Sumur Resapan, Solusi Atasi Banjir hingga Tingkatkan Kualitas Air

6 April 2022 13:46 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sumur resapan di SDN Cipinang Melayu 05 Pagi, Jakarta Timur, Selasa (7/12). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sumur resapan di SDN Cipinang Melayu 05 Pagi, Jakarta Timur, Selasa (7/12). Foto: Haya Syahira/kumparan
Banjir hingga masalah pencemaran air masih menjadi tantangan yang belum bisa diselesaikan sampai saat ini, terutama di kota-kota besar. Intensitas hujan tinggi, berkurangnya lahan resapan air, serta pendangkalan sungai menjadi beberapa penyebabnya. Limbah domestik dan industri yang mengotori sungai juga membuat kualitas air ikut memburuk.
Sumur resapan menjadi salah satu upaya mengurangi dampak banjir sekaligus menyimpan air hujan sebagai cadangan air tanah. Sesuai namanya, teknik konservasi air ini dibuat menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan lalu meresapkannya ke dalam tanah.
Di DKI Jakarta sendiri, telah dibangun drainase vertikal tipe buis beton sebanyak 16.035 titik dengan daya tampung 31.498 m3 hingga 9 November 2021. Namun, pembangunan sumur resapan atau drainase vertikal untuk penanganan banjir ini sempat menuai banyak kritikan dari berbagai pihak karena dinilai tidak efektif menangani banjir.
Polemik lain pun muncul akibat banyaknya kasus kontraktor yang mengerjakan proyek sumur resapan tanpa standar tepat. Hal ini menimbulkan masalah baru, mulai dari rusaknya jalur pejalan kaki hingga tutup sumur resapan yang amblas dan membahayakan pengguna jalan.
Padahal, bila pembangunan dilakukan dengan standar yang tepat dan sesuai dan ditempatkan di lokasi yang seharusnya berdasarkan kajian yang tepat, sumur resapan berpotensi membantu mengatasi berbagai permasalahan seputar air di antaranya:
1. Mempercepat penyerapan air hujan
Kondisi sumur resapan di Kompleks Cipinang Indah, Jakarta Timur Selasa (7/12). Foto: Haya Syahira/kumparan
Dampak pembangunan membuat semakin banyak lahan terbangun yang bersifat kedap air atau kurang meresapkan air. Semakin besar persentase permukaan kedap air, maka infiltrasi atau peresapan air ke dalam tanah juga akan semakin berkurang, sehingga risiko banjir pun meningkat.
Sumur resapan menjadi solusi dari sempitnya lahan resapan air ketika intensitas hujan tinggi. Ketika tanah tidak mampu menyerap air hujan, sumur resapan ini akan berfungsi seperti parit yang menampung kelebihannya air. Dampaknya, titik-titik genangan banjir akan lebih cepat surut.
2. Mengurangi risiko tanah amblas
Genangan air yang tertampung terlalu lama di atas permukaan tanah tidak hanya menyebabkan banjir, namun juga bisa menyebabkan struktur tanah menjadi tidak stabil. Sumur resapan akan membuat tanah tetap kokoh karena proses penyerapan air yang cepat dan optimal.
Di daerah pesisir atau pinggir sungai, sumur resapan juga dinilai efektif menurunkan genangan air hujan penyebab lapisan tanah terkikis atau erosi, sehingga risiko longsor bisa diminimalisasi.
3. Penampungan air tanah
Masalah lain yang juga kerap dialami masyarakat adalah krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Dilansir laman Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), 85 persen genangan akan diserap oleh sumur saat musim hujan.
Nah, resapan air ini nantinya akan merembes ke dalam lapisan tanah atas atau disebut dengan lapisan tidak jenuh. Kemudian akan menembus permukaan tanah di bawahnya yang disebut water table, sebelum akhirnya tersimpan menjadi air tanah (ground water) yang bersih. Cara ini juga bisa membantu meningkatkan kualitas air di daerah pesisir.

Pembangunan sumur resapan untuk atasi permasalahan air

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pembangunan sumur resapan yang baik akan membawa dampak yang positif juga untuk kawasan di sekitarnya. Karenanya, pembangunan sumur resapan pun harus mematuhi dokumen SNI 8456:2017, yakni:
a. Sumur resapan dan parit resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif datar dengan kemiringan maksimum < 2 persen.
b. Air yang masuk ke dalam sumur resapan dan parit resapan adalah limpasan air hujan
c. Penempatan sumur dan parit resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan bangunan sekitarnya.
d. Sumur resapan dan parit resapan air hujan bisa dibuat secara individual dan komunal.
Pekerja menyelesaikan proyek galian sumur resapan di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (18/11/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bukan itu saja, pembangunan sumur resapan juga perlu mematuhi beberapa persyaratan teknis. Pertama, memerhatikan kedalaman air tanah agar sumur resapan dapat berfungsi secara maksimal.
Sumur resapan air hujan digunakan untuk kedalaman air tanah di atas 2 meter. Sedangkan bila kedalaman air tanah kurang dari 2 meter, bisa menggunakan parit resapan air hujan berbentuk segi empat atau trapesium.
Kedua adalah penggunaan penampang sumur resapan air hujan berbentuk segi empat (buis beton kotak) atau lingkaran (buis beton bulat) seperti yang digunakan di DKI Jakarta, dengan ukuran sisi penampang antara 80 cm sampai 100 cm. Namun saat ini ada beberapa modifikasi bentuk sumur resapan yang bisa digunakan, seperti sumur resapan sistem modular dan sumur resapan inovatif.
Contohnya bisa ditemukan pada sumur resapan #BijakBerplastik yang dibuat dari hasil kolaborasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Danone-AQUA. Pembangunan ini memanfaatkan 150 kg sampah plastik non ekonomis, atau jenis plastik dengan nilai ekonomi rendah (low value). Mulai dari kantong plastik hitam, plastik kemasan multilayer/sachet, popok, hingga alumunium foil.
Selain mampu menyerap air lebih banyak hingga hingga 16.000 liter, sumur resapan #BijakBerplastik memiliki keunggulan lain dibandingkan sumur resapan pada umumnya. Bentuk knock down membuat pemasangan sumur resapan lebih praktis sekaligus memudahkan proses mobilisasi.
Selain itu konstruksinya juga lebih kuat dan tahan lama. Sumur ini mampu pun meresapkan air lebih banyak. Apalagi proses pembuatan sumur resapan ini juga telah dikembangkan dan diuji di laboratorium tersertifikasi untuk memastikan kandungan mikroplastik maupun material lain sebagai bahan dasar pembuatan sumur resapan tidak akan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.
Sumur resapan #BijakBerplastik yang dibuat dari hasil kolaborasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Danone-AQUA. Foto: Dok. Danone
Penghitungan permeabilitas atau kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh juga tidak kalah pentingnya. Bila permeabilitas terlalu kecil maka kecepatan resapan akan lebih lama.
Struktur tanah yang dapat digunakan pun harus mempunyai nilai koefisien permeabilitas tanah > 2.0 cm/jam, dengan klasifikasi sebagai berikut:
1. Permeabilitas tanah sedang (jenis tanah lanau, 2,0-3,6 cm/jam atau 0,48-0,864 m3/m2/hari).
2. Permeabilitas tanah agak cepat (jenis tanah pasir halus, 3,6-36 cm/jam atau 0,864-8,64 m3/m2/hari).
3. Permeabilitas tanah cepat (jenis tanah pasir kasar, lebih besar 36 cm/jam atau 8,64 m3/m2/hari).
Menurut Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan dari Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2019), pengukuran permeabilitas ini dapat dilakukan dengan membuat lubang tanah menggunakan bor biopori berdiameter 10 cm dan kedalaman 30 cm. Kemudian lubang tersebut diisi air sampai penuh dan dicatat waktu penurunan muka air tanahnya. Pengukuran ini dilakukan sebanyak mungkin hingga waktu penurunan muka air tanah mendekati konstan.
Kombinasi kedalaman air tanah dan permeabilitas ini nantinya akan berpengaruh dalam menentukan model dan dimensi sumur resapan. Misalnya daerah dengan kedalaman air mendekati 2 meter disertai permeabilitas mendekati 2 cm/jam, maka akan diperlukan model parit dengan luas yang lebar tapi kedalaman rendah.
Persyaratan teknis yang terakhir dan tidak kalah penting adalah terlampauinya periode ulang hujan yang digunakan untuk perencanaan 2 tahun sekali. Intensitas hujan ini ditentukan dengan analisis Intensity Duration Frequency (IDF) dari daerah lokasi pembangunan dengan durasi hujan 2 jam dan periode ulang 2 tahunan.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Danone