news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Riset Kontroversial! Peneliti Berhasil Bikin Tikus Jantan Hamil dan Melahirkan

21 Juni 2021 8:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tikus. Foto: jarleeknes via Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tikus. Foto: jarleeknes via Pixabay
ADVERTISEMENT
Para peneliti dari Naval Medical University di Shanghai, China, berhasil melakukan riset kontroversial, di mana mereka menciptakan tikus jantang yang bisa melahirkan. Bahkan, anak yang dilahirkan terpantau sehat.
ADVERTISEMENT
Peneliti menyebut, tikus tersebut menjadi mamalia jantan pertama yang berhasil hamil dan melahirkan. Adapun penelitian telah diunggah di website pracetak bioRxiv dan belum ditinjau oleh rekan sejawat.
Mereka mengatakan, pencapaian ini punya dampak besar bagi dunia biologi reproduksi, kendati aktivitas hak-hak hewan mengkritik riset yang kini disebut sebagai Frankenscience.
Para ilmuwan menggunakan metode yang disebut 'parabiosis' dalam percobaan mereka Foto: Naval Medical University
Bagaimana ilmuwan bisa menciptakan tikus Frankenscience? Mula-mula mereka menggabungkan tikus betina dan jantan yang dikebiri. Peneliti membuat sedikitnya 46 pasangan tikus parabiotik, di mana tubuh betina dan jantan dijahit menjadi satu untuk berbagi darah.
Setelah delapan minggu, mereka mulai mentransplantasi rahim ke tikus jantan. Setelah tikus pulih, ilmuwan menanamkan 842 embrio tahap awal di rahim tikus dan betina, terdiri dari 562 embrio betina dan 280 embrio jantan.
ADVERTISEMENT
Sekitar dua minggu kemudian, peneliti melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan janin tikus dan bayi-bayi itu diasuh oleh ibu pengganti. 10 anak tikus sehat dikirim ke jantan dan bertahan hingga dewasa, kendati tingkat keberhasilannya terpantau rendah, hanya sekitar 3,68 persen.
Tikus-tikus itu dijahit bersama sehingga mereka bisa berbagi darah. Foto: Naval Medical University
Embrio yang sehat berkembang hanya 30 persen tikus parabiotik betina. Sementara embrio yang mati usai ditanamkan pada tikus jantan berkembang abnormal. Sebelumnya, peneliti pernah menanamkan embrio ke tubuh jantan tanpa rahim, dan berakhir gagal. Dari sinilah penelitian lebih lanjut dilakukan.
Meski mendapat kecaman dari aktivis hewan, peneliti mengklaim bahwa risetnya itu telah mengikuti ‘pedoman etika lokal’ untuk mengurangi penderitaan hewan selama percobaan berlangsung.
Ini artinya, peneliti telah meminimalkan jumlah tikus yang dilibatkan dalam penelitian dan melakukan prosedur bedah dengan enestesi.
Beberapa janin yang diekstraksi oleh para peneliti. Foto: Naval Medical University
“Tidak ada tikus yang 'menunjukkan tanda-tanda rasa sakit' selama penelitian, yang menggunakan metode bedah pada penelitian tikus sebelumnya. Meskipun mungkin tampak mengejutkan, parabiosis adalah praktik ilmiah yang relatif umum. Namun, hal itu sering dikritik oleh kelompok hak asasi hewan yang menganggapnya kejam,” tulis peneliti sebagaimana dikutip Metro.
ADVERTISEMENT
Sementara seorang juru bicara kelompok hak-hak hewan PETA menyebut penelitian ini keji. Penasihat kebijakan sains senior PETA, Emily Mclvor, mengatakan bahwa pembedahan dan mutasi yang dialami tikus jantan selama berminggu-minggu adalah hal yang tidak etis dalam ranah Frankescience.
“Tikus punya sistem saraf seperti manusia. Mereka merasakan sakit, ketakutan, kesepian, dan kegembiraan, sama seperti manusia,” katanya.