Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Riset Kontroversial! Peneliti Berhasil Bikin Tikus Jantan Hamil dan Melahirkan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mereka mengatakan, pencapaian ini punya dampak besar bagi dunia biologi reproduksi, kendati aktivitas hak-hak hewan mengkritik riset yang kini disebut sebagai Frankenscience.
Bagaimana ilmuwan bisa menciptakan tikus Frankenscience? Mula-mula mereka menggabungkan tikus betina dan jantan yang dikebiri. Peneliti membuat sedikitnya 46 pasangan tikus parabiotik, di mana tubuh betina dan jantan dijahit menjadi satu untuk berbagi darah.
Setelah delapan minggu, mereka mulai mentransplantasi rahim ke tikus jantan. Setelah tikus pulih, ilmuwan menanamkan 842 embrio tahap awal di rahim tikus dan betina, terdiri dari 562 embrio betina dan 280 embrio jantan.
ADVERTISEMENT
Sekitar dua minggu kemudian, peneliti melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan janin tikus dan bayi-bayi itu diasuh oleh ibu pengganti. 10 anak tikus sehat dikirim ke jantan dan bertahan hingga dewasa, kendati tingkat keberhasilannya terpantau rendah, hanya sekitar 3,68 persen.
Embrio yang sehat berkembang hanya 30 persen tikus parabiotik betina. Sementara embrio yang mati usai ditanamkan pada tikus jantan berkembang abnormal. Sebelumnya, peneliti pernah menanamkan embrio ke tubuh jantan tanpa rahim, dan berakhir gagal. Dari sinilah penelitian lebih lanjut dilakukan.
Meski mendapat kecaman dari aktivis hewan, peneliti mengklaim bahwa risetnya itu telah mengikuti ‘pedoman etika lokal’ untuk mengurangi penderitaan hewan selama percobaan berlangsung.
Ini artinya, peneliti telah meminimalkan jumlah tikus yang dilibatkan dalam penelitian dan melakukan prosedur bedah dengan enestesi.
“Tidak ada tikus yang 'menunjukkan tanda-tanda rasa sakit' selama penelitian, yang menggunakan metode bedah pada penelitian tikus sebelumnya. Meskipun mungkin tampak mengejutkan, parabiosis adalah praktik ilmiah yang relatif umum. Namun, hal itu sering dikritik oleh kelompok hak asasi hewan yang menganggapnya kejam,” tulis peneliti sebagaimana dikutip Metro.
ADVERTISEMENT
Sementara seorang juru bicara kelompok hak-hak hewan PETA menyebut penelitian ini keji. Penasihat kebijakan sains senior PETA, Emily Mclvor, mengatakan bahwa pembedahan dan mutasi yang dialami tikus jantan selama berminggu-minggu adalah hal yang tidak etis dalam ranah Frankescience.
“Tikus punya sistem saraf seperti manusia. Mereka merasakan sakit, ketakutan, kesepian, dan kegembiraan, sama seperti manusia,” katanya.