Peneliti Bikin Teknologi Cek Darah untuk Ketahui Tingkat Depresi Seseorang

6 Januari 2022 14:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tes darah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tes darah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tim peneliti dari Universitas Illinois Chicago membuat tes yang mengetahui tingkat depresi seseorang berdasarkan sampel darahnya saja. Tes darah ini nantinya dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang sedang depresi atau tidak, termasuk efisiensi obat terapinya.
ADVERTISEMENT
Tes ini menggunakan dasar pemahaman bahwa saat depresi, ada penurunan adenilat siklase dalam tubuh. Adenilat siklase (adenylyl cyclase) sendiri adalah molekul dalam sel yang terbuat ketika ada respons terhadap sebuah neurotransmitter seperti serotonin dan epinefrin.
Adenilat skilase ini diaktivasi oleh protein Gs alpha (Gsa). Protein Gsa di dalam tubuh akan memberi sinyal untuk menyampaikan perintah aksi dari neurotransmitter seperti serotonin.
Sebelum lebih jauh, mari kita bahas sedikit tentang bagaimana sebuah neurotransmitter bekerja. Neurotransmitter adalah pembawa pesan di antara sel saraf dan sel-sel lain dalam tubuh.
Jaringan tubuh, semisal otot, memberi sinyal ke otak untuk mengaktifkan atau menghambat neurotransmitter tertentu menggunakan protein. Salah satu protein ini adalah protein ‘penghasil sinyal’ Gs alpha, disingkat Gsa.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi otak manusia. Foto: pixabay/TheDigitalArtist
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa tingkat depresi seseorang mempengaruhi kinerja protein Gsa ini. Pada penelitian yang dipublikasikan di Journal of Neuroscience pada Mei 2020 ini, peneliti menemukan bahwa protein Gsa pada orang yang menderita depresi (Major Depression Dissorder) bekerja dengan tidak efisien, khususnya ketika protein tersebut melewati bagian dinding sel yang disebut lipid raft.
Protein Gsa terperangkap di dinding sel lipid raft, dan mengakibatkan gangguan stimulasi adenilat siklase.
ADVERTISEMENT
Penyebab ketidakefisienan ini karena ada protein lain bernama Tubulin yang terkonsentrasi di lipid raft tersebut. Peneliti mengamati bahwa tingkat Tubulin tinggi pada kelompok orang-orang yang didiagnosis depresi.
Pada sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Molecular Psychiatry baru-baru ini, peneliti berhasil menemukan menggunakan tanda biologis atau biomarker yang dapat melacak perpindahan (translokasi) dari protein Gsa di tingkat sel khususnya di lipid raft tersebut.
Tes darah ini dapat mengetahui apakah sebuah terapi antidepresan bekerja dengan baik atau sebaliknya. Pasien yang menunjukkan kemajuan pengobatan, menunjukkan pengurangan konsentrasi protein Gsa di lipid raft. Sementara pasien yang tidak menunjukkan kemajuan, meskipun di aliran darahnya sudah terdapat antidepresan, menunjukkan konsentrasi protein Gsa yang tetap tinggi.
ADVERTISEMENT
Tes ini mempersingkat waktu diagnosis, khususnya terhadap pasien depresi yang sedang dalam masa terapi, yang semula berbulan-bulan menjadi satu minggu saja.