Universitas di Denmark Koleksi 9.479 Otak Manusia, Disimpan di Ruang Bawah Tanah

24 Maret 2023 15:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi otak manusia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di ruang bawah tanah Denmark’s University of Odense, tercipta sebuah pemandangan yang mengerikan. Ratusan rak berjejer rapi, di dalamnya terdapat ribuan ember berisi otak manusia. Ruangan itu dianggap sebagai tempat penyimpanan otak terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Total ada 9.479 otak manusia, semuanya dikeluarkan dari mayat pasien dengan gangguan mental selama empat dekade hingga 1980-an. Diawetkan dalam formalin, otak-otak itu dimasukkan ke dalam ember putih besar berlabel angka.
Ribuan otak manusia tersebut adalah koleksi seumur hidup seorang psikiater terkemuka Denmark bernama Erik Stromgren.
Stromgren dan rekan-rekannya percaya, dengan mengumpulkan otak manusia mereka bisa menemukan petunjuk lokasi di mana penyakit mental terpusat dan berpikir bisa menemukan jawabannya di otak. Adapun otak manusia dikumpulkan setelah jenazah diautopsi. Ironisnya, pengumpulan otak dilakukan tanpa seizin mendiang ataupun pihak keluarga.
“Ini adalah rumah sakit jiwa negara, dan tidak ada orang dari luar yang bertanya tentang apa yang terjadi di lembaga negara ini,” ujar Vaczy Kargh, seorang ahli sejarah psikiatri kepada AFP.
Kumpulan otak yang disimpan dalam ember di ruang bawah tanah University of Odense, Denmark. Foto: Sergei Gapon/AFP
Pada saat itu, hak pasien bukanlah prioritas utama. Sebaliknya, masyarakat percaya bahwa mereka justru harus dilindungi dari orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Antara tahun 1929 dan 1967, undang-undang mewajibkan orang yang masuk rumah sakit jiwa untuk disterilkan. Hingga 1989, ODGJ bahkan tidak diizinkan untuk menikah.
ADVERTISEMENT
Ini karena pada saat itu Denmark menganggap orang-orang sakit jiwa sebagai beban bagi masyarakat. Denmark juga percaya jika mereka membiarkan ODGJ memiliki anak dan hidup berbarengan dengan masyarakat, mereka akan menyebabkan banyak masalah, kata Kragh.
“Saat itu, setiap ODGJ yang meninggal di Denmark akan diautopsi. Itu hanya sebagian dari budaya saat itu, autopsi hanyalah prosedur rumah sakit lainnya,” ujar Martin Wirenfeldt Nielsen, ahli patologi yang merupakan direktur koleksi otak manusia di Denmark’s University of Odense, sebagaimana dikutip Science Alert.
Namun, setelah budaya ini berakhir, lab berisi ribuan otak itu kemudian banyak diperdebatkan. Perdebatan panas ini mempermasalahkan tentang apa yang harus dilakukan pada otak-otak tersebut. Dewan etik negara Denmark akhirnya memutuskan bahwa otak harus dilestarikan dan digunakan untuk penelitian ilmiah.
ADVERTISEMENT