Peter Holst dan Upayanya Menciptakan Vaksin HIV

8 Mei 2018 7:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seorang ilmuwan datang jauh-jauh dari Denmark ke Bogor, Indonesia, untuk menguji keampuhan vaksin human immunodeficiency virus (HIV) buatan ia dan timnya. Nama ilmuwan itu adalah Peter Johannes Holst.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Peter Holst yang menjabat sebagai Associate Professor di Departemen Imunologi dan Mikrobiologi, University of Copenhagen, sedang memimpin sebuah tim riset yang dibentuk di kampusnya. Tim riset yang dipimpinnya itu tengah menggarap proyek penelitian besar, yakni mengembangkan vaksin HIV.
Dalam penelitian vaksin HIV ini, Peter Holst tidak hanya berdiam diri di negaranya, Denmark. Sejak 2012, pria bertubuh tinggi besar itu sudah terbiasa bolak-balik ke Indonesia untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap vaksin buatan ia dan timnya tersebut.
Ilustrasi vaksin (Foto: AFP/GEORGES GOBET)
Maret lalu, Peter Holst berkunjung ke Kantor Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat-Institut Pertanian Bogor (PSSP, LPPM-IPB) di Babakan, Bogor. Di sela-sela kegiatan Holst di sana, tim kumparanSAINS berkesempatan mewawancarainya secara khusus.
ADVERTISEMENT
“HIV adalah virus yang spesial,” kata Holst. Pria yang telah meneliti vaksin HIV sejak 2004 itu, menganggap HIV sebagai gurunya di bidang imunologi, ilmu mengenai sistem kekebalan tubuh.
“Berbeda dengan kebanyakan virus lainnya, HIV selalu mencari cara untuk bertarung dengan sistem kekebalan tubuh,” tutur Holst.
Holst mengatakan, menciptakan vaksin untuk HIV adalah proses yang sangat sulit. Terbukti, sudah hampir 37 tahun berlalu sejak kasus pertama HIV/AIDS dipublikasikan di Morbidity and Mortality Weekly Report, sampai sekarang belum ada satu pun vaksin yang dapat menjamin seseorang kebal dari HIV.
“Tidak ada cara mudah untuk menghentikan HIV. Ketika HIV sudah menginfeksi, virus tersebut sepertinya malah senang ketika mereka diserang oleh sistem kekebalan tubuh. Bahkan, HIV seperti mencari ‘gara-gara’ dengan sistem imun,” ujar Holst.
Peter Holst (Foto: Satrio Rifqi Firmansyah/kumparan)
Di tahun-tahun awal memulai penelitiannya, Holst dan timnya mencoba membuat vaksin yang dapat menyerang HIV secara langsung. Namun sejak 2008, ia memutuskan untuk mengembangkan strategi vaksin yang baru, bukan dengan menyerang HIV secara langsung, melainkan dengan cara membantu sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus tersebut.
ADVERTISEMENT
“Saya harus menemukan sesuatu yang berbeda. Dan kemudian kami mengembangkan metode baru dan membuktikan bahwa ada cara lain untuk melawan HIV,” papar Holst.
Holst dan timnya mulai menguji vaksin rancangan mereka ini pada tikus dan kemudian pada monyet rhesus. Pada primata selain manusia, seperti monyet rhesus, ada virus semacam HIV yang dinamakan simian immunodeficiency virus (SIV).
“Kami melakukan uji coba vaksin pada monyet rhesus. Pada tikus, kami bisa membuktikan bagaimana respons imunnya, namun kami tidak bisa membuktikan kemanjurannya. Kemanjurannya hanya bisa dibuktikan pada primata,” tutur Holst.
Ilustrasi penelitian. (Foto: Pixabay)
Seperti HIV, SIV juga dapat menyerang dan melemahkan sistem kekebalan tubuh spesies yang mereka jangkiti. Bahkan, dibanding HIV, SIV lebih agresif dan lebih cepat berkembang menjadi penyakit semacam acquired immune deficiency syndrome (AIDS).
ADVERTISEMENT
Menurut Holst, sifat SIV yang terkesan lebih ganas ini justru menguntungkan bagi penelitian karena SIV bisa digunakan untuk memprediksi efek vaksin pada HIV.
Setelah berhasil melakukan uji coba pada monyet rhesus, Holst dan timnya kemudian akan menguji coba vaksin ini pada beruk (Macaca nemestrina). Mereka menggunakan beruk yang disediakan PSSP IPB. Oleh karena itulah Holst bertolak dari Denmark ke Bogor.
Selama ini, PSSP IPB memang dikenal dunia internasional sebagai lembaga yang menyediakan sejumlah jenis primata untuk menjadi hewan-hewan model percobaan yang berkualitas dengan harga lebih murah dibanding hewan-hewan yang disediakan lembaga-lembaga riset lainnya.
Peter Holst (Foto: Satrio Rifqi Firmansyah/kumparan)
Holst mengatakan saat ini masih butuh penelitian lanjutan untuk membuktikan bahwa vaksin garapan timnya ini benar-benar ampuh untuk melawan HIV pada manusia.
ADVERTISEMENT
“Setelah kami berhasil melakukan uji coba, kemudian kami harus melakukan uji klinis. Tahapannya panjang untuk HIV,” terang Holst.
Masih butuh waktu bertahun-tahun lagi agar vaksin HIV bisa dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. “Katakanlah kami punya dana untuk penelitian dalam skala besar. Lalu kami melalui tahapan-tahapan uji klinis. Itu saja bisa memakan waktu tujuh, delapan, hingga 10 tahun.”
Tentu butuh dana yang tidak sedikit untuk melakukan rangkaian penelitian ini. Meskipun Holst enggan menyebutkan angka dananya, penelitian awal dari vaksin ini sendiri didanai oleh Pemerintah Denmark, persisnya didukung oleh Yayasan AIDS Denmark dan Dewan Denmark untuk Penelitian Independen.
Hal menarik yang patut menjadi pertanyaan dari penelitian ini adalah apakah kelak vaksin ini, selain dapat melawan HIV, juga dapat digunakan untuk menyembuhkan AIDS?
ADVERTISEMENT
“Untuk menyembuhkan masalahnya lain lagi,” jelas Holst. “Saya pikir, untuk menyembuhkan, ini tantangan yang berat, seperti membuat vaksin dari awal lagi.”
Meski apa yang sedang dikerjakan Peter Holst dan timnya adalah khusus membuat vaksin HIV, bukan obat AIDS, hal ini sudah merupakan sebuah terobosan penting. Sebuah upaya yang hasilnya sangat diharapkan dapat menurunkan persebaran HIV terutama pada mereka yang memiliki risiko tinggi untuk tertular HIV.
Salah satu orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia mengatakan adanya penelitian untuk menciptakan vaksin HIV oleh Peter Holst ini adalah sebuah kabar baik. Nurdiyanto alias Antonio Blanco, pria yang sudah sekitar enam tahun hidup dengan HIV itu, merasa optimis suatu saat nanti vaksin atau bahkan obat untuk HIV/AIDS benar-benar bisa diciptakan.
ADVERTISEMENT
“Kita enggak tahu, mungkin besok WHO mengumumkan ada obat HIV ditemukan,” kata Antonio.
Antonio Blanco. (Foto: Antonio Blanco via Facebook)
Kepada kumparanSAINS, pria yang kini berusia 32 tahun itu menuturkan kisahnya, mulai sejak kapan ia tahu dirinya terinfeksi HIV dan bagaimana selama bertahun-tahun kemudian ia bisa bertahan hidup dengan kondisi ada virus tersebut di dalam tubuhnya.
“Awalnya pasti syok sekali dan saya butuh waktu untuk memberikan tahu masalah ini ke orang tua,” ujar Antonio mengingat saat pertama kali dirinya didiagnosis mengidap HIV.
Saat ini Antonio bekerja sebagai Case Manager di Yayasan Kasih Suwitno Jakarta dan bertugas untuk mendampingi pasien-pasien ODHA di Ruang Carlo Rumah Sakit St Carolus, Jakarta Pusat.
Penuturan lengkap Antonio mengenai kisah hidupnya bersama HIV dan bagaimana hingga saat ini ia menjalani pengobatan untuk tetap bertahan hidup menghadapi virus tersebut, dapat disimak pada tulisan selanjutnya di kumparanSAINS.
ADVERTISEMENT