Pulau Jawa Darurat Air

30 Januari 2019 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengambil air dari lubang yang digali di dasar sungai yang kering di Desa Glagah, Tangen, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (19/9). (Foto:  ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengambil air dari lubang yang digali di dasar sungai yang kering di Desa Glagah, Tangen, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (19/9). (Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
ADVERTISEMENT
Ketersediaan air di Pulau Jawa sudah berada di zona merah atau zona rawan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Masyarakat Hidrologi Indonesia (HMI) Mohammad Hasan di Auditorium Toyib Hadiwijaya, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Kampus IPB Dramaga, Bogor.
ADVERTISEMENT
Hasan mengungkapkan, saat ini ketersediaan air di pulau Jawa hanya 1.200 meter kubik per kapita per tahunnya, jauh di bawah kebutuhan ketersediaan minimum air yaitu 1.600 meter kubik per kapita per tahun.
“Kondisi ini disebabkan karena aktivitas urbanisasi. Penduduk di Pulau Jawa itu padat, tapi air yang tersedia untuk penduduk sangat minim,” tutur Hasan di acara Sustainable Water International Seminar, Kamis (24/1/2019), sebagaimana dikutip dari siaran pers Humas IPB.
Kondisi ketersediaan air yang sedikit ini menyebabkan kelangkaan air di beberapa wilayah di Pulau Jawa. Kelangkaan air biasanya dialami oleh masyarakat pada Juli sampai November dengan puncak kelangkaan air pada September, yang merupakan bulan-bulan musim kemarau.
Hasan mengatakan, pada 2030 penduduk yang tinggal di perkotaan di pulau Jawa akan meningkat menjadi 60 persen. Peningkatan penduduk ini perlu menjadi perhatian serius semua pihak, terutama untuk menjaga ketersediaan air bagi penduduk.
Ketua Umum Masyarakat Hidrologi Indonesia (HMI), Dr. Ir. Mohammad Hasan, Dipl. HE (Foto: Dok. IPB)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Masyarakat Hidrologi Indonesia (HMI), Dr. Ir. Mohammad Hasan, Dipl. HE (Foto: Dok. IPB)
Direktur Program Internasional IPB Iskandar Zulkarnaen Siregar mengatakan masalah kurangnya ketersediaan air ini sangat penting untuk dibahas. “Seminar pengelolaan air kali ini membahas tentang tata kelola air di masa mendatang. Pembahasan seperti ini penting sekali karena air merupakan komponen penting kehidupan kita,” tutur Iskandar.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, isu air bersih dan sanitasi merupakan isu penting yang harus segera diatasi. Isu tersebut menjadi salah satu poin dari tujuh belas poin dalam program pembangunan berkelanjutan di tingkat global.
Direktur Program Internasional IPB  Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc,  (Foto: Dok. IPB)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Program Internasional IPB Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc, (Foto: Dok. IPB)
Tantangan dan Alternatif Strategi
Dalam upaya menjaga ketersediaan air, terdapat banyak tantangan yang perlu menjadi perhatian bersama. Tantangan tersebut antara lain pembangunan infrastruktur, kegiatan urbanisasi, pencemaran air, perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan kegiatan pertanian.
“Untuk mengatasi permasalahan air ini, semua pihak harus berkolaborasi. Karena air ini tidak hanya menyangkut satu aspek, tetapi banyak aspek. Sebagai perguruan tinggi, IPB siap membantu dalam mewujudkan tata kelola air yang berkelanjutan,” jelas Iskandar.
Menurutnya, beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis air adalah pembangunan kota ramah air, optimalisasi sumber-sumber air, dan peningkatan pengelolaan sumber air.
Kemarau,Kekeringan air (Foto: ANTARA FOTO/YusufnNugroho )
zoom-in-whitePerbesar
Kemarau,Kekeringan air (Foto: ANTARA FOTO/YusufnNugroho )
Dalam pembangunan kota ramah air, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan seperti pembuatan permukaan tanah yang permeabel sehingga air mudah masuk ke tanah, mengalokasikan sebagian lahan sebagai rain garden, menjaga kebersihan dan kualitas air sungai, dan pembangunan wahana bermain air.
ADVERTISEMENT
Adapun bentuk kegiatan optimalisasi sumber-sumber air adalah dengan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber air tersebut. Sumber air perlu dikelola dengan baik supaya tidak terjadi pencemaran dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.
Bentuk sumber air yang perlu dikelola dan dioptimalisasi ini adalah semua sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti sungai, mata air, embung atau waduk, hingga danau.
Warga mengambil air dari dasar sungai Cipamingkis yang kering di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/8). (Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengambil air dari dasar sungai Cipamingkis yang kering di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/8). (Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)