Ritual Khitan Yahudi Ultra-Ortodoks Sebabkan Seorang Bayi Kena Herpes

24 September 2019 14:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sunat pada bayi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sunat pada bayi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ritual berkhitan pada masyarakat Yahudi atau dikenal pula dengan sebutan brit milah menuai persoalan di Amerika Serikat. Baru-baru ini, tepatnya pada awal September 2019 ini, ada seorang bayi laki-laki di New York yang terkena herpes setelah dikhitan melalui upacara penyunatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, mohel atau orang Yahudi yang bertugas melaksanakan penyunatan disebut-sebut sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kondisi bayi yang terjangkit virus herpes itu.
Dalam ritual atau upacara penyunatan brit milah, ada sebuah prosesi yang disebut sebagai metzitzah b’peh. Dalam prosesi ini mohel harus mengulum penis si bayi untuk mengisap dan membuang darah yang keluar dari penis bayi yang baru disunat itu. Selain itu, ia juga harus membuang sebagian selaput kulit yang menutupi kepala penis bayi yang sudah disunat itu.
Prosesi semacam ini sebenarnya bukanlah kebiasaan para penganut Yudaisme secara umum. Namun beberapa komunitas Yahudi ultra-Ortodoks terus mempraktikkan dan melestarikan tradisi ini.
Upacara penyunatan atau brit milah pada masyarakat Yahudi dilakukan ketika si bayi memasuki usia 8 hari. Sesuai dengan tradisi, bayi di New York yang tak disebutkan namanya itu juga disunat di hari ke-8 setelah kelahirannya.
Bayi menangis Foto: Pixabay
Namun sungguh malang apa yang menimpa bayi itu. Sepuluh hari setelah disunat, muncul ruam di penis dan pangkal pahanya. Pihak keluarga kemudian membawa bayi itu ke rumah sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan, bayi tersebut positif terkena virus herpes simplex tipe 1 (HSV-1), demikian sebagaimana dilaporkan Newsweek.
ADVERTISEMENT
Bayi itu lantas mendapat perawatan di rumah sakit dengan diberikan asiklovir, obat antivirus, selama dua pekan berturut-turut.
Pada 2012, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah melakukan survei yang hasilnya menunjukkan sekitar 3,7 miliar orang di seluruh dunia telah terinfeksi virus HSV-1 yang menyebabkan herpes. Penyakit ini tergolong sangat berbahaya, khususnya pada bayi baru lahir. Sebab, sistem kekebalan tubuh mereka belum berkembang sempurna.
Sementara menurut New York Post, tercatat ada 24 kasus herpes pada bayi yang baru disunat semenjak tahun 2000. Dua kasus diantaranya telah memakan korban jiwa. Sedangkan dua kasus lainnya menyebabkan kerusakan otak.
Pada 2006, pemerintah AS kemudian mewajibkan adanya laporan kasus herpes setiap tahunnya. Pasca dikeluarkannya kebijakan itu, data yang masuk menunjukkan ada 164 kasus herpes neonatal yang berhasil dikonfirmasi dan semuanya terjadi di New York. Yang memprihatinkan, 12 persen dari kasus tersebut berhubungan dengan prosesi metzitzah b’peh dalam ritual brit milah.
Ilustrasi herpes Foto: Shutterstock
Ritual metzitzah b'peh pertama kali disebutkan dalam Talmud Babilonia abad ke-4, yang menyatakan bahwa setiap rabi yang tidak melakukannya akan membahayakan kehidupan bayi. Ritual ini diyakini sebagai upaya untuk menjaga kebersihan organ vital yang kemudian dimasukkan ke dalam doktrin agama.
ADVERTISEMENT
Talmud Moses Sofer pada tahun 1845 menyarankan agar prosesi metzitzah b’peh cukup dilakukan dengan menggunakan spons basah yang diklaim lebih aman untuk penis bayi. Beberapa mohel pun telah menerapkan metode semacam itu. Namun tidak bagi beberapa kelompok taat yang ingin mempertahankan tradisi metzitzah b’peh yang sebenarnya, meski harus mengabaikan peringatan kesehatan.
The Independent mencatat, ada sekitar 3.000 bayi di New York yang disunat setiap tahunnya yang menjalani prosesi ini. Memasuki tahun 2013, dilaporkan ada beberapa anak meninggal karena kerusakan otak setelah disunat.
Walikota New York, Michael Bloomberg, kemudian segera bertindak dengan mengimbau para orang tua untuk mengisi dan menandatangani formulir persetujuan sebelum bayi mereka menjalani prosesi metzitzah b'peh. Dua tahun berselang, tepatnya pada 2015, Walikota New York yang baru, Bill de Blasio, justru mencabut persyaratan formulir persetujuan yang berfungsi sebagai catatan keterangan mengenai tiap ritual brit milah itu.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini dibuat setelah de Blasio melakukan kesepakatan dengan para pemimpin Yahudi ultra-Ortodoks yang bersedia membantu mengidentifikasi dan mengisolasi setiap mohel yang terlibat dalam ritual brit milah yang bermasalah.
Pada 2017, Pemerintah Kota New York secara tegas memberikan sanksi berupa denda senilai 2.000 dolar AS atau sekitar Rp 28 juta kepada para mohel yang masih nekat melakukan prosesi metzitzah b'peh. Hal ini dilakukan setelah dilaporkan ada kasus bayi lain yang terkena herpes setelah disunat dan menjalani prosesi tersebut.
Meski prosesi metzitzah b'peh sudah terbukti berdampak buruk bagi kesehatan, anehnya tak ada tuntutan hukum yang dilayangkan ke para mohel oleh para orang tua yang anak-anaknya telah menjadi korban.
ADVERTISEMENT