Sadis! Namibia Mau Bunuh 700 Hewan Liar Gegara Kekeringan

6 September 2024 16:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gajah Afrika. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gajah Afrika. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Namibia sedang menjalankan rencana kontroversial dengan membunuh ratusan hewan di wilayahnya. Mirisnya, rencana ini diprakarsai oleh pemerintah dengan dalih sebagai respons terhadap kekeringan ekstrem yang kini menimpa Namibia, serta meningkatnya konflik manusia-satwa liar.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, pembantaian massal telah mengakibatkan lebih dari 150 hewan mati. Pemerintah menargetkan lebih dari 700 hewan lainnya, termasuk gajah, zebra, dan kuda nil, dimusnahkan.
Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pariwisata Namibia menyatakan pemusnahan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan penggembalaan, meningkatkan ketersediaan air, dan menyediakan daging hewan buruan bagi penduduk setempat sebagai bagian dari upaya penanggulangan kekeringan yang lebih luas.
Rencana kontroversial ini menuai protes keras dari kelompok pembela hak asasi hewan. People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) menyebut rencana pemerintah Namibia adalah tindakan picik, tidak efektif, dan kejam. Wakil presiden senior PETA, Jason Baker, memperingatkan tentang potensi kehancuran yang bisa ditimbulkan, terutama pada populasi satwa liar.
“Membunuh beberapa ekor gajah saja bisa menghancurkan seluruh kawanan, menyebabkan kekacauan, meningkatkan angka kematian di antara yang selamat, dan risiko hewan yang frustasi dapat memperparah konflik manusia dan hewan,” tulis Baker dalam surat terbuka kepada perdana menteri.
ADVERTISEMENT
PETA berpendapat, Namibia menjadikan satwa liar sebagai kambing hitam untuk masalah yang lebih kompleks. PETA juga menyatakan kekhawatirannya tentang beberapa konsekuensi yang bisa ditimbulkan dari pembunuhan massal satwa liar, termasuk risiko penyakit zoonosis. Selain itu, tindakan ini juga dapat mengganggu ekosistem yang rapuh.
Suku Himba dari Namibia. Foto: AFP/STEPHANE DE SAKUTIN
“COVID-19, SARS, HIV, Ebola, dan penyakit zoonosis lain telah menunjukkan kepada dunia betapa berbahayanya penyembelihan dan konsumsi hewan liar,” kata Baker.
Baker mengaku sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan dari pemerintah Nambia. Dia berharap, pemangku kebijakan setempat dapat menarik rencana pemusnahan massal hewan liar untuk mencegah dampak yang lebih buruk terjadi.
“Sayangnya, ini bukan pemusnahan pertama di Namibia, dan tanpa rencana, saya khawatir ini bukan yang terakhir,” katanya. “Ini hanya akan terus merusak citra Namibia, merugikan industri pariwisatanya, dan menyebabkan penderitaan besar bagi hewan.”
ADVERTISEMENT
Saat ini, Namibia memang sedang dilanda kekeringan yang sangat parah, bahkan terparah dalam dekade terakhir. Pada 22 Mei 2024, presiden Namibia mengumumkan keadaan darurat atas bencana kekeringan ini.
Cadangan pangan sangat rendah, dengan hampir setengah dari populasi di Namibia menghadapi kelaparan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemerintah AS telah berupaya memberikan bantuan, terutama untuk anak-anak yang kekurangan gizi. Adapun pemusnahan massal hewan dilakukan sebagai bagian dari cara untuk menangani bencana kelaparan di sana. Namun PETA meragukan tindakan ini bisa menjadi solusi.
“Daging dari ratusan hewan tidak akan cukup untuk mengatasi bencana ini, dan sumber air bagi manusia serta ternak, berbeda dengan sumber air bagi hewan liar,” kata Baker.