Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Ambisi manusia untuk ke Planet Mars seperti tak pernah surut. Padahal, hidup di luar angkasa sama sekali bukan hal yang mudah. Tubuh Scott Kelly, astronaut veteran Amerika Serikat, merasakan sendiri betapa berbahayanya berada terlalu lama di luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Saat melakoni misi yang mengharuskan Scott tinggal selama satu tahun di Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS), radiasi telah menjadi musuh terbesar tubuh astronaut berusia 55 tahun itu.
Menurut laporan NBC News, paparan radiasi telah merusak DNA astronaut berkepala plontos itu hingga mempengaruhi sistem kekebalan tubuhnya. Akibatnya, Scott lebih rentan terkena penyakit kanker.
Paparan radiasi yang diterima Scott selama hidup di luar angkasa sebenarnya belum seberapa. Sebab, letak ISS masih lumayan dekat dari Bumi. Ini membuatnya masih terlindung oleh medan magnet Bumi yang menghalau sebagian besar radiasi luar angkasa yang datang.
Jika berada di ISS yang masih terbilang dekat dari Bumi saja sudah merasakan dampak bahaya radiasi, lantas bagaimana dengan perjalanan ke Mars? Sebuah riset terbaru yang dipublikasikan di jurnal ENeuro pada 5 Agustus 2019 mengungkap hal ini.
Dalam riset yang didanai NASA itu para peneliti menemukan bahwa paparan radiasi amat membahayakan kondisi kesehatan tubuh para astronaut. Gangguan semacam ini berpotensi mempengaruhi suasana hati dan kemampuan berpikir mereka selama menjalani misi luar angkasa.
ADVERTISEMENT
“Radiasi di luar angkasa tak akan menghalangi upaya kita untuk melakukan perjalanan menuju Mars. Akan tetapi, itu pula yang mungkin menjadi satu-satunya kendala yang harus dihadapi umat manusia demi melakukan perjalanan ke luar orbit Bumi,” tulis para peneliti dalam risetnya.
Munjal Acharya, pemimpin riset sekaligus ahli onkologi dari University of California, menuturkan bahaya apa saja yang mungkin menimpa para astronot saat terkena paparan radiasi luar angkasa. Menurutnya, jika terakumulasi terus menerus, paparan radiasi pada akhirnya akan mempengaruhi fungsi kognitif para astronaut.
Akibatnya, para astronot akan mengalami kesulitan untuk merespon dengan efektif hal-hal yang terjadi di luar dugaan mereka. Padahal, dibutuhkan respons sangat cepat ketika terjadi situasi-situasi diluar dugaan yang bisa terjadi dalam perjalanan luar angkasa.
Menurut riset ini, setidaknya satu dari lima astronaut yang nantinya dikirim ke Mars akan kembali ke Bumi dengan kondisi tubuh dan fungsi kognitif yang mengalami masalah cukup serius.
ADVERTISEMENT
Dalam riset ini, tim peneliti melakukan uji coba pada 40 ekor tikus. Tikus-tikus itu dipaparkan radiasi selama enam bulan. Selanjutnya, peneliti menguji memori dan perilaku hewan pengerat tersebut.
Hasilnya, tikus yang terpapar radiasi menjadi kurang peka terhadap perubahan di lingkungan sekitarnya dibandingkan tikus yang tidak terpapar radiasi. Temuan lainnya menunjukkan bahwa tikus yang terpapar radiasi cenderung lebih mudah merasa cemas dan tak mampu melakukan apa-apa meski tanpa stimulus sekali pun.
J.D. Polk, kepala petugas kesehatan dan medis NASA, menyebut penelitian baru ini memberikan kontribusi penting untuk memahami risiko berbahaya yang astronaut hadapi akibat paparan radiasi. Meski begitu, Polk mengatakan bahwa paparan radiasi yang tikus dalam penelitian terima terlalu banyak. Bahkan, paparan radiasi dalam riset jauh lebih besar dibanding paparan yang akan para astronaut rasakan di luar angkasa.
ADVERTISEMENT
“Dengan dosis yang kami duga akan para astronaut dalam misi ke Mars rasakan, saya merasa mereka tidak akan mengalami penurunan signifikan dalam kemampuan kognitif,” ujar Polk.
“Apakah ada risiko besar mereka kembali dengan penurunan kemampuan kognitif yang parah dan lupa untuk menekan tombol pendaratan? Saya rasa tidak,” lanjut dia.
Charles Limoli, anggota tim peneliti, menolak pendapat Polk.
“Saya tidak yakin literatur apa yang Dr. Polk baca, tapi saya tidak setuju dengan pendapatnya atas riset kami,” jelasnya pada NBC News.