Terapi Imunodefisiensi Primer Didorong Masuk ke Formularium Nasional

22 April 2024 20:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para penyintas Imunodefisiensi Primer (IDP) yang tergabung dalam Yayasan Pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Para penyintas Imunodefisiensi Primer (IDP) yang tergabung dalam Yayasan Pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Para penyintas Imunodefisiensi Primer (IDP) yang tergabung dalam Yayasan Pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia meminta pemerintah memasukkan terapi pengobatan terstandar ke dalam Formularium Nasional (Fornas).
ADVERTISEMENT
Hal ini dinilai sangat penting untuk menekan angka kematian dan kesakitan yang menyebabkan masih rendahnya kualitas hidup pasien IDP di Indonesia.
Ketua Yayasan Pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia Adhi Nugraha Sugiharto menjelaskan, Imunodefisiensi primer adalah penyakit genetik langka yang menyebabkan berkurangnya jumlah dan/atau fungsi sel imun tubuh yang akhirnya menyebabkan seorang individu rentan terhadap infeksi.
Tanpa pengobatan yang tepat, pasien dengan IDP akan mengalami infeksi berulang dan berat, meningkatkan angka perawatan rumah sakit, bahkan kematian.
Beberapa terapi IDP saat ini sudah tersedia di Indonesia. Namun terapi tersebut belum terindikasi untuk pengobatan IDP di Fornas sehingga menyulitkan pasien untuk menjangkau akses pengobatan.
Salah satunya adalah terapi Intravenous Immunoglobulin (IVIG) yang harus diberikan sebagai antibodi pengganti pada pasien IDP yang tidak mampu memproduksi antibodi sendiri dengan baik. Terapi lainnya adalah filgastrim yang harus diberikan pada pasien IDP dengan sel neutrofilnya sangat rendah.
ADVERTISEMENT
“Kedua obat tersebut sudah ada di Indonesia namun tak tercantum sebagai indikasi obat pada daftar Fornas. Kami meminta Kementerian Kesehatan mempertimbangkan untuk meningkatkan tingkat cakupan terapi IVIG dan filgastrim bagi pasien IDP agar sejalan dengan standar internasional," jelas Adhi.
"World Health Organisation Model List of Essential Medicines juga sudah memasukkan IVIG pada daftar obat-obatan penting untuk menunjang kehidupan pasien yang terdampak, dengan salah satu indikasinya adalah IDP, ” ungkap Adhi.
Fornas adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas. Obat yang masuk dalam daftar obat fornas adalah obat yang paling berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
ADVERTISEMENT

Rendahnya akses terapi dan diagnosis

Kualitas hidup pasien IDP di Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Vietnam dan Thailand.
Berdasarkan International Patients Organisation for Primary Immunodeficiency-PID Life Index saat ini, Indonesia berada pada peringkat 59 dari 74 negara yang dinilai. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya diagnosis dan akses pengobatan pasien.
“Saat ini hanya 70 pasien yang terdiagnosis dengan IDP, yang kami yakin kita dalam kondisi under-reported karena keterbatasan diagnosis,” ujar Adhi.
Belum tercantumnya terapi IDP dalam Fornas disebut menyulitkan banyak keluarga dan pasien di Tanah Air, karena biaya pengobatan IDP hingga saat ini belum ditanggung BPJS Kesehatan.
Jason Matthew Budijanto, salah seorang pasien yang divonis menderita IDP jenis sindrom Hyper IgM hingga saat ini harus terus menjalani perawatan untuk mengelola gejala dan mencegah komplikasi apabila terjadi infeksi.
ADVERTISEMENT
Perawatan yang rutin dilakukan Jason adalah terapi penggantian immunoglobulin atau IVIG sebulan sekali.
“Kami para orang tua pasien IDP lainnya akan terus berjuang agar pemerintah memasukkan pengobatan dan perawatan IDP dalam BPJS Kesehatan,” ujar Hendy Wijaya Budijanto, ayah kandung Jason.

Pekan IDP Sedunia

Adhi menambahkan, Yayasan Pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia bersama komunitas lainnya di seluruh dunia secara rutin melakukan kegiatan edukasi untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap IDP.
Salah satunya adalah menggelar peringatan Pekan IDP Sedunia (World Primary Immunodeficiency Week) setiap tanggal 22-29 April.
Pada peringatan tahun ini, ia berharap, kualitas pengobatan pasien IDP di Tanah Air akan terus meningkat seiring upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem pelayanan kesehatan.
“Selamat Merayakan Pekan Imunodefisiensi Primer Dunia 2024. Semoga diagnosis yang tepat dan kualitas pengobatan bagi pasien Imunodefisiensi Primer Indonesia terus membaik di tahun ini,” terang Adhi.
ADVERTISEMENT