Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Sebuah studi menemukan kebiasaan mengorek lubang hidung untuk mengambil kotorannya, alias mengupil, berisiko meningkatkan penyakit Alzheimer. Temuan ini berdasarkan hasil penelitian yang menjalankan beberapa tes pada tikus.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengamatan, tim ilmuwan dari Griffith University, Australia, menemukan mengupil dapat merusak jaringan internal pada tikus, yang memungkinkan spesies bakteri berbahaya dapat langsung menuju ke otak mereka.
Begitu berada di otak, bakteri tertentu merangsang pengendapan protein beta amiloid, yang berpotensi mengarah pada perkembangan penyakit Alzheimer (AD).
Mereka mendemonstrasikan Chlamydia pneumoniae, sejenis bakteri yang dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan pneumonia dapat berpindah dari proses mengupil dan mencapai otak melalui saluran penciuman.
Saraf penciuman sendiri mengarah langsung dari rongga hidung ke otak. Oleh karena itu, bakteri yang memasuki saraf penciuman dapat melewati sawar darah otak (SDO), yang biasanya menghentikan mereka mencapai otak.
Pada studi yang dilakukan pada tikus, peneliti menemukan Chlamydia pneumoniae menggunakan rute ini untuk mendapatkan akses ke sistem saraf pusat.
ADVERTISEMENT
Infeksi saraf makin parah ketika terjadi kerusakan pada epitel hidung, yang menyebabkan otak tikus kemudian mulai melepaskan lebih banyak protein amiloid-beta sebagai respons terhadap infeksi.
Aktivitas tersebut berkembang menjadi plak (atau gumpalan) yang sering ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer.
“Penelitian lain menunjukkan bahwa Chlamydia pneumoniae hadir dalam plak Alzheimer pada manusia (menggunakan analisis post-mortem),” jelas pemimpin studi sekaligus kepala Clem Jones Centre for Neurobiology and Stem Cell Research, Profesor James St John, dikutip Mashable.
“Namun, tidak diketahui bagaimana bakteri itu sampai di sana, dan apakah mereka menyebabkan patologi AD atau hanya terkait dengannya.”
Sementara penyebab Alzheimer diselimuti misteri, tim mengatakan penelitian ini masih harus terus berlanjut untuk mengetahui apakah ia berlaku juga pada semua.
ADVERTISEMENT