news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Riset: Merokok Bisa Tingkatkan Risiko Depresi dan Skizofrenia

12 November 2019 13:01 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rokok (portrait) Foto: Unsplash/Eanlami :)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rokok (portrait) Foto: Unsplash/Eanlami :)
ADVERTISEMENT
Sebuah riset baru menunjukkan, merokok dapat meningkatkan risiko depresi dan skizofrenia. Penelitian baru ini melibatkan 462.690 orang keturunan Eropa dengan usia rata-rata 56 tahun, yang mengambil bagian dalam studi Biobank di Britania Raya. Dari semua orang itu, 8 persen di antaranya masih aktif merokok, 22 persen mantan perokok, dan 30 persen pernah merokok pada momen tertentu dalam hidup mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan melihat gen dari partisipan, para peneliti menemukan bahwa ada siklus antara merokok tembakau dengan depresi dan skizofrenia. Ketika seseorang merokok, risikonya untuk terkena penyakit mental jadi meningkat. Sebaliknya, kondisi mental juga mendorong seseorang jadi cenderung merokok.
Ilustrasi depresi. Foto: Shutterstock
Menurut Robyn Wootton, salah seorang penulis riset dan juga peneliti di University of Bristol School of Psychological Science, ini bukan hal mengejutkan karena merokok sudah diketahui memberi dampak buruk bagi kesehatan fisik kita.
"Tetapi penelitian ini justru menunjukkan bahwa merokok juga memiliki efek buruk pada kesehatan mental, ini jauh lebih menekankan betapa pentingnya agar individu tak merokok," katanya, seperti dikutip Newsweek.
Selain itu, Wootton juga menyinggung kekeliruan perihal rokok yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan mental. "Untuk individu yang telah menderita penyakit mental, menjadi kepercayaan umum bahwa merokok adalah bentuk ‘pengobatan diri’, dan oleh karenanya individu dengan masalah kesehatan mental sering tidak terbantu untuk berhenti dari merokok.
Ilustrasi seorang lansia merokok. Foto: Reuters/Beawiharta
Secara mekanisme, nikotin dalam rokoklah yang mengakibatkan disregulasi jalur dalam otak, dan ini berkaitan dengan penyakit mental, serta agar dapat dipisahkan antara "apakah rokok yang meningkatkan risiko kondisi mental" atau "apakah kondisi mental yang mendorong seseorang untuk merokok".
ADVERTISEMENT
Wootton pun menggunakan metode dari Gregor Johann Mendel dalam risetnya ini. "Metode pengacakan Mendel dapat mengatasi masalah perbedaan kelompok ini dengan menggunakan varian genetik yang membuat sebagian orang cenderung merokok lebih sering dan yang lain lebih jarang. Varian genetik ini khusus untuk merokok, bukan untuk alkohol dan kebiasaan buruk lainnya, dan karenanya ini adalah semacam eksperimen alami di mana kita dapat melihat efek dari merokok.”
Wootton akhirnya menemukan bukti efek kausal yang saling silang dan sama-sama kuat pengaruhnya. Merokok memang meningkatkan risiko perkembangan depresi dan skizofrenia. Sebaliknya, depresi dan skizofrenia juga meningkatkan perilaku merokok. Di sinilah metode Mendel berlaku, untuk membedakan mana yang paling berdampak dalam individu, dan juga mesti melihat kebiasaan pada masa lalunya.
Ilustrasi depresi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Lantas, apakah rokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit mental lainnya, seperti kecemasan atau OCD (Obsessive Compulsive Disorder)? Untuk saat ini, Wootton mengakui timnya belum mengeksplorasi asosiasi potensial ke arah sana, tetapi pertanyaan ini akan menjadi analisis yang sangat menarik untuk dilakukan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dalam hasil studi yang diterbitkan dalam British Journal of Psychiatry pada awal tahun ini, para ilmuwan juga menemukan hubungan antara merokok dan gangguan bipolar. Bagaimanapun, dalam penelitian ini, tidak ada bukti yang menjelaskan risiko gangguan bipolar dapat meningkatkan perilaku merokok.