Penyakit Baru Akibat Sampah Plastik Ditemukan pada Burung, Namanya Plasticosis

9 Maret 2023 13:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi burung penciduk kaki-daging. Foto: Jukka Jantunen/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi burung penciduk kaki-daging. Foto: Jukka Jantunen/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Studi pertama efek samping plastik pada jaringan parut burung laut menemukan fakta baru. Burung-burung tersebut mengalami penyakit yang disebut plasticosis. Meski tidak berakibat fatal, kondisi ini telah mengancam kemampuan burung untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Yang paling fatal, penyakit akibat plastik ini ditemukan di salah satu tempat yang mestinya menjadi paling bersih di Bumi. Artinya, di tempat lain yang lebih tercemar, kondisi burung mungkin akan jauh lebih buruk.
Menurut peneliti, jumlah plastik di lautan telah meningkat sangat cepat. Tahun 2050, jumlah sampah plastik di laut diprediksi akan jauh lebih banyak ketimbang jumlah ikan di lautan. Ahli biologi mengatakan, ini akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan, salah satunya yakni penyakit plasticosis pada burung yang baru-baru ini ditemukan.
dr Alex Bond dari UK Natural History Museum yang merupakan rekan penulis studi, mencoba mengamati efek pada jaringan parut burung penciduk kaki-daging (Ardenna carneipes) yang tinggal Pulau Lord Howe. Di sinilah mereka menemukan penyakit baru.
Ilustrasi Pulau Lord Howe. Foto: Tomacrosse/Shutterstock
Diterbitkan di Journal of Hazardous Materials, dengan populasi manusia kurang dari 400 individu dan terletak 600 kilometer di lepas pantai timur Australia, Lord Howe jauh dari sumber utama polusi plastik. Namun dengan kondisi saat ini, tidak ada lautan yang aman dari polusi tersebut.
ADVERTISEMENT
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa burung penciduk sangat rentan terpapar polusi plastik karena mereka sering mengira potongan kecil plastik yang mengapung di lautan sebagai makanan. Sekarang tim telah menemukan fakta bahwa plastik menyebabkan luka besar pada proventrikulus, ruang sistem pencernaan burung penciduk.
Meski Bond dan rekannya adalah peneliti pertama yang berhasil mendeskripsikan plasticosis, efek penyakit akibat plastik ini sebenarnya sudah tidak asing lagi pada manusia maupun hewan. Plastik dapat menggembungkan lapisan parut dan memicu jaringan parut.
Tidak seperti manusia yang mampu beradaptasi terhadap peradangan, vertebrata jarang bisa mengatasi serangan dengan baik. Bekas luka berulang di tempat yang sama menyebabkan penyakit fibrotik yang merusak kelenturan jaringan dan kapasitas lambung untuk mencerna makanan. Konsekuensi parah akan terjadi pada burung muda yang perutnya belum tumbuh sempurna.
Bersih sampah plastik di laut dalam Gerakan Menghadap Laut di Ancol Timur, Minggu (19/8) Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
“Kerusakan bisa menyebar. Kelenjar tubular, yang mengeluarkan senyawa pencernaan, mungkin merupakan contoh terbaik dari dampak plasticosis,” ujar Bond sebagaimana dikutip IFL Science. “Ketika plastik dikonsumsi, kelenjar ini secara bertahap menjadi lebih kecil sampai akhirnya kehilangan seluruh struktur jaringan pada tingkat tertinggi.”
ADVERTISEMENT
Kelenjar memainkan peran penting dalam sistem kekebalan burung, serta kapasitasnya untuk menyerap vitamin. Para penulis sebelumnya menemukan bahwa burung yang mengonsumsi banyak plastik cenderung memiliki pertumbuhan yang lambat.
Banyak burung sengaja menelan batu untuk membantu proses penguraian suplai makanan. Burung penciduk mengonsumsi batu apung karena mungkin karena alasan yang sama. Batu apung tidak merusak sistem penceranaan mereka, tapi plastik bisa memperburuk risiko jaringan parut.
Seburuk apapun efek plastik pada sistem pencernaan burung penciduk, mereka mungkin hanya puncak gunung es. Tim telah menemukan partikel mikroplastik di limpa dan ginjal burung, dan dikhawatirkan bisa merusak paru-paru.
Jadi gaes, mulai sekarang kurangi penggunaan plastik, ya, dan jangan buang sampah sembarang.