Soal Prostitusi, Kenapa Ada Perempuan yang Sudi Jadi PSK?

9 Januari 2019 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PSK (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PSK (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Maraknya kabar soal kasus prostitusi online yang diduga melibatkan seorang artis perempuan, memunculkan sejumlah pertanyaan di benak publik. Salah satunya kenapa ada perempuan yang sudi jadi pekerja seks komersial (PSK)?
ADVERTISEMENT
Apa alasan mereka sehingga memutuskan menjadi PSK? Atau apa yang akhirnya membuat mereka menjadi PSK?
Eunike Sri Tyas Suci, psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, pernah melakukan penelitian di lokasi Resosialisasi Wanita Tuna Susila (WTS) di Yogyakarta yang kini telah berubah menjadi Terminal Penumpang Giwangan Yogyakarta. Karena saat itu letaknya berdekatan dengan Kampung Sanggrahan, Kotagede, tempat resosialisasi ini lebih populer dengan sebutan Resos Sanggrahan.
Di Resos Sanggrahan itu Eunike mewawancarai sejumlah PSK untuk bahan penelitian tesis S2-nya di Brown University di Amerika Serikat. Dari situ Eunike mengetahui ada kondisi psikososial tertentu pada diri mereka.
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
“Seseorang memutuskan menjadi PSK umumnya atas keputusan sadar dan rasional untuk mendapatkan apa yang dia inginkan,” kata perempuan yang telah lulus S2 dan S3 dari Brown University itu, saat dihubungi kumparanSAINS, Selasa (8/1/2019).
ADVERTISEMENT
Menurut hasil wawancara Eunike dengan beberapa PSK di Resos Sanggrahan pada saat itu, rata-rata dari mereka memiliki tujuan finansial.
“Jadi misalnya ada yang dari Jawa Timur waktu itu datang ke situ, dia sudah punya salon tetapi dia gak punya steamer, sehingga datang ke situ untuk jual diri, cari modal untuk kemudian mengembangkan salonnya. Jadi itu sangat rasional. Kemudian ada juga yang untuk bangun rumah,” paparnya.
Namun ada juga satu kasus yang pernah mengejutkan Eunike. Ia pernah menemukan PSK yang ternyata setiap hari datang ke lokasi resosialisasi itu dengan diantar oleh suaminya.
“Jadi nggak nginep, nggak tinggal di situ, tapi di-drop oleh suaminya naik sepeda motor supaya terima customer dan hamil. Karena dengan suaminya tidak hamil,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Menurut Eunike, kemungkinan si suami ini merasa bahwa tak bisa punya anak bisa jadi aib untuk dirinya sendiri karena kejantanannya dianggap meragukan. “Karena itu dia lebih baik istrinya hamil dengan laki-laki lain yang tidak perlu diketahui siapa laki-laki itu, yang penting istrinya hamil dan itu menunjukkan kepada publik bahwa dia adalah suami yang normal.”
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Eunike yang kini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia memberi catatan, data yang ia dapat ini adalah berdasarkan hasil penelitiannya di Resos Sanggrahan saja.
“Itu untuk di Yogya ya. Untuk kondisi di tempat lain mungkin beda lagi, misalnya di Dolly, Kramat Tunggak, mungkin beda lagi,” tekannya.
Vanessa Angel saat ditangkap Polda Jatim terkait prostitusi online. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Vanessa Angel saat ditangkap Polda Jatim terkait prostitusi online. (Foto: Dok. Istimewa)
Adapun untuk kasus prostitusi online di kota urban yang sedang ramai dibicarakan, yakni dengan seorang artis ibu kota sebagai terduga PSK-nya, Eunike punya pendapat alasan lain. Menurutnya, keinginan untuk mendapatkan uang untuk tampil glamour bisa jadi alasan penting bagi sebagian perempuan muda untuk jadi PSK di kota-kota urban.
ADVERTISEMENT
“Nah di dalam kota urban, kecenderungan yang diasosiasikan adalah karena glamour kehidupan, di Jakarta khususnya, itu membuat orang-orang dari daerah atau yang secara finansial itu tidak terlalu kuat, tetapi berada dalam lingkungan pergaulan yang memamerkan seluruh glamoritas itu, dia tidak tahan diri.”
Karena tidak bisa menahan diri di dalam pergaulan glamour itulah, maka sebagian perempuan muda “mencari upaya untuk bisa tampil glamour dengan mencari customer yang punya kantong tebal.”
Eunike meyakini hal ini bisa menjadi penyebab adanya artis yang kemudian menjadi PSK dalam praktik prostitusi online.
“Artis itu secara finansial tidak selalu kencang, tidak selalu kuat. Ada artis yang harus selalu tampil cantik dan itu biayanya besar sekali untuk nyalon, untuk diet, untuk bajunya, untuk makeup-nya, dan segala bulu mata itu tuh biayanya nggak sedikit. Dan karena dia bukan artis yang laris ya, itu incomenya kan tidak rutin toh, tergantung kalau dihire ada syuting atau apa segala macam itu,” tutur Eunike yang mengaku tahu kehidupan beberapa artis.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi finansial terbatas tapi ingin tetap tampil glamour dalam pergaulan, menurut Eunike, maka kemudian sangat mungkin ada artis yang akan melakukan banyak hal demi mendapatkan uang, termasuk menjual tubuhnya.
Tiga artis yang ditangkap karena kasus prostitusi. (Foto: Youtube, Instagram, Maria Gabrielle Putrinda/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiga artis yang ditangkap karena kasus prostitusi. (Foto: Youtube, Instagram, Maria Gabrielle Putrinda/kumparan)
Eunike yang pernah datang ke tempat hiburan di Sawah Besar, Jakarta, merasa sedih saat melihat banyak perempuan muda yang bekerja sebagai pelayan lelaki hidung belang.
“Saya nggak tahan. Saya nggak bisa melihat anak-anak remaja pakai gincu, kelihatan terpaksa pakai gincu, sementara di sebelahnya om-om gitu,” kata Eunike yang kemudian memutuskan untuk cepat-cepat pulang agar tak melihat pemandangan yang menyayat hatinya tersebut.
Menurut Eunike, remaja-remaja perempuan itu memutuskan bekerja seperti itu karena mereka terjebak dalam gaya pergaulan yang salah. Mereka perlu mengikuti gaya pergaulan teman-temannya tapi mereka tak punya uang sehingga butuh cari uang terlebih dulu dan salah satunya dengan cara seperti itu.
ADVERTISEMENT
“Karena untuk yang remaja dia itu kan sangat terpengaruh dengan peer-nya (teman sebaya di lingkungan pergaulannya). Peer-nya itu adalah lingkungan dekatnya sendiri,” pungkas Eunike.