Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Sebuah Bahasa Tak Dikenal Ditemukan di Semenanjung Malaya
9 Februari 2018 12:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Para ahli bahasa dari Lund University di Swedia menemukan bahasa baru yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya di Semenanjung Malaya. Mereka kemudian menyebut bahasa tersebut sebagai Jedek.
ADVERTISEMENT
“Dokumentasi bahasa minoritas yang terancam punah seperti Jedek penting untuk memberi wawasan baru tentang kecerdasan dan budaya manusia,” kata Joanne Yager, mahasiswi doktoral di Lund University yang menjadi salah satu peneliti bahasa Jedek ini, dilansir Science Daily .
Menurut Niclas Burenhult, dosen Linguistik Umum di Lund University yang juga ikut meneliti, Jedek bukanlah bahasa yang digunakan oleh suku tak dikenal di hutan, tapi desa tempat mereka tinggal sudah pernah kunjungi antropolog.
“Sebagai ahli bahasa, kami meneliti dari aspek yang dilewatkan para antropolog,” ujar Burenhult.
Bahasa Jedek merupakan bagian dari variasi bahasa Aslian dan masuk ke dalam famili bahasa Austroasiatic. Hanya ada 280 orang yang masih menggunakan bahasa Jedek di utara Semenanjung Malaya.
ADVERTISEMENT
Proses Penemuan Bahasa Jedek
Para peneliti menemukan bahasa ini ketika melakukan proyek pendokumentasian bernama Tongues of the Semang. Dalam proyek ini mereka mengunjungi beberapa desa dan mengumpulkan data dari penduduk yang menggunakan bahasa-bahasa Aslian.
Bahasa Jedek ini ditemukan ketika mereka sedang mempelajari bahasa Jahai di daerah yang sama.
“Kami menyadari ada desa yang menggunakan bahasa yang berbeda. Mereka menggunakan kata, fonem, dan tata bahasa yang tidak digunakan di Jahai. Beberapa kata menunjukkan hubungan pada bahasa Aslian lainnya yang digunakan di bagian lain Semenanjung Malaya,” beber Joanne Yager.
Budaya Unik Para Pengguna Bahasa Jedek
Kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa ini ternyata lebih mengutamakan kesetaraan gender daripada di Barat. Tidak ada kekerasan di sana karena mereka tidak membiasakan anak-anaknya bersaing dan tidak ada hukum ataupun lembaga hukum. Mereka tidak punya pekerjaan tertentu, tapi mereka memiliki kemampuan berburu dan meramu.
ADVERTISEMENT
Cara hidup seperti ini terlihat dari bahasa mereka yang tidak memiliki kata untuk hukum, pengadilan, dan tidak ada kata-kata yang berhubungan dengan kepemilikan seperti pinjam, curi, jual, atau beli. Tapi mereka memiliki banyak kata yang berhubungan dengan bertukar dan berbagi.
“Banyak cara untuk menjadi manusia, tapi seringkali kita menganggap kehidupan modern adalah kehidupan yang dijalani semua manusia di dunia. Kita masih harus belajar, bukan hanya mengenai diri kita sendiri, tapi juga mengenai hal lain yang belum diketahui dan bahasa serta kebudayaan yang akan punah di luar sana,” kata Burenhult.
Satu Abad Mendatang Setengah Bahasa di Dunia Akan Hilang
Joanne Yager dan Niclas Burenhult telah menghabiskan waktu lama untuk bekerja dengan pengguna bahasa-bahasa Aslian. “Pekerjaan ini membutuhkan orang-orang yang mengabdikan diri dengan hasrat yang kuat untuk menemukan keragaman bahasa,” ujar Burenhult lagi.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 6 ribu bahasa yang digunakan di dunia. Sebanyak 80 persen penduduk dunia setidaknya menggunakan salah satu dari bahasa-bahasa mayor, dan hanya 20 persen yang berbicara dengan menggunakan salah satu dari 3.600 bahasa minor yang saat ini masih tersisa.
Menurut para peneliti, setengah dari bahasa di dunia akan hilang dalam waktu 100 tahun mendatang.