Pria Botak Lebih Berisiko Kena Gejala Berat Corona

6 Juni 2020 9:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis membawa pasien virus corona dari ambulans menuju rumah sakit S Thomas di London, Inggris. Foto: REUTERS/Hannah McKay
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis membawa pasien virus corona dari ambulans menuju rumah sakit S Thomas di London, Inggris. Foto: REUTERS/Hannah McKay
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelitian terbaru, pria botak punya risiko yang lebih tinggi untuk menderita gejala virus corona SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit COVID-19 yang kini mewabah di dunia.
ADVERTISEMENT
Korelasi keduanya cukup kuat sehingga para peneliti menyarankan bahwa kebotakan harus dianggap sebagai faktor risiko yang disebut "tanda Gabrin", merujuk kepada Frank Gabrin, seorang dokter AS pertama yang meninggal karena corona dan punya kepala botak.
Menurut laporan Science Magazine, setidaknya ada dua penelitian kecil yang melaporkan bahwa pasien berjenis kelamin pria rata-rata punya kepala botak. Kebotakan sendiri dikaitkan dengan tingginya tingkat dihidrotestosteron (DHT) atau metabolit utama testosteron di kulit kepala.
Penelitian pertama yang dipublikasi pada April 2020 menemukan, bahwa ada 71 persen dari 41 pasien virus corona berjenis kelamin laki-laki di Spanyol punya kepala yang botak. Adapun studi kedua yang diterbitkan Mei 2020 menyebut, bahwa 79 persen dari 122 pasien pria di tiga rumah sakit Madrid adalah botak.
Ilustrasi pria botak. Foto: Pexels
"Kami benar-benar berpikir bahwa kebotakan adalah prediktor sempurna dari tingkat keparahan,” kata Carlos Wambier, seorang profesor dari Brown University sekaligus penulis utama di dua studi tersebut kepada The Telegraph.
ADVERTISEMENT
Pasien berjenis kelamin pria memang diketahui lebih rentan mengalami gejala COVID-19 yang lebih berat ketimbang pasien perempuan. Sampai sekarang, para ilmuwan tidak mengetahui secara pasti mengapa hal tersebut terjadi,
Ada beberapa faktor yang disebut menjadi penyebab mengapa pria lebih rentan ketimbang perempuan. Faktor-faktor tersebut antara lain gaya hidup, merokok, dan perbedaan sistem kekebalan di antara kedua jenis kelamin.
Terbaru, para ilmuwan percaya bahwa laki-laki lebih rentan karena memiliki androgen, hormon seks pria seperti testosteron, yang dapat berperan tidak hanya dalam kerontokan rambut, tetapi juga dalam meningkatkan kemampuan virus corona untuk menyerang sel. "Kami pikir androgen atau hormon pria jelas merupakan pintu gerbang bagi virus untuk memasuki sel kita," kata Wambier.
Ilustrasi pria botak. Foto: Pexels
Para peneliti pun saat ini sedang menguji obat-obatan yang sudah teruji klinis untuk memblokir efek androgen. Tujuannya adalah untuk memperlambat virus corona agar sistem kekebalan punya cukup waktu untuk mengalahkannya.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi dari Italia, misalnya, menemukan bahwa dari 9.280 pasien pria dengan kanker prostat yang menggunakan terapi androgen-deprivation atau obat-obatan yang mengurangi kadar testosteron, punya risiko infeksi corona yang lebih rendah dibandingkan pria dengan penyakit yang sama yang menggunakan obat lain.
“Namun, sebagian besar penelitian sejauh ini berada di laboratorium, dan ada bukti yang bertentangan tentang apakah terapi hormon memiliki dampak yang sama di paru-paru seperti pada sel-sel prostat,” kata Kepala Kebijakan di Prostate Cancer UK, Karen Stalbow.
“Sekarang ada beberapa studi klinis mulai yang berharap untuk mengatasi masalah ini, tetapi lebih banyak bukti diperlukan sebelum kita dapat mengetahui apakah terapi hormon ini akan menjadi pengobatan yang efektif untuk COVID-19,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT