusi udara dan suhu Jakarta mengalami penurunan. Pada Senin (5/8) pagi, situs AirVisual memberi nilai air quality index (AQI) Jakarta di angka 81. Nilai itu menunjukkan bahwa kondisi udara di Jakarta berada di level sedang atau moderate.
Banyak orang yang menghubungkan peningkatan kualitas udara ini dengan mati listrik massal yang terjadi sebelumnya. Tapi, benarkah demikian?
Nature melaporkan, ada satu kejadian mati listrik di Amerika Serikat yang menyebabkan penurunan polusi udara sehari setelahnya. Kejadian mati listrik terjadi pada 14 Agustus 2003.
Kala itu, 100 pembangkit listik di timur laut AS dan Kanada tenggara tidak bekerja. Itu membuat 50 juta orang tidak memiliki listrik selama lebih dari 30 jam.
Russell Dickerson, peneliti University of Maryland, memanfaatkan kejadian ini untuk mempelajari efek pembangkit listrik pada polusi udara. Riset itu telah dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.
ADVERTISEMENT
Tim peneliti menemukan, bahwa konsentrasi ozon permukaan di derah tersebut berkurang hingga setengahnya. Selain itu, riset mengungkap bahwa jumlah kandungan sulfur dioksida di udara menurun hingga lebih dari 90 persen. Ini membantu mengurangi efek kabut hingga 70 persen.
Hal ini mengejutkan para peneliti. Sebab, pembangkit listrik diduga "hanya menyumbang" 20 persen nitrogen oksida dan 70 persen sulfur dioksida di udara AS.
Dickerson mengatakan, hasil ini menunjukkan polutan dari asap yang membubung tinggi hingga ratusan meter memiliki dampak luas pada kualitas udara. Ini dibandingkan polutan dari knalpot kendaraan.
Meski begitu, ia menambahkan bahwa tutupnya industri lain saat mati listrik turut berkontribusi atas penurunan polusi.
Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, untuk mengetahui pasti hal ini perlu data dari sumber pencemar. Menurut Bondan, dengan mengetahui seberapa signifikan penurunan polusi dari masing-masing parameter, kita bisa menjawab hal itu.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, saat tim kumparan menghubungi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta terkait peningkatan kualitas udara Jakarta (5/8) pagi, mereka belum memberi respons.
Bondan menyampaikan bahwa sebelumnya DKI Jakarta pernah mengeluarkan video mengenai sumber pencemaran udara Jakarta. Data itu menunjukkan sumber pencemaran udara terbesar adalah transportasi darat dengan angka persentase sebesar 75 persen.
Sedangkan pembangkit listrik & pemanas hanya menyumbang sembilan persen pencemaran udara. Sisanya dibagi menjadi pembakaran industri delapan persen dan pembakaran domestik delapan persen.
Agus Dwi Susanto, yang merupakan Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI-RSUP Persahabatan, memberikan analisisnya soal pemadaman listrik dan kaitannya dengan penurunan polusi udara.
Menurut Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI-RSUP Persahabatan itu, salah satu sumber polusi udara selain kendaraan bermotor adalah aktivitas industri dan aktivitas domestik. Ini kaitannya dengan penggunaan bahan-bahan listrik yang mampu meningkatkan polusi.
ADVERTISEMENT
“Ketika listriknya tidak banyak digunakan, mesin-mesin tersebut tidak mengeluarkan emisi sehingga ada penurunan dari sumber emisi dan dari aktivitas industri maupun aktivitas domestik, dalam hal ini di rumah,” terang Agus, saat ditemui di Jakarta, Senin (5/8).