Riset Ungkap Kenapa Dihina dengan Nama Hewan Menyakitkan

20 Agustus 2019 20:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puluhan pelajar Papua yang sedang menempuh pendidikan di Kota Bandung menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jabar, Senin (19/8). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Puluhan pelajar Papua yang sedang menempuh pendidikan di Kota Bandung menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jabar, Senin (19/8). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia meradang, kebinekaannya kembali diuji. Sejumlah unjuk rasa yang berujung kerusuhan terjadi di beberapa titik di Papua dan Papua Barat, mulai dari Manokwari hingga Sorong, sejak Senin (19/8).
ADVERTISEMENT
Kerusuhan ini bermula oleh adanya pengepungan terhadap Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/8). Pengepungan oleh ratusan orang terhadap asrama mahasiswa asal Papua itu berawal dari masalah perusakan tiang bendera merah putih di depan asrama yang diduga dilakukan oknum mahasiswa.
Yang menyedihkan, dalam proses pengepungan asrama tersebut terlontar kata-kata rasialisme terhadap 43 mahasiswa asal Papua yang kemudian dibawa aparat ke kantor polisi. Ada sebutan nama hewan yang keluar dalam peristiwa pengepungan tersebut. Sebutan yang sungguh tidak pantas untuk para mahasiswa Papua maupun manusia lainnya.
Masyarakat di Papua diduga tak terima dengan hinaan yang diterima para mahasiswa Papua di Surabaya tersebut. Kejadian itu diduga kuat menjadi pemicu timbulnya unjuk rasa dan penumpukan massa di beberapa titik di Papua sejak kemarin (19/8) hingga hari ini (20/8).
ADVERTISEMENT
Pihak TNI dan Polda Jatim menyatakan akan menyelidiki kasus dugaan penghinaan terhadap mahasiswa Papua dengan sebutan hewan di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya tersebut. Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pihaknya juga tengah menelusuri siapa yang mematahkan tiang bendera merah-putih di depan asrama.
Terkait hinaan dengan sebutan nama hewan ini, Nick Haslam, profesor psikologi di University of Melbourne, pernah melakukan riset terkait mengapa sebutan hewan kepada manusia begitu terasa menyakitkan. Hasil riset tersebut telah dipublikasikan di Journal of Language and Social Psychology pada September 2011.
Menurut hasil riset itu, hewan-hewan yang dibenci, seperti monyet, ular, lintah, dan tikus, sering dijadikan metafora menghina. Ia menjelaskan ketika orang menggunakan metafora itu, mereka mentransfer rasa jijik atau tidak suka mereka terhadap hewan tersebut kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
"Kita menemukan bahwa ada beberapa metafora hewan yang sangat tidak diterima karena perbandingannya sangat merendahkan," papar Haslam di The Conversation.
"Ketika orang memanggil orang lain kera, monyet, atau anjing, mereka menyamakan orang lain dengan hewan yang tidak dibenci. Namun, metafora ini mengirimkan pesan bahwa orang-orang yang disebut hewan itu dianggap di bawah manusia," lanjut dia.
Menurut Haslam, penggunaan metafora hewan yang menghina itu sangat merendahkan dan menunjukkan rasa jijik. Haslam menjelaskan bahwa sebenarnya hanya sedikit metafora yang artinya sangat menghina. Meski begitu, sebagian besar memang dianggap memiliki konotasi negatif.
"Riset kami menunjukkan bahwa ketika seseorang menyebut nama hewan pada seseorang, dalam pengertian umumnya, orang itu menganggap hal negatif itu ada pada orang lain," ujar Haslam. "Sementara manusia itu bermoral, beradab, dan pintar. Hewan tidak demikian."
ADVERTISEMENT
Haslam mengungkap bahwa penggunaan metafora hewan ini menunjukkan adanya hierarki yang manusia rasakan di alam. Menurut ide kuno scala naturae atau "rantai besar makhluk hidup", manusia berada satu tingkatan di atas hewan.
Ilustrasi manusia dan semesta. Foto: Pixabay
Dalam hierarki itu, manusia dianggap memiliki kemampuan unik untuk berpikir dan mengontrol dirinya. Sedangkan hewan menunjukkan insting yang tidak bisa dikekang. Jadi, dengan memanggil seseorang dengan sebutan hewan berarti menurunkan derajat mereka ke derajat yang lebih rendah, menurut Haslam.
"Akan sangat menyenangkan jika metafora merendahkan dan hierarki manusia serta hewan sudah tinggal sejarah," kata Haslam.
"Sedihnya, ada banyak bukti bahwa hal itu tetap ada. Banyak orang yang dengan mudahnya menggolongkan orang lain lebih rendah dari manusia dan lebih primitif dari orang lainnya. Metafora hewan ini mengungkap kebuasan kita," tutup dia.
ADVERTISEMENT