news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Suhu Kutub Selatan Memanas 3 Kali Lipat Dibanding Wilayah Lain, Ini Penyebabnya

1 Juli 2020 8:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salju yang meleleh di Antartika. Foto: Johan Ordonez
zoom-in-whitePerbesar
Salju yang meleleh di Antartika. Foto: Johan Ordonez
ADVERTISEMENT
Studi baru mengungkap bahwa Kutub Selatan telah memanas tiga kali lebih cepat ketimbang wilayah lain di dunia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Cepatnya laju pemanasan di Kutub Selatan tak lain karena suhu laut di wilayah tropis terus menghangat.
ADVERTISEMENT
Memanasnya suhu udara di Kutub Selatan telah mendorong para peneliti di Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat untuk menganalisis 60 tahun data stasiun cuaca guna mengetahui apa penyebab terjadinya pemanasan di benua terdingin di dunia tersebut. Analisis data dilakukan menggunakan pemodelan komputer.
Mereka menemukan bahwa suhu lautan yang lebih hangat di Pasifik barat selama beberapa dekade terakhir telah menurunkan tekanan atmosfer di atas Laut Weddell di Atlantik selatan. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran udara hangat secara langsung ke Kutub Selatan dan meningkatkan suhu lebih dari 1,83 derajat Celcius sejak tahun 1989.
Menurut peneliti, tren pemanasan tersebut kemungkinan didorong oleh emisi gas rumah kaca buatan manusia sehingga menyebabkan efek pemanasan dari polusi karbon di Kutub Selatan.
Salju di Antartika yang meleleh akibat pemanasan global. Foto: Johan Ordonez
“Ketika suhu di Antartika Barat dan Semenanjung Antartika mengalami pemanasan selama abad ke-20, saat itu Kutub Utara tetap dingin,” ujar Kyle Clem, peneliti di Victoria University of Wellington yang merupakan penulis studi.
ADVERTISEMENT
Data menunjukkan, saat ini suhu di Kutub Selatan telah memanas hingga 0,6 derajat Celcius dalam satu dekade terakhir, lebih besar daripada seluruh wilayah lain di Bumi dengan peningkatan suhu hanya berkisar 0,2 derajat Celcius.
Di riset yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Climate Change, para peneliti menghubungkan perubahan suhu itu dengan fenomena yang dikenal dengan sebutan Interdecadal Pacific Oscillation (IPO).
Siklus IPO berlangsung sekitar 15-30 tahun, bergantian antara negara “positif” dan “negatif”. Ini artinya, terjadi anomali suhu terbalik, di mana ketika suhu Pasifik tropis menghangat, suhu Pasifik utara justru lebih dingin dari rata-rata.
Peta Antartika. Foto: Northumbria University
IPO beralih ke siklus negatif pada awal abad ini, memantik konveksi yang lebih besar dan lebih banyak tekanan ekstrem di lintang tinggi, yang mengarah ke aliran air hangat di Kutub Selatan.
ADVERTISEMENT
Clem mengatakan, tingkat pemanasan sebesar 1,83 derajat Celcius itu lebih tinggi 99,99 persen dari semua tren pemanasan selama 30 tahun. “Ketika pemanasan terjadi hanya dalam variabilitas alami dari iklim, pemanasan juga sangat mungkin terjadi karena aktivitas manusia,” ujarnya.
Pada dasarnya, temperatur di Antartika sangat bervariasi sesuai dengan musim dan wilayah. Selama bertahun-tahun, suhu di Kutub Selatan akan tetap terasa dingin bahkan ketika benua itu memanas. Sekarang, tempat paling terpencil di Bumi itu telah mengalami pemanasan lebih dari 1,83 derajat Celcius, mengancam pencairan es yang lebih masif. Ini akan berakibat pada meningkatnya muka air laut di seluruh dunia.
Lantas, apakah Kutub Selatan akan hilang dan berubah menjadi hutan? Semua tergantung pada tindakan manusia.
ADVERTISEMENT