Tantangan dan Strategi Penanganan HIV di RI: Pentingnya Kesadaran Kolektif

3 Desember 2024 23:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi HIV AIDS. Foto: fizkes/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi HIV AIDS. Foto: fizkes/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember kemarin, para pemimpin di bidang kesehatan, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan berkumpul untuk membahas kemajuan dan tantangan dalam penanganan HIV di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesempatan itu menyoroti pencapaian penting serta langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai target ambisius 95-95-95 yang ditetapkan untuk mengakhiri epidemi AIDS pada 2030.
Menurut estimasi epidemiologis UNAIDS 2024, secara global pada 2023 tercatat 1,3 juta infeksi HIV baru dan 630.000 kematian terkait AIDS. Di Indonesia, meskipun ada kemajuan, tantangan besar tetap ada.
Saat ini, 30,3 juta dari 39,9 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia menerima terapi antiretroviral (ARV). Namun, hanya 48% anak-anak yang hidup dengan HIV yang berhasil mencapai viral suppression.
Di Indonesia, hingga September 2024, 71% orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) mengetahui status mereka, 64% sedang dalam pengobatan ARV, dan hanya 49% yang memiliki viral load yang tersupresi.
ADVERTISEMENT
Terkait data ini, pemerintah melalui Kemenkes pun terus berupaya meningkatkan layanan dalam penanganan HIV.
"Kami menyadari bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan akses layanan, terutama bagi populasi kunci," ungkap dr. Ina Agustina Isturini selaku Direktur P2PM Kemenkes RI.
Ilustrasi pita merah sebagai simbol untuk memerangi HIV dan AIDS. Foto: 4 PM production/Shutterstock
Tantangan utama dalam penanganan HIV di Indonesia meliputi meningkatnya jumlah populasi kunci, serta kurangnya akses ke layanan kesehatan yang memadai.
Pemberian paket pencegahan, termasuk kondom dan PrEP, belum optimal, dan tidak semua kabupaten/kota memiliki komunitas yang dapat menjangkau kelompok populasi kunci.
Sebagai respons, penjangkauan populasi kunci oleh komunitas telah dilakukan di 178 kabupaten/kota, dengan pemberian paket pencegahan di 95 kabupaten/kota. Selain itu, tes HIV mandiri dengan menggunakan Oral Fluid Test juga diperkenalkan untuk meningkatkan deteksi dini.
ADVERTISEMENT

Inisiatif untuk Remaja dan Kebijakan Inklusif

Inti Muda Indonesia menyoroti pentingnya pengembangan pedoman teknis untuk tes HIV bagi remaja di bawah 18 tahun, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 23 Tahun 2022.
Organisasi ini berkomitmen untuk meningkatkan akses layanan HIV bagi remaja dan populasi kunci melalui Rencana Aksi Nasional HIV AIDS 2025-2029.
"Kami percaya bahwa dengan kebijakan yang inklusif, kita dapat memberikan akses yang lebih baik kepada remaja untuk mendapatkan layanan yang mereka butuhkan," kata Bella Aubree selaku Koordinator nasional dari Inti Muda Indonesia.
Stigma dan diskriminasi masih menjadi hambatan besar dalam penanganan HIV. "Tanpa tindakan yang segera, infeksi HIV baru akan meningkat, dan respons terhadap HIV akan menjadi tidak berkelanjutan secara finansial pada tahun 2030," jelas Dr. Muhammad Saleem selaku UNAIDS Country Director.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kata dia, edukasi masyarakat dan advokasi kebijakan yang lebih inklusif menjadi sangat penting.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat mencapai target-target yang ditetapkan dan mengakhiri epidemi AIDS pada 2030.
"Ending AIDS is possible—if we act now and take the Rights Path," tegas Dr. Saleem.