Riset: Pengkritik Tata Bahasa di Medsos Punya Kepribadian Menyebalkan

10 Mei 2019 11:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bermain media sosial. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bermain media sosial. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Bayangkan saat kamu sedang seru berdiskusi di media sosial, tiba-tiba ada yang memotong diskusi karena tata bahasa kamu dianggap tidak tepat. Akibatnya, diskusi bubar dan kamu menganggap orang itu sebagai orang menyebalkan.
ADVERTISEMENT
Ternyata anggapan kamu cukup benar. Menurut hasil sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal PLOS One pada 2016 lalu, orang-orang yang suka mengkritik dan mempermasalahkan kesalahan tata bahasa dalam tulisan di internet memang punya kepribadian yang menyebalkan.
Selain itu, riset juga menemukan bahwa orang-orang yang sangat sensitif dengan typo alias salah ketik di internet juga agak bermasalah. Mereka punya kepribadian yang kurang terbuka dan cenderung menilai kamu atas kesalahanmu.
Riset ini adalah yang pertama dalam menunjukkan bahwa kepribadian seseorang bisa dinilai dari responsnya pada kesalahan tata bahasa dan salah ketik. Menurut para peneliti, riset ini bisa mengajarkan kita bagaimana orang-orang berkomunikasi di internet.
Ilustrasi menggunakan sosial media. Foto: Shutter Stock
"Ini adalah riset pertama yang menunjukkan bahwa kepribadian dari pendengar atau pembaca memiliki efek dalam interpretasi bahasa," ujar Julie Boland, ahli dari University of Michigan sekaligus pemimpin riset.
ADVERTISEMENT
"Dalam eksperimen, kami mempelajari penilaian sosial yang pembaca buat mengenai si penulis," lanjutnya, sebagaimana dilansir Science Alert.
Metode riset
Dalam riset ini, tim peneliti mempelajari 83 orang responden. Para peneliti meminta para responden untuk membaca beberapa e-mail balasan terhadap iklan mencari teman satu rumah. Di antara e-mail tersebut, ada yang tidak memiliki kesalahan gramatika atau salah ketik dan ada yang dengan sengaja dibuat memiliki kesalahan ketikan atau gramatika.
Para responden lalu diminta untuk menilai sifat para penulis e-mail itu. Peserta riset menilai penulis e-mail berdasarkan pendapat mereka sendiri atas kepintaran, rasa bersahabat, dan seberapa cocoknya si penulis untuk jadi teman satu rumah.
Pada akhir riset para responden ditanya apakah mereka menemukan adanya kesalahan tata bahasa atau typo di e-mail. Jika iya, mereka diminta untuk menjelaskan seberapa besar hal itu mengganggu mereka.
Huruf-huruf dalam keyboard. Foto: Klaralaumen
Selanjutnya, para peneliti meminta para peserta riset untuk melakukan tes psikologi Big Five Personality. Tes itu untuk menilai posisi mereka dalam skala kepribadian Extraversion/Introversion (kenyamanan berinteraksi dengan orang lain), Agreeableness (mudah bersepakat), Conscientiousness (berhati-hati), Neuroticism (kecemasan), dan Openness (keterbukaan terhadap hal-hal baru). Selain itu, para peserta juga diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai usia, latar belakang, dan sikap mereka terhadap bahasa.
ADVERTISEMENT
Dari eksperimen itu, para peneliti menemukan bahwa rata-rata para peserta menilai penulis e-mail yang melakukan typo dan kesalahan tata bahasa sebagai orang yang lebih buruk. Mereka menganggap penulis e-mail yang tidak melakukan kesalahan tersebut lebih baik. Yang mengejutkan, di antara para peserta ada peserta dengan suatu kepribadian yang memberi penilaian dengan sangat kasar terhadap penulis e-mail yang penuh typo.
Orang yang dimaksud tersebut memiliki nilai tinggi pada sifat-sifat kepribadian tertentu dan rendah pada sifat-sifat kepribadian lainnya. Misalnya, para peneliti menemukan, orang-orang yang ekstrover umumnya lebih cenderung mengabaikan kesalahan tata bahasa dan kesalahan ketik, sedangkan orang-orang introver lebih cenderung memberi penilaian secara negatif kepada mereka yang melakukan kesalahan tata bahasa dan kesalahan ketik.
Ilustrasi seseorang yang berkepribadian ekstrovert. Foto: Unsplash
Selain itu, orang-orang dengan kepribadian Conscientiousness yang tinggi cenderung lebih sensitif pada typo. Adapun orang-orang dengan kepribadian Agreeableness yang lebih rendah cenderung lebih kesal dengan kesalahan gramatika.
ADVERTISEMENT
"Mungkin, karena orang dengan kepribadian Agreeableness yang lebih rendah itu memiliki rasa toleransi yang lebih rendah atas penyimpangan dari konvensi," tulis para peneliti dalam makalah hasil riset ini.
Meski begitu, riset ini masih memiliki batasan. Jumlah peserta riset ini terbilang sedikit. Selain itu, hasil riset tidak bisa dijelaskan oleh usia atau tingkat pendidikan seseorang. Jadi, para peneliti menyatakan perlu adanya riset lebih lanjut untuk mengonfirmasi temuan ini.