Tak Hanya Buruk buat Tubuh, Junk Food Ternyata Bisa Sebabkan Kerusakan Otak

23 April 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi junk food. Foto: ShutterOK/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi junk food. Foto: ShutterOK/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bukti bahwa junk food tidak baik untuk tubuh ternyata juga buruk buat kesehatan otak. Junk food tersebut termasuk burger, kentang goreng, dan makanan cepat saji lainnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini dibuktikan dalam sebuah penelitian terbaru pada tikus yang menemukan bahwa makanan tinggi lemak dan bergula dapat menyebabkan gangguan memori jangka panjang. Ini terjadi karena pola makan tinggi gula dan lemak jenuh dapat mengganggu asetilkolin, neurotransmitter utama di otak hewan yang terlibat dalam memori.
“Apa yang kami lihat tidak hanya dalam makalah ini, namun juga dalam beberapa penelitian terbaru kami lainnya, adalah jika tikus tumbuh dengan pola makan junk food, maka mereka akan mengalami gangguan ingatan yang tak kunjung hilang,” kata Scott Kanoski, ahli saraf di University of Southern California (USC).
Studi baru ini mengaitkan pola makan cepat saji yang tidak sehat dengan risiko penyakit alzheimer di masa depan. Karena asetilkolin terlibat dalam memori dan pembelajaran, dan berhubungan pada penyakit Alzheimer, para peneliti di balik studi ini punya pertanyaan besar tentang apa dampak dari mengonsumsi makanan manis dan berlemak bagi mereka yang masih muda dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Dalam studi lain, mengonsumsi makanan cepat saji dapat merusak kendali nafsu makan di otak, dan obesitas dapat mengubah kemampuan otak manusia untuk mendeteksi rasa kenyang, di mana seseorang baru akan merasa kenyang setelah mengonsumsi makanan tinggi gula dan lemak.
Ilustrasi saraf otak. Foto: Axel_Kock/Shutterstock
Temuan lain dari penelitian ini adalah, junk food yang merupakan pola makan paling banyak dikonsumsi di Barat, dan seringkali memengaruhi daya ingat, bahkan jika makan sesekali saja.
Lantas bagaimana jika manusia atau dalam hal ini tikus mengonsumsi makanan ala Barat sejak usia muda?
Dalam studi terbaru yang terbit di Brain, Behavior, and Immunity, tim peneliti memberi tikus makan tinggi lemak dan gula dari usia 26 hingga 56 hari, periode yang sama dengan masa remaja pada manusia, tepatnya saat otak sedang mengalami perkembangan yang signifikan. Sementara kelompok tikus lain di usia yang sama diberi makan makanan sehat.
ADVERTISEMENT
Dalam tes memori, tikus yang menjalani diet junk food tidak dapat mengidentifikasi objek baru yang telah mereka kenali beberapa hari sebelumnya. Sementara kelompok tikus yang diberi makan makanan sehat dapat mengidentifikasi objek tersebut. Masalah ingatan ini tetap ada ketika kelompok junk food beralih ke makanan sehat selama 30 hari, yang setara dengan masa dewasa.
Para peneliti juga menemukan, kelompok junk food mengalami penurunan kadar protein yang mengangkut asetilkolin di hipokampus, wilayah otak yang membantu mengkonsolidasikan ingatan dan informasi spasial.
Tinjauan lebih lanjut menunjukkan, penurunan ini mengganggu sinyal asetilkolin pada hewan yang kinerjanya buruk dalam tugas memori, sementara obat yang mendorong sel-sel di hipokampus melepaskan asetilkolin memulihkan kemampuan memori hewan.
“Sinyal asetilkolin adalah mekanisme untuk membantu mereka mengkodekan dan mengingat peristiwa tersebut, analog dengan memori episodik pada manusia yang memungkinakn kita mengingat peristiwa di masa lalu,” papar Anna Hayes, penulis utama studi dan peneliti nutrisi USC sebagaimana dikutip Science Alert. “Sinyal itu tampaknya tidak terjadi pada hewan yang tumbuh mengonsumsi makanan berlemak dan bergula tinggi.”
ADVERTISEMENT