Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hewan amfibi tersebut memiliki nama latin Andrian sligoi. Salamander ini hidup di perairan di daerah China bagian tengah, timur, hingga selatan. Warnanya yang coklat dengan corak hitam membuat perairan dangkal bebatuan menjadi habitat yang cocok bagi A. sligoi.
Sayangnya, populasi hewan raksasa ini amat terancam di alam liar. Statusnya sudah sangat terancam punah sejak beberapa waktu lalu.
Sebuah penelitian selama empat tahun di China menunjukkan data yang memprihatinkan. Selama empat tahun, tim hanya berhasil menemukan 24 individu liar di empat titik habitat.
“Kemungkinan hewan-hewan tersebut juga adalah hasil peternakan yang kabur atau dilepaskan ke alam liar sebagai inisiatif konservasi dari pemerintah setempat,” ujar peneliti dari Zoological Society of London, Samuel Turvey.
Hilangnya habitat dan perburuan ilegal menjadi penyebab hewan ini berstatus langka di alam. Meski begitu, jutaan salamander saat ini dapat hidup dengan baik di peternakan lokal.
ADVERTISEMENT
Uniknya, hewan amfibi terbesar ini pernah salah diidentifikasi oleh ilmuwan selama beberapa dekade.
Awalnya, peneliti menilai bahwa salamander raksasa asal China hanya terdiri dari satu spesies. Namun, riset pada September 2019 menunjukkan bahwa hewan langka tersebut sebenarnya terdiri dari tiga spesies berbeda.
Selama bertahun-tahun, ilmuwan selalu menyebut salamander raksasa asal China dengan nama latin Andrias davidianus. Akhirnya, penelitian genetik menunjukkan ada tiga spesies berbeda.
Salah satu dari tiga spesies tersebut adalah Andrian sligoi. Salamander raksasa ini kemudian menjadi spesies yang benar-benar memperoleh titel hewan amfibi terbesar di dunia.
“Analisis kami memperlihatkan bahwa spesies dari salamander raksasa asal China terbagi antara 3,1 hingga 2,4 juta tahun yang lalu,” ujar peneliti utama, Prof. Samuel Turvey, dilansir EurekAlert.
Peneliti dari Natural History Museum of London, Melissa Marr mengatakan, momen penemuan ini tidak bisa lebih baik lagi mengingat status hewan raksasa tersebut yang terancam punah.
ADVERTISEMENT
“Penemuan ini hadir saat intervensi untuk menyelamatkan salamander raksasa asal China di alam liar sangat dibutuhkan,” ungkapnya.
Hilangnya habitat dan perburuan ilegal menjadi penyebab hewan ini berstatus langka di alam. Meski begitu, jutaan salamander saat ini dapat hidup dengan baik di peternakan lokal.
(EDR)