Silent Heart Attack, Serangan Jantung Senyap Berbahaya dan Tanpa Gejala
ADVERTISEMENT
Kabar meninggalnya Ashraf Sinclair , pesohor yang juga suami penyanyi Bunga Citra Lestari (BCL), mengejutkan banyak pihak. Aktor sekaligus pebisnis tersebut wafat usai terkena serangan jantung pada Selasa (18/2) di usia 40 tahun.
ADVERTISEMENT
Padahal, manajer BCL , Doddy, menuturkan Ashraf tidak punya riwayat penyakit sebelumnya. Mendiang juga dikenal sebagai orang yang rajin berolahraga. Ashraf diketahui menekuni CrossFit, program latihan berupa kombinasi latihan interval intensitas tinggi, angkat beban, senam, dan disiplin lainnya dalam satu format latihan sirkuit.
Usia Ashraf masih terbilang muda. Namun perlu dicatat, serangan jantung dipicu berbagai faktor lain, tak hanya bergantung pada usia dan gaya hidup. Seperti yang dijelaskan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, ada faktor penyumbang risiko lain seperti riwayat penyakit jantung dalam keluarga, diabetes, tekanan darah tinggi (hipertensi), obesitas, dan stres.
ADVERTISEMENT
Titik kritis penyakit ini, terletak pada sifatnya yang terkadang bisa berlangsung senyap dan tanpa gejala, atau tanda-tanda yang muncul tidak terlalu signifikan. Seperti dikutip dari laman situs Harvard Health Publishing, seseorang dapat mengalami serangan jantung dan tidak menyadarinya. Kondisi ini disebut sebagai silent myocardial infarction (SMI) atau silent heart attack.
Sering menyerang pria dibandingkan wanita dan tanpa gejala signifikan
Kasus serangan jantung senyap menimpa hampir 45 persen penderita di seluruh dunia, dan lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Penggunaan istilah “senyap” untuk menggarisbawahi bahwa ketika serangan jantung terjadi, gejala-gejalanya tidak memiliki intensitas pada umumnya, seperti nyeri dan perasaan tertekan di dada yang ekstrem, rasa sakit yang menusuk di lengan, leher, atau rahang, ritme napas yang pendek-pendek, berkeringat, dan pusing.
ADVERTISEMENT
“Gejala SMI dapat terasa sangat ringan, dan sangat singkat, penderita sering menjadi bingung (dan mengira serangan jantung) sebagai ketidaknyamanan biasa atau masalah lain yang tidak serius, jadi para pria mengabaikannya,” ujar Dr. Jorge Plutzky, Direktur Program Pencegahan Penyakit Pembuluh Darah di Brigham and Woman’s Hospital yang berafiliasi dengan Harvard Medical School.
Misalnya, seorang pria mungkin merasa kelelahan dan keluhan fisik lain lantas mengasumsikan tanda-tanda tersebut sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, kurang tidur, atau sakit dan nyeri yang berkaitan dengan usia secara umum. Gejala serangan jantung senyap lain yang bisa muncul dalam intensitas ringan, yakni sakit tenggorokan atau dada yang sering dianggap sebagai kenaikan asam lambung dan gangguan pencernaan.
Dalam kasus serangan jantung senyap, lokasi nyeri juga rawan disalahpahami. Seorang pengidap silent heart attack mungkin saja merasa sakit atau nyeri di bagian tengah dada, bukan rasa sakit yang menusuk di sisi kiri dada sebagaimana gejala serangan jantung pada umumnya.
ADVERTISEMENT
“Orang-orang bahkan dapat merasa benar-benar normal selama SMI dan sesudah (serangan jantung senyap terjadi), yang selanjutnya menambah kemungkinan (penderita) melewati tanda-tanda peringatan,” lanjut Plutzky.
Terkena serangan jantung dan tidak menyadarinya
Publikasi ilmiah di Journal of American Medical Association yang terbit pada November 2015 menyebutkan, hampir 2.000 orang berusia 45 hingga 84 tahun pada saat awal penelitian berstatus bebas dari penyakit kardiovaskular. Setengah dari mereka merupakan pria.
Namun setelah 10 tahun, 8 persen responden memiliki bekas luka di miokard atau sel-sel yang terdapat di otot jantung. Bekas luka ini menjadi bukti serangan jantung. Temuan yang paling mengejutkan adalah bahwa 80 persen dari orang-orang dengan bekas luka miokard ini tidak menyadari kondisi mereka. Secara keseluruhan, prevalensi bekas luka miokard lima kali lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.
ADVERTISEMENT
Peneliti menekankan, meski menunjukkan gejala yang lumayan berbeda, baik serangan jantung senyap maupun reguler memiliki faktor risiko pemicu yang sama, yakni merokok, kelebihan berat badan, kurang olahraga, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan diabetes.
“SMI sering meninggalkan jaringan parut dan kerusakan pada jantung yang dikombinasikan dengan fakta bahwa banyak orang yang menderita SMI tidak mencari perawatan segera. Selanjutnya dapat meningkatkan risiko serangan jantung kedua dan berpotensi lebih berbahaya,” ujar Plutzky.
Faktanya, orang yang menderita SMI dan tidak mendapatkan perawatan medis memiliki risiko tiga kali lebih besar meninggal akibat penyakit arteri koroner.
“Serangan jantung senyap adalah sinyal keras yang dikirimkan tubuh Anda bahwa Anda memiliki semacam masalah kesehatan mendasar yang perlu diperhatikan,” ujar Plutzky.
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan jantung yang dianjurkan
Beberapa pasien dapat mengalami serangan jantung senyap selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian. Lantas baru terdiagnosis saat berobat untuk gejala yang muncul berkelanjutan seperti kelelahan, sesak napas, atau mulas.
Serangan jantung senyap biasanya terdeteksi dari elektrokardiogram (EKG) atau ekokardiogram yang dapat memindai kerusakan otot jantung. Metode lain adalah tes darah untuk mencari jejak molekuler troponin T, protein yang dilepaskan oleh sel-sel jantung yang terluka. Tes ini sering digunakan saat penanganan gawat darurat bagi pasien dengan gejala serangan jantung.
Setelah serangan jantung senyap didiagnosis, dokter akan mengidentifikasi faktor-faktor risiko utama dan merancang metode perawatan dan terapi terbaik, seperti mengubah pola makan, berolahraga secara teratur, meminum statin atau obat penurun kadar kolesterol darah, atau obat-obatan lain untuk mencegah serangan jantung kedua.
ADVERTISEMENT
“Jika Anda melihat ada gejala SMI, jangan mengabaikannya, bahkan jika Anda tidak menganggapnya serius,” ujar Plutzky. "Bermain aman selalu merupakan langkah yang lebih baik daripada mengambil risiko yang berbahaya.”