Simpanse Terekam Kamera sedang 'Pesta Mabuk'

23 April 2025 10:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi simpanse. Foto: Nacho Doce / REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi simpanse. Foto: Nacho Doce / REUTERS
ADVERTISEMENT
Bukan hanya manusia yang doyan mabuk. Simpanse tampaknya juga tertarik merasakan efek psikoaktif dari etanol dengan berburu buah berfermentasi di hutan.
ADVERTISEMENT
Temuan ini terungkap dari penelitian baru di balik konsumsi alkohol oleh simpanse yang terbit di jurnal Current Biology. Kerabat dekat kera besar ini ternyata mengonsumsi makanan yang memabukkan sebagai bagian dari caranya mempererat ikatan dan mencairkan suasana sosial, seperti halnya Homo sapiens.
Sekelompok ilmuwan dari University of Exeter menangkap rekaman simpanse liar sedang memakan dan menyebarkan buah sukun Afrika yang terfermentasi di Taman Nasional Cantanhez, Guinea-Bissau, Afrika Barat. Pembagian buah fermentasi ini terlihat dalam 10 kesempatan berbeda, menimbulkan pertanyaan, mengapa simpanse secara aktif mencari makanan yang mengandung alkohol?
“Simpanse tidak berbagi makanan sepanjang waktu, jadi perilaku dengan buah yang difermentasi ini mungkin penting,” kata Dr. Kimberley Hockings, penulis studi dari Centre for Ecology and Conservation di University of Exeter, mengutip IFLScience.
ADVERTISEMENT
Sukun Afrika kaya akan gula dan secara alami mengalami fermentasi dalam kondisi tertentu, sehingga dapat mengandung kadar alkohol sekitar 0,61 persen berdasarkan volume (ABV). Kadar tersebut relatif rendah jika dibandingkan dengan minuman alkohol yang dikonsumsi manusia –bir biasanya mengandung antara 4 hingga 6 persen ABV–, tapi kadar tersebut bisa menimbulkan efek signifikan bagi simpanse saat memakannya dalam jumlah banyak.
Peneliti menegaskan, simpanse tidak mungkin mabuk karena buah sukun, karena mabuk di hutan bukan pertanda baik buat mereka. Namun, ada kemungkinan simpanse akan mengonsumsi buah itu dalam jumlah cukup untuk mendapatkan efek relaks dan membuat mereka lebih terbuka secara sosial.
“Bagi manusia, kita tahu bahwa minum alkohol menyebabkan pelepasan dopamin dan endorfin, dan menghasilkan perasaan bahagia dan relaks,” jelas Anna Bowland, penulis utama studi dari Pusat Ekologi dan Konservasi di University of Exeter.
ADVERTISEMENT
Ada bukti kuat bahwa toleransi terhadap alkohol sudah ada sejak lama dalam kisah evolusi kita. Para ilmuwan sebelumnya telah menemukan fakta nenek moyang hominin yang sudah punah mengembangkan mutasi genetik yang memungkinkan mereka memproses etanol dengan lebih efisien. Adaptasi ini muncul sekitar 10 juta tahun lalu, jauh sebelum kera memiliki cara untuk membuat alkohol.
Satu ide menarik yang dikenal sebagai drunken monkey hypothesis menunjukkan primata awal yang tertarik pada bau alkohol lebih pandai menemukan buah matang dan kaya energi.
Etanol, sebagai senyawa ringan dan mudah menguap, bisa dengan mudah mengudara sehingga aromanya dapat menyebar ke seluruh hutan. Mendeteksi bau busuk ini memberi mereka keuntungan untuk bertahan hidup, dan seiring waktu, gen yang menyukai alkohol diturunkan ke anak cucu.
ADVERTISEMENT
Adaptasi yang sama inilah yang memungkinkan manusia mengonsumsi alkohol saat ini. Terlepas dari halal haram di dalam aturan agama atau kepercayaan, alkohol dapat memainkan peran dalam pengembangan budaya manusia, terutama memperkuat ikatan sosial lewat pesta atau perayaan tertentu. Seperti yang ditunjukkan studi baru, akar perilaku ini masih terlihat pada simpanse.
Ke depan, peneliti perlu mencari tahu lebih banyak tentang apakah simpanse sengaja mencari buah-buahan yang mengandung etanol tersebut, serta bagaimana mereka me-metabolismenya. Perilaku ini bisa jadi merupakan tahap evolusi awal dari pesta. Jika demikian, kata Hockings, ini menunjukkan bahwa tradisi berpesta manusia mungkin berasal dari sejarah evolusi kita.