Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Penurunan Permukaan Tanah Secara Global Ancam 19% Populasi Dunia di Tahun 2040
4 Januari 2021 14:09 WIB

ADVERTISEMENT
Analisis baru terhadap dampak tanah tenggelam atau dikenal sebagai penurunan permukaan tanah menunjukkan bahwa 8 persen permukaan tanah di dunia akan mengalami penurunan pada 2040 mendatang dan bisa memengaruhi 19 persen populasi di dunia.
ADVERTISEMENT
Penurunan tanah ini dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya penipisan air tanah yang menyebabkan penurunan permukaan tanah secara bertahap selama bertahun-tahun. Jika ini dibiarkan, dampaknya akan sangat berbahaya pada lingkungan, termasuk peningkatan risiko banjir, tanah retak secara permanen sehingga mengurangi kapasitas akuifer, dan merusak gedung serta infrastruktur.
Selain itu, konsumsi air tanah di masa mendatang diperkirakan meningkat karena pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang semakin pesat. Penurunan permukaan tanah juga diperburuk oleh perubahan iklim yang memengaruhi curah hujan, tingginya potensi banjir dan kekeringan, serta peningkatan evapotranspirasi.
Prediksi tersebut didapat dari hasil studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Science. Penelitian dimulai dengan meninjau literatur sistemik skala besar tentang penurunan permukaan tanah di seluruh dunia.
Hasilnya, peneliti menemukan penurunan muka tanah yang disebabkan oleh penipisan air tanah terjadi di 200 lokasi di lebih dari 34 negara. Tingkat penurunan muka tanah di Meksiko termasuk yang tertinggi di dunia, sebanyak 30 centimeter per tahun.
ADVERTISEMENT
Sementara di Italia, penurunan tanah di Sungai Po mengancam 30 persen populasi. Adapun Iran, karena konsumsi air tanah yang tidak diatur, beberapa kota di sana terancam tenggelam dengan permukaan tanah turun hingga 25 centimeter per tahun.
Pada abad yang lalu, Tokyo, Jepang, telah mengalami penurunan tanah sebesar 4 meter. Central Valley di California juga mengalami penurunan tanah hingga 9 meter. Sedangkan Belanda, berada 25 persen di bawah permukaan laut akibat penurunan permukaan tanah. Begitupun Indonesia, khususnya di Jakarta yang juga mengalami penurunan permukaan tanah di setiap tahunnya.
Dalam studi terpisah, berdasarkan riset tim ahli geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB), variasi angka tertinggi penurunan tanah di Jakarta mencapai 20 hingga 25 centimeter per tahun. Penurunan tanah yang terus terjadi akan menyebabkan salah satu bagian Jakarta tenggelam beberapa tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
Hasil analisis yang dilakukan ahli geodesi ITB, Heri Andreas, menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2050, sekitar 95 persen Jakarta Utara berada di bawah permukaan laut, dan itu berpotensi tenggelam.
Kembali ke studi awal, para peneliti menggunakan model global yang diklaim dapat memprediksi kerentanan penurunan muka tanah global pada resolusi 1 kilometer persegi. Hal ini dilakukan melalui analisis statistik litologi, kemiringan permukaan tanah, tutupan lahan, dan kelas iklim Koppen-Geiger. Semua analisis ini dapat memperkirakan kemungkinan penipisan air tanah dan mengidentifikasi area di bawah tekanan air.
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa 12 juta kilometer persegi dari permukaan tanah global berpotensi mengalami penurunan permukaan tanah hingga 8 persen dari permukaan Bumi. Sebagian besar wilayah berisiko terkena dampak berada di kawasan perkotaan padat penduduk dan kawasan irigasi. Lebih dari 2,2 juta kilometer persegi tanah global dianggap berisiko tinggi atau sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Daerah ini menampung 1,2 miliar orang atau 19 persen dari populasi global. Orang yang tinggal di Asia merupakan 86 persen dari populasi yang menghadapi potensi penurunan permukaan tanah, lebih banyak daripada Amerika Utara dan Eropa.
Mesir dan Belanda terbukti memiliki populasi terbesar yang tinggal di daerah potensi surut di bawah permukaan laut. Hasilnya mengidentifikasi 1.596 kota besar di daerah itu berpotensi mengalami penurunan tanah, dengan 57 persen di daerah rawan banjir.
Kurangnya informasi membuat studi ini terbatas karena hanya sepertiga dari catatan dalam tinjauan pustaka yang memiliki data tentang luas penurunan muka tanah dan informasi tentang dampak serta langkah-langkah mitigasi.
Oleh karena itu, pemodelan global ini tidak mempertimbangkan laju dan besaran penurunan. Namun, peneliti mengatakan bahwa studi yang mereka lakukan dapat membantu mengidentifikasi area yang berisiko amblas atau tenggelam untuk analisis dan intervensi lebih lanjut.
ADVERTISEMENT