Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pengamat tata kota, Nirwono Joga, mengatakan bahwa pengembangan ruang terbuka hijau seharusnya dilakukan di pusat kota sehingga lebih efektif mengendalikan pencemaran atau polusi udara di daerah perkotaan. "Disebut paru-paru kota harusnya di tengah kota bukan di ujung," katanya usai mengisi Rapat Kerja Teknis Adipura Tahun 2019 di Jakarta, Selasa (23/7), dilansir Antara.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan ruang terbuka hijau tersebut berfungsi untuk menyaring polusi udara dan memproduksi oksigen sehingga iklim dan udara di sekitarnya menjadi lebih sejuk. Karena itu, jika daerah perkotaan saat ini menghadapi masalah pencemaran udara, maka pemerintah daerah perlu memperbanyak ruang terbuka hijau di sekitar daerah tersebut, khususnya di pusat kota.
"Akan lebih efektif jika ditempatkan di pusat kota, bukan di daerah pinggiran," tegasnya.
Dalam upaya memperbanyak ruang terbuka hijau, pemerintah daerah juga perlu menetapkan target minimal area yang dialokasikan untuk ruang tersebut. "Semua kota-kota di Indonesia harusnya memiliki target ruang terbuka hijau minimalnya 30 persen," ujarnya.
Nirwono menyebutkan saat ini persentase rata-rata ruang terbuka hijau di seluruh daerah di Indonesia hanya 6 sampai 11 persen. Karena itu, ia menekankan perlunya upaya keras pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan ruang terbuka hijau sehingga mampu mengendalikan pencemaran udara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam pengambilan kebijakan, perlu juga adanya keberpihakan sehingga target pembangunan tidak terkendala oleh masalah anggaran. "Kalau tidak ada dukungan kuat, jangan harap ada kebijakan apalagi sampai penganggaran," tuturnya.
Upaya Mengatasi Polusi Udara Jakarta
Beberapa hari ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tampak sibuk menyiapkan beberapa rencana untuk mengatasi masalah polusi udara di ibu kota. Salah satunya adalah rencana Program Lidah Mertua.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk membagikan tanaman lidah mertua kepada masyarakat. Selain itu, mereka juga berencana menempatkan tanaman lidah mertua di kantor wali kota dan beberapa suku dinas sebagai bentuk upaya mengurangi polusi udara Jakarta .
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Darjamuni, menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan instansi dan kantor pemerintahan terkait rencana penempatan tanaman lidah mertua di atap-atap gedung perkantoran. Saat ini, kata Darjamuni, Proyek Lidah Mertua sedang dalam masa sanggah.
ADVERTISEMENT
"Kemarin sudah ada proses lelang dan saat ini sedang masuk masa sanggah. Mudah-mudahan akhir Juli sudah bisa mulai pelaksanaan di lapangan. Kantor kami akan jadi proyek percontohan awal dan kami berharap kantor suku dinas dan walikota juga menerapkan hal serupa," kata Darjamuni pada Jumat pekan lalu.
Terkait jenis tanaman yang dipilih oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini, pakar tanaman hutan kota Endes N Dahlan sebelumnya mengatakan bahwa tanaman pepohonan sebenarnya lebih efektif untuk menyerap pencemar udara dibandingkan dengan lidah mertua.
"Mawar, anggrek, lidah mertua juga bisa, tapi tidak setinggi tanaman pepohonan kemampuan serapan polutannya," katanya.
Ia mengatakan, tanaman pepohonan mampu menyerap polutan lebih tinggi karena memiliki jumlah daun lebih banyak. "Semua daun bisa menyerap dan menjerap. Tapi jumlah daunnya banyak tidak? Luas tidak?"
ADVERTISEMENT
Tanaman yang dapat menyerap polutan sangat tinggi, ujarnya, adalah tanaman pepohonan yang berdaun banyak dan diameter daunnya cukup lebar. Contohnya pohon trembesi atau disebut juga pohon hujan.
Salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang bisa menampung banyak tanaman pepohonan adalah hutan kota. Sayangnya, sampai saat ini wilayah DKI Jakarta baru memiliki 14 hutan kota yang luas totalnya hanyalah 149,8 hektare, sebagaimana menurut data di situs resmi Pemprov DKI Jakarta .
Hampir semua lokasi hutan kota ini cenderung berada di pinggiran Jakarta. Misalnya Hutan Kota Kampus Universitas Indonesia, Hutan Kota Bumi Perkemahan Cibubur, Hutan Kota Srengseng, dan Hutan Kota Waduk/Danau Sunter.
Secara total, luas DKI Jakarta adalah sekitar 66.152 hektare. Maka jika dihitung, luas hutan kota di Jakarta hanyalah sekitar 0,23 persen dari luas total wilayah ibu kota ini.
ADVERTISEMENT
Angka ini tentu belum mewakili luas semua ruang terbuka hijau di Jakarta. Tapi jikapun bisa dianggap mewakili, angka ini jelas masih sangat jauh dari target 30 persen yang dianjurkan. Bahkan, ini juga masih sangat jauh dari luas rata-rata ruang terbuka hijau di seluruh daerah di Indonesia yang disebut antara 6 sampai 11 persen.