Peneliti: Pemerintahan Jokowi Robohkan Demokrasi Warisan Habibie

24 Oktober 2019 11:01 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi, Megawati, dan BJ Habibie  Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi, Megawati, dan BJ Habibie Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Berbagai kritik terus berdatangan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang baru saja memulai periode kedua pemerintahannya. Salah satunya datang dari Tim Lindsey, profesor ilmu hukum Asia sekaligus Direktur dari Centre for Indonesian Law, Islam and Society di Melbourne Law School, Australia.
ADVERTISEMENT
Lindsey mengatakan bahwa pemerintahan Indonesia di bawah Jokowi telah merobohkan demokrasi yang dibangun oleh presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf Habibie. Salah satunya, menurut Lindsey, Jokowi telah membiarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang landasannya diletakkan Habibie, dihancurkan.
“Upaya politikus untuk menghancurkan KPK akhirnya membuahkan hasil pada 17 September, hanya beberapa hari setelah Habibie meninggal,” papar Lindsey dalam tulisannya di The Conversation.
“Pada hari itu, DPR berhasil meloloskan undang-undang baru yang mensyaratkan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan harus mendapat izin dari dewan pengawas baru yang ditunjuk oleh presiden,” sambung dia.
Presiden ketiga Indonesia B.J. Habibie. Foto: AFP/ADEK BERRY
Lindsey berpendapat bahwa hal itu mengungkap gentingnya kondisi Indonesia sekarang ini. Ia menambahkan bahwa pelumpuhan KPK bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Menurutnya, demokrasi liberal di Indonesia sekarang berada dalam gempuran para elite.
ADVERTISEMENT
“Para politikus–didominasi partai-partai besar yang terhubung dengan oligarki yang kaya raya dan mafia media (atau keduanya)–juga telah berupaya keras untuk memberlakukan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sangat regresif,” ungkap Lindsey.
“Dalam RKUHP mengkritik presiden adalah tindakan pidana, membawa mundur kebebasan pers yang diupayakan oleh Habibie.”
Jokowi, JK, Habibie, Mega di Rakornas PDIP Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Ia menambahkan bahwa RKUHP ini akan mengancam kelompok LGBT + di Indonesia. Selain itu, RKUHP juga memperluas aturan penistaan agama yang disebut Lindsey kerap digunakan untuk menindas para pemeluk agama-agama minoritas serta kelompok Muslim yang tidak ortodoks.
Lindsey juga menyuarakan kekhawatirannya atas undang-undang keamanan siber yang baru. Ia mengatakan undang-undang itu akan membuat Badan Siber dan Sandi Negara memiliki kekuatan “super”.
“Badan ini bisa menyensor internet, menghapus materi, memblokir situs, dan memperlambat atau memblokir internet secara total, suatu kemampuan yang hanya bisa diimpikan Soeharto,” ujar Lindsey.
ADVERTISEMENT
Ia juga cemas dengan beberapa elite politik Indonesia yang secara terbuka membicarakan kemungkinan amandemen konstitusi. Lindsey berpendapat bahwa hal ini akan membawa kembali aspek-aspek rezim represif Soeharto.
SBY, Jokowi, Habibie, dan Megawati Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Lindsey menjelaskan bahwa meski masa pemerintahan Habibie singkat, yakni hanya 517 hari, dia berhasil memimpin sebagian perubahan hukum dan politik paling penting dalam sejarah Indonesia. Ia menambahkan bahwa Habibie mengawasi pembongkaran sistem otoriter Soeharto yang korup. Ini mengantar Indonesia menuju demokrasi liberal serta membuka sistem ekonomi dan politik yang lebih terbuka dan bersaing.
“Habibie, bagian dari kelompok elite, memilih bersekutu dengan gerakan reformasi rakyat. Jokowi, yang menampilkan dirinya dekat dengan rakyat, tampaknya telah bersekutu dengan elite untuk menggagalkan usaha melestarikan reformasi,” pungkas Lindsey.
ADVERTISEMENT