Riset: Virtual Reality Bisa Bantu Terapi Hilangkan Fobia

9 Februari 2018 22:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Desain Virtual Reality (VR) dari Lenovo (Foto: Twitter/ @lenovo)
zoom-in-whitePerbesar
Desain Virtual Reality (VR) dari Lenovo (Foto: Twitter/ @lenovo)
ADVERTISEMENT
Perangkat berbasis teknologi Virtual Terapi (VR) ternyata bermanfaat membantu proses terapi menghilangkan paranoid, untuk orang dengan gangguan psikologis (psikosis). Hal itu dibuktikan melalui uji klinis yang melibatkan 116 orang pasien di Belanda.
ADVERTISEMENT
Dilansir lifestyle.inquirer.net pada Jumat (9/2), perangkat VR juga bisa membantu proses terapi gangguan kecemasan para psikosis. Tentunya, dikombinasikan dengan pengobatan standar sesuai keluhan pasien.
Dalam sebuah hasil penelitian yang ditulis oleh sejumlah ilmuwan di Belanda, terapi dengan bantuan perangkat VR terbukti mengurangi efek tegang dalam berinteraksi sosial, yang biasanya dirasakan para psikosis. Penelitan lebih lanjut masih terus dilakukan, untuk mengetahui manfaat jangka panjang dari VR dalam proses terapi.
Diketahui, hampir 90 persen psikosis mengalami paranoid. Hal itu membuat mereka merasa (seolah-olah) sedang dalam ancaman, yang nyatanya hanya dalam imajinasi atau khayalan mereka.
Akibatnya banyak psikosis yang menghindari tempat-tempat umum. Mereka juga tak jarang menolak berkomunikasi langsung dengan banyak orang, dan lebih memilih menghabiskan banyak waktu seorang diri.
ADVERTISEMENT
VR sendiri dimanfaatkan untuk membantu proses terapi jenis Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) atau Terapi Perilaku Kognitif. Melalui proses CBT, terapis membantu pasien menyederhanakan emosi dan sudut pandang dalam memahami masalah-masalah, sehingga tingkat kecemasan mereka menurun.
Dalam uji klinis pemanfaatan VR yang melibatkan 116 pasien di Belanda itu, seluruh pasien mendapatkan sejumlah metode pengobatan standar, seperti antipsikotik dan konsultasi psikiatri reguler yang terbagi dalam 2 kelompok beranggotakan 58 orang.
Uji coba tersebut dilakukan dalam 16 sesi. Dalam satu jam selama 8 hingga 12 kali, para pasien menggunakan kacamata VR dengan visual jalan, bus, kafe, dan supermarket. Para terapis bisa mengubah jumlah avatar, penampilan mereka, untuk kemudian mencatat reaksi pasien terhadap perubahan-perubahan itu.
ADVERTISEMENT
Terapis juga melatih dan membantu pasien mengeksplorasi dan menantang rasa cemas serta rasa takut mereka melalui berbagai tampilan visual itu. Penilaian hasil uji klinis itu dilakukan secara berkala, yakni pada bulan pertama, ketiga, dan keenam.
"Penambahan VR dalam CBT dikombinasikan dengan pengobatan standar dapat mengurangi paranoid, kecemasan, dan bisa melatih mereka menyelamatkan diri dalam situasi sosial terentu," ujar salah seorang anggota tim peneliti.
"Hal itu lebih baik ketimbang pengobatan dengan CBT dan pengobatan standar lainnya saja. Dengan perkembangan teknologi VR, berbagai alat yang tersedia dalam psikoterapi terus berkembang," imbuhnya.