Sesar Mendatar Kawa Jadi Penyebab Terjadinya Gempa Dahsyat di Ambon

3 Oktober 2019 8:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana bangunan Pasar Apung Desa Tulehu yang roboh akibat gempa bumi di Ambon. Foto: ANTARA FOTO/Izaak Mulyawan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana bangunan Pasar Apung Desa Tulehu yang roboh akibat gempa bumi di Ambon. Foto: ANTARA FOTO/Izaak Mulyawan
ADVERTISEMENT
Kamis, 26 September 2019, tepatnya pada pukul 06.46 WIB, gempa dengan kekuatan 6,5 Magnitudo mengguncang wilayah Ambon, Kairatu, dan Haruku di Maluku. Akibatnya, 28 orang dilaporkan tewas dalam bencana tersebut.
ADVERTISEMENT
Episenter gempa tektonik ini terletak pada koordinat 3,34 LS dan 128,45 BT, atau tepatnya berlokasi di darat dengan jarak 45 km ke arah tenggara kota Kairatu, atau pada jarak 42 km ke arah timur laut kota Ambon dengan kedalaman 10 km.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, dengan melihat lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa yang terjadi di Maluku merupakan jenis gempa dangkal yang diakibatkan aktivitas sesar aktif.
Daryono, Kabid Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Foto: Utomo P/kumparan
Menurutnya, kawasan ini memang memiliki tatanan tektonik yang cukup kompleks. Ada beberapa unsur tektonik yang ada di wilayah tersebut, yakni Sesar Sorong, Sesar Buru, Sesar Tarera Aiduna, dan Seram Trough. Adapun terjadinya gempa Kairatu, Haruku, Masohi, dan Ambon, berkaitan dengan aktifnya salah satu struktur sesar.
ADVERTISEMENT
"Dari sebuah paper ditemukan bahwa sumber sesar aktif jalurnya membentang dari timur, dari Pulau Gorong sampai ke barat Pulau Manipa, dan itu berimpit dengan Sesar Seram. Ini merupakan Sesar Mendatar Kawa yang akhirnya bisa menjawab gempa-gempa besar disertai tsunami yang pernah terjadi pada masa lalu," ujar Daryono, dalam konferensi pers Penanganan Bencana di Ruang Serba Guna Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (2/10).
Struktur Sesar Mendatar Kawa sendiri memiliki pola membentuk busur, melengkung ke utara dari timur ke barat, membentang dengan jarak mencapai 453 km. Sebelum gempa berkekuatan 6,5 magnitudo terjadi, BMKG mencatat, sejak 28 Agustus 2019, telah terjadi rentetan gempa kecil yang terjadi di sekitar sesar, dan ini merupakan gempa pembuka sebelum gempa besar terjadi.
ADVERTISEMENT
Ini tak lain karena Gempa Ambon, Haruku, dan Kairatu, kata Daryono, merupakan gempa shallow crustal atau kerak dangkal yang disusul oleh sesar aktif. Gempa ini memiliki tipe yang didahului oleh gempa pembuka atau forseshocks, mainshocks, dan aftershocks.
Kemacetan terjadi usai gempa yang terjadi di Ambon, Kamis (26/9/2019). Foto: AFP/YUSNITA
Selain itu, rentetan gempa yang terjadi di Ambon telah menjawab gempa besar yang terjadi di masa lalu. Tercatat, setidaknya ada 4 kejadian gempa dan tsunami yang dikaitkan dengan Sesar Mendatar Kawa.
Pertama, gempa yang terjadi pada 17 Februari 1674. Kala itu, kekuatan gempa diperkirakan berkekuatan 7,8 magnitudo, hingga menyebabkan tsunami besar yang dikenal Tsunami Rumphius. Akibat gempa dan tsunami ini, sekitar 2.243 orang tewas dalam bencana tersebut.
"Ternyata, sesar ini pernah membangkitkan gempa tersebut. Kemudian 1899, juga terjadi gempa dan tsunami di Seram hingga ada kisah Desa Elpaputih yang hilang dan diperingati setiap tahunnya," jelasnya. “Gempa disertai tsunami yang terjadi di Seram pada 30 September 1899 itu, berkekuatan 7,8 magnitudo, dan menewaskan 4.000 jiwa.”
Gempa di Ambon. Foto: Lentera Maluku
Selanjutnya, Seram kembali diguncang gempa dan tsunami pada 14 Maret 2016 dengan kekuatan 6,4 magnitudo, dan 3 orang dilaporkan tewas dalam bencana tersebut. Terakhir, gempa yang terjadi beberapa hari lalu, tepatnya pada 26 September 2019 dengan kekuatan 6,5 magnitudo. Gempa yang mengguncang tiga wilayah sekaligus ini menewaskan 28 orang.
ADVERTISEMENT
“Secara regional, Sesar Mendatar Kawa ini memiliki struktur yang cukup panjang, sehingga khusus di wilayah Kairatu sesar ini dapat disebut sebagai ‘Segmen Sesar Kairatu’,” ujar Daryono.
Ia menambahkan, hingga Rabu (2/10), telah terjadi 887 gempa susulan, dan yang dirasakan sebanyak 84 kali. “Ini membuat kepanikan terus terjadi, namun statistik gempa susulan mengalami frekuensi menurun, hari ini hanya terjadi 19 gempa saja. Ini tentu pertanda baik karena akan terjadi stabilitas gempa tektonik,” imbuhnya.
Terkait dengan keberadaan sesar ini, BMKG sudah mengantisipasi dengan melakukan monitoring gempa dan memberikan info. Khusus di wilayah Buru, Seram, dan Ambon, BMKG memiliki 7 sensor gempa, dan tahun ini akan ditambah sehingga menambahkan kecepatan analisis kegempaan.
ADVERTISEMENT
“Kita juga memiliki 7 sistem penerima informasi gempa, termasuk satu sirine tsunami yang ada di kota Ambon. Jadi semua sudah kita antisipasi. Namun demikian, edukasi harus tetap dilakukan, bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami cara menghadapi gempa dan menghadapi potensi tsunami,” jelas Daryono.