Riset: Vaksin BCG untuk TBC Berpotensi Cegah Infeksi Virus Corona

11 April 2020 16:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Virus Corona. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Virus Corona. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Para peneliti di seluruh dunia sedang berupaya menemukan obat dan vaksin untuk mengatasi pandemi virus corona COVID-19. Salah satu vaksin yang sedang diuji coba adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG). BCG adalah vaksin yang ditemukan satu abad lalu untuk melawan penyakit tuberkulosis.
ADVERTISEMENT
Dilansir CNN, vaksin BCG kini sedang melalui uji klinis untuk mengetahui efektivitasnya melawan virus corona SARS CoV-2.
Sebetulnya COVID-19 dan tuberkulosis merupakan dua jenis penyakit yang berbeda. Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri, sementara COVID-19 merupakan penyakit akibat infeksi virus.
Namun, Dr Denise Faustman, profesor ilmu kesehatan dari Harvard Medical School, mengatakan vaksin BCG dapat membantu membangun respons imun tubuh, tidak hanya untuk melawan bakteri TBC, tapi juga menangkal penyakit akibat infeksi lain. Menurut Faustman, vaksin ini dapat menimbulkan “off-target effect” yang berfungsi “melatih” imun tubuh untuk mengenal dan merespons infeksi dari bakteri, virus dan parasit lain.
Ilustrasi vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG). Foto: Shutter Stock
Selama beberapa tahun, Faustman telah meneliti efek pemberian vaksin BCG kepada orang yang menderita penyakit diabetes tipe 1. Dia rupanya tertarik terhadap manfaat off-target effect dari vaksin ini yang dapat mempengaruhi respons imun tubuh para penderita penyakit autoimun seperti diabetes tipe 1.
ADVERTISEMENT
“Dalam uji klinis kami mulai melihat manfaat positif vaksin ini, di samping kegunaannya untuk melawan tuberkulosis,” kata Faustman seperti diberitakan CNN.
Meski demikian, para peneliti belum mengetahui bagaimana mekanisme off target effect dari vaksin BCG ini. Namun mereka percaya vaksin ini bisa meningkatkan respons imun tubuh.
Sementara menurut Faustman, vaksin BCG yang dipakai selama 100 tahun terbukti sebagai vaksin yang relatif aman digunakan. Bahkan WHO menyatakan BCG sebagai vaksin yang paling aman digunakan di seluruh dunia. Selain itu, vaksin BCG masih digunakan secara luas di sejumlah negara berkembang.
“Vaksin ini telah dipakai lebih dari 3 miliar penduduk di seluruh dunia,” kata Faustman.
Ilustrasi vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG). Foto: Shutter Stock
Meski demikian, vaksin BCG tidak dapat digunakan terhadap orang yang punya sistem kekebalan tubuh lemah. Selain itu, pasien dengan penyakit bawaan yang dirawat di rumah sakit juga tidak dapat diberi vaksin ini. Sebab, vaksin BCG tidak dapat bekerja dengan beberapa jenis obat lain
ADVERTISEMENT
Sejauh ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS masih belum menentukan obat atau vaksin yang dapat mengobati COVID-19, termasuk penggunaan vaksin BCG. Namun, sejumlah negara seperti Australia dan Belanda telah memulai uji klinis mengenai kemanjuran penggunaan vaksin BCG ini.
Saat ini, Faustman serta tim peneliti lain sedang mempersiapkan proses uji klinis vaksin BCG di Boston. Setelah itu, mereka berharap dapat melibatkan 4 ribu pekerja kesehatan dalam proses uji klinis.
Sementara itu, Dr William Schaffner, ahli penyakit infeksi Vanderbilt University School of Medicine, menilai konsep penggunaan vaksin BCG yang ditawarkan Faustman sebagai cara yang tidak biasa. Namun, dia tetap berharap vaksin BCG terbukti efektif melawan virus SARS CoV-2.
ADVERTISEMENT
“Saya pikir ide menggunakan vaksin BCG termasuk konsep yang out of the box. Kita boleh merasa optimis, tapi tetap masih harus menunggu hasil uji klinis vaksin tersebut dalam melawan virus corona,” kata Schaffner.
Sebelumnya, tim peneliti dari New York Institute of Technology, College of Osteopathic Medicine, berusaha meneliti hubungan antara tingkat kematian akibat COVID-19 dengan negara yang melakukan program imunisasi BCG terhadap warganya.
Hasil studi, yang belum diterbitkan dan diulas secara ilmiah, ini menunjukkan negara dengan program imunisasi TBC mempunyai tingkat kematian akibat COVID-19 yang lebih rendah ketimbang negara yang tidak menjalankan program itu seperti Belanda, Italia, dan Amerika Serikat.
Negara di Eropa Timur eks pecahan Uni Soviet yang punya program imunisasi memiliki tingkat kematian akibat COVID-19 yang lebih rendah. Begitu pula dengan wilayah eks Jerman Timur yang memiliki kasus COVID-19 lebih sedikit ketimbang wilayah eks Jerman Barat.
ADVERTISEMENT
Namun China yang punya program imunisasi TBC tetap mempunyai tingkat kematian COVID-19 yang tinggi. Menurut studi tersebut, program imunisasi TBC sempat terganggu saat terjadi Revolusi Kebudayaan di periode 1960-1970. Akibatnya, banyak warga yang tidak diimunisasi dan berpotensi terinfeksi serta menyebarkan COVID-19.
Ilustrasi vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG). Foto: Shutter Stock
Selain itu, menurut Faustman, kurva peningkatan penyebaran COVID-19 di China tidak setajam negara tanpa program imunisasi TBC seperti Italia, Spanyol, dan Amerika Serikat. Dia menambahkan bahwa jenis strain vaksin BCG yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan tingkat kemanjuran.
Namun menurut Dr Schaffner, hasil penelitian tersebut tidak dapat dijadikan acuan. Sebab, pola penyebaran virus di tiap negara tidak sama. Selain itu tingkat penapisan massal untuk melacak penyebaran virus di tiap negara juga tidak sama.
ADVERTISEMENT
“Tapi penelitian itu dapat memberikan petunjuk untuk penyelidikan spesifik lebih lanjut, seperti uji klinis yang akan segera berlangsung,” kata Schaffner.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!