Ternyata Bumi Punya 2 'Bulan' Ekstra, Terbuat dari Debu Luar Angkasa

8 November 2018 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bulan terlihat di atas tanda neon farmasi di pusat kota Roma, Italia. (Foto: REUTERS/Max Rossi)
zoom-in-whitePerbesar
Bulan terlihat di atas tanda neon farmasi di pusat kota Roma, Italia. (Foto: REUTERS/Max Rossi)
ADVERTISEMENT
Apakah Bumi kita ini punya lebih dari satu Bulan. Kemungkinan adanya Bulan tambahan yang mengitari Bumi ini sebenarnya telah menjadi perdebatan selama lebih dari 50 tahun.
ADVERTISEMENT
Namun, hasil temuan baru yang telah dipublikasikan di Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, mungkin bisa menunjukkan titik terang atas perdebatan ini.
Dalam riset ini tim peneliti berhasil menangkap potret dua awan misterius yang berada di jarak sekitar 402 ribu kilometer dari Bumi, sama dengan jarak antara Bulan dan Bumi.
Sebelumnya para peneliti telah menyimpulkan ada beberapa satelit alami Bumi, tapi keberadaan awan debu ini baru terlihat pada 1961 oleh Kazimierz Kordylewski, astronom Polandia yang namanya dipakai sebagai sebutan awan-awan debu itu
"Awan Kordylewski adalah salah satu objek yang paling sulit untuk ditemukan, dan meski jarak mereka, seperti Bulan, dekat dari Bumi, mereka sering kali diabaikan para peneliti astronomi," kata Judit Slíz-Balogh, astronom di Eötvös Loránd University sekaligus pemimpin riset ini, sebagaimana dilansir National Geographic.
ADVERTISEMENT
"Sangat menarik untuk bisa mengonfirmasi bahwa planet kita memiliki satelit debu semu yang mengorbit bersama Bulan," tambah dia.
Berdasarkan riset tersebut, ada dua awan Kordylewski dan masing-masing memiliki lebar 65 ribu kali 45 ribu kaki (104.607 kilometer kali 72.420,48 kilometer). Mengutip India Today, luas awan debu ini sekitar sembilan kali lebar Bumi.
Meski awan ini sangat besar, masing-masing partikel di dalamnya hanya berukuran mikrometer saja. Cahaya Matahari membuat partikel-partikel itu agak sedikit bersinar, tapi awan-awan ini tidak terlihat karena cahayanya sangat lemah.
"Sangat sulit untuk mendeteksi awan-awan Kordylewski di antara cahaya galaksi dan bintang," ujar Gábor Horváth, peneliti lain dalam riset ini.
Bulan terlihat di atas pusat kota Roma, Italia. (Foto: REUTERS/Max Rossi)
zoom-in-whitePerbesar
Bulan terlihat di atas pusat kota Roma, Italia. (Foto: REUTERS/Max Rossi)
Lokasi
Para peneliti mengatakan ada lima titik spesifik di luar angkasa yang mungkin menjadi lokasi dari awan-awan tersebut. Titik tersebut dikenal dengan nama Lagrange points.
ADVERTISEMENT
Jadi di titik-titik tersebut tarikan gravitasi dari dua objek yang mengorbit, seperti Bumi dan Matahari, menjadi seimbang. Hal itu membuat objek di Lagrange points terjebak dalam kondisi yang relatif stabil dan berada dalam jarak konstan dari Bulan dan Bumi.
Lokasi 'Bulan' kedua menurut perhitungan para peneliti. (Foto: Judit Slíz-Balogh, András Bart,  Gábor Horváth via Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.)
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi 'Bulan' kedua menurut perhitungan para peneliti. (Foto: Judit Slíz-Balogh, András Bart, Gábor Horváth via Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.)
Awalnya Kordylewski berusaha mempelajari titik L4 dan L5 untuk menemukan satelit lain dengan bentuk solid. Tapi dia malah menemukan bukti pertama keberadaan awan debu yang mengorbit Bumi.
Kestabilan awan-awan Kordylewski ini tidak sama dengan debu-debu lain di luar angkasa sana. Partikel awan-awan Kordylewski terus menerus bertukar tempat.
Partikel debu terjebak di awan karena kondisi di Lagrange points, dan kemudian bisa sedikit terlepas karena tarikan dari Bumi atau Bulan. Awan-awan Kordylewski bisa terus mendapat debu dengan mengambil debu dari partikel antarplanet yang lewat dekat Bumi, seperti ketika terjadi hujan meteor Perseid.
ADVERTISEMENT
Jadi meski partikel di dalamnya mungkin tidak begitu lama tinggal, awan tersebut mungkin juga telah ada secara alami sejak munculnya Bumi dan Bulan.
Gerhana Bulan di Yunani (Foto: Alkis Konstantinidis/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Gerhana Bulan di Yunani (Foto: Alkis Konstantinidis/Reuters)
Dampak bagi eksplorasi luar angkasa
Awan-awan debu ini mungkin memiliki relevansi dengan usaha eksplorasi luar angkasa di masa depan. Lagrange points merupakan lokasi ideal untuk meletakkan satelit karena di sana satelit lebih hemat menggunakan bahan bakarnya.
Bahkan Horvath mengatakan ada beberapa badan antariksa yang memiliki rencana menggunakan Lagrange points sebagai stasiun transfer bagi misi eksplorasi planet.
"Jadi investigasi dari dinamika awan-awan Kordylewski bisa menjadi penting dari sudut pandang keamanan navigasi luar angkasa," kata Horvath.